Pemimpin tersebut lebih mementingkan keinginan dan kepuasan diri pribadinya saja. Sehingga melupakan kewajibannya mengurus dan memperhatikan rakyatnya yang jauh lebih penting.
Maxwell berpendapat karakter kita menentukan siapa kita sesungguhnya, siapa kita sesungguhnya menentukan apa yang kita lihat, apa yang kita lihat menentukan apa yang kita perbuat. Itulah sebabnya mengapa kita tidak pernah dapat memisahkan karakter seorang pemimpin dari semua perbuatannya (halaman 13).
2. Talenta adalah karunia, namun karakter adalah pilihan
Kita tidak dapat memilih ingin dilahirkan dari keluarga kaya atau miskin, ingin dilahirkan dan dibesarkan di Kota Bandung, Jakarta, ataupun Ciwastra. Kita tidak dapat mengendalikan itu semua.Â
Namun kita dapat memilih karakter apa yang akan kita ciptakan untuk menjalani hidup diberbagai persoalan yang kita hadapi. Berada dijalan yang benar ataupun salah, adalah sikap yang akan kita pilih. Sikap yang kita pilih itulah karakter kita sesungguhnya.Â
Begitupun senada dengan apa yang disampaikan Henry Manampiring seorang penulis Best Seller yang berjudul Filosofi Teras, bahwa didalam buku tersebut menjelaskan terkait dikotomi kendali.Â
Ada hal-hal yang bisa kita kendalikan dan ada hal-hal yang tidak bisa kita kendalikan. Henry menyarankan kepada kita semua untuk fokus pada hal -hal yang bisa kita kendalikan. Yakni mengenai karakter (yang sedang kita bahas kali ini). "Membuat pilihan-pilihan hari ini, anda terus menciptakan karakter anda" (halaman 14)
3. Karakter membawakan sukses yang langgeng dengan orang lain.
Tidak ada seorang pun yang mau dan ingin mengikuti seorang pemimpin yang memiliki karakter tidak baik. Karena akan membuatnya merasa di rugikan.Â
Menurut hemat saya, seseorang akan bersedia mengikuti seorang pemimpin apabila ada feedback positif yang ia dapatkan. "apabila kita merasa bahwa diri kita adalah seorang pemimpin, namun tak ada seorang pun yang mengikuti kita, maka kita hanyalah jalan-jalan" (halaman 14).
4. Seorang pemimpin tak dapat melampaui keterbatasan karakternya.