Bicara soal pendidikan sebenarnya membicarakan banyak hal tergantung pada situasi dan kondisi mana yang ingin dibahas. Mulai dari menteri pendidikan, sekolah, pengajar, siswa, buku-buku pelajaran, biaya sekolah, sampai pada petugas kebersihan sekolah, yang notabene tidak ada kaitannya dengan kegiatan belajar-mengajar pun dapat menjadi suatu topik dalam dunia pendidikan. Terdengar aneh? Mungkin ya, tapi rasanya ini bukanlah sesuatu yang mengada-ada atau dipaksakan. Masih segar di telinga kita kasus kekerasan seksual yang dialami siswa di salah satu sekolah yang disebut-sebut sekolah ‘internasional’. Bahkan hingga tulisan ini dibuatpun, saya masih menyaksikan beritanya di berbagai acara berita televisi. Ironis sekali, anak-anak yang mungkin masih belum mengerti seutuhnya akan eksistensi mereka sebagai pelajar mendapatkan perlakuan kejam dari petugas kebersihan di sekolah mereka sendiri.
Inilah yang saya maksudkan di awal bahwa petugas kebersihan pun bisa menjadi pembahasan yang kemudian dikaitkan pada persoalan pendidikan. Sebagian orang mungkin berdalih hal ini tidak ada kaitannya dengan dunia pendidikan. Kejadian ini murni persoalan kriminal yang bukan pembahasan pihak-pihak profesional di bidang pendidikan. Pihak berwajib seperti polisi dan pengadilanlah yang bertanggung jawab menyelesaikannya.
Memang benar kasus kekerasan seksual ini adalah kasus kriminal yang kemudian menuntut penyelidikan dan pengadilan lebih lanjut terhadap pelaku-pelakunya. Namun demikian bukan berarti hal ini luput dari tanggung jawab institusi pendidikan khususnya pihak sekolah dimana kejadian memprihatinkan ini terjadi. Bagaimana mungkin sebuah sekolah ternama dapat luput dari tindak asusila sehingga memakan korban siswa-siwinya sendiri. Anak-anak lucu dan menggemaskan justru menjadi korban kejahatan keji oleh orang-orang yang dekat dengan mereka sehari-hari. Bukankan para orang tua mempercayakan anak-anaknya belajar di sekolah bukan di pasar, kebun, atau mall karena orang tua percaya sekolah adalah satu-satunya tempat yang tepat? Apakah sekolah bukan lagi tempat yang aman bagi siswa-siwanya belajar?
Hal ini kemudian menjadi persoalan pendidikan karena sekolah sebagai institusi pendidikan seharusnya dapat memberikan rasa aman dan nyaman bagi berlangsungnya kegiatan belajar-mengajar di sana. Anak-anak selain difasilitasi buku-buku, infrastruktur mewah dan lengkap, pengajar yang hebat dan profesional, dan segenap fasilitas penunjang lainnya, seharusnya tidak mengabaikan tindak-tindak kriminal yang mungkin terjadi di sana, terlebih lagi menimpa pelajarnya. Ketika petugas kebersihan sekolah, setelah terbilang terlambat terbongkar, melakukan kekeresan seksual kepada pelajar yang ada di sekolah, maka hal ini dengan berat hati memunculkan dugaan yang buruk terhadap sekolah tersebut dari berbagai pihak masyarakat. Dimanakah guru-guru mereka saat anak-anak mereka dalam bahaya? Bagaimana mungkin guru-guru mereka terlambat melihat perubahan dan keganjilan dari siswa-siswi mereka? Kemana biaya sekolah super mahal yang dikucurkan para orang tua untuk fasilitas pendidikan disana? Bagaimana cara sekolah memilih karyawan termasuk petugas kebersihan untuk sekolah tersebut hingga orang-orang dengan kondisi psikologi labil-lah yang dipekerjakan? Tidakkah donasi yang banyak dari yayasan dan komite itu digunakan untuk menyediakan sistem proteksi keamanaan yang paling baik di sekolah? Setidaknya pertanyaan dan dugaan inilah yang kemudian muncul dari kejadian yang sangat disayangkan ini.
Sebelum lebih jauh berargumen, saya ingin menegaskan bahwa tidak ada maksud merendahkan suatu pihak atau profesi seseorang di dalam tulisan ini. Saya tetap menghargai profesi sebagai petugas kebersihan adalah baik dan halal. Mereka bekerja pasti dengan maksud mencari nafkah untuk keperluan dan kepentingan diri sendiri dan keluarga. Namun pada kasus ini saya hanya ingin mengkritisi pelaku yang kebetulan berprofesi sebagai cleaning service di sebuah sekolah elit, tidak me-generalkannya untuk semua orang yang berprofesi sama. Sekolah dengan latar belakang dan berlabel taraf atau standar apapun juga saya yakini pasti dibangun dengan niat yang luhur lagi mulia untuk kemajuan dan kepentingan pendidikan. Tidak ada yang salah pada dua poin utama dalam tulisan ini. Hanya saja apa yang terjadi yang melibatkan dua subjek ini perlu diperhatikan dan dikritisi agar menjadi pelajaran bagi banyak pihak. Kejadian yang sama diharapkan tidak akan terulang lagi di masa depan dengan banyaknya kritikan dan masukan terhadap kasus yang telah terjadi ini. Karena semakin banyak perhatian masyarakat terhadap kejadian ini berarti banyak pihak yang sayang dan peduli terhadap dunia pendidikan dan anak-anak. Hal ini menunjukkan betapa besar harapan semua orang untuk sistem pendidikan yang baik dan semakin baik lagi.
Pendidikan sebenarnya juga bukan merupakan tempat paling suci satu-satunya, hingga tidak ada noda satupun di dalamnya. Namun pendidikan adalah salah satu wadah yang sangat diharapkan dapat melahirkan banyak generasi berpengetahuan dan berkepribadian baik yang akan memajukan bangsa ini di masa yang akan datang. Maka dari itu pendidikan begitu mendapat perhatian dan kemudian dituntut dapat berdiri dengan segenap sistemnya sebaik mungkin. Kerjasama dan keterlibatan semua pihak sudah seharusnya berperan untuk mencapai harapan besar ini. Orang tua yang penuh perhatian dan loyalitas, pemerintah yang bijak dalam mengomandani sistem pendidikan, dan juga masyarakat umum harusnya juga turut memberikan dukungannya melalui usaha dan kapasitas masing-masing demi tercapainya dunia pendidikan yang diharapkan. Tidak ada lagi kekerasan seksual yang terjadi pada pelajar dimanapun dan oleh siapapun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H