Mohon tunggu...
Ramadianto Machmud
Ramadianto Machmud Mohon Tunggu... Freelancer - Citizen Journalism

Email: ramadianto.machmud@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bakar Sepatu Siswa: Sanksi Tegas ataukah Arogansi?

12 Februari 2022   00:38 Diperbarui: 12 Februari 2022   20:16 877
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Guru Bakar Sepatu/mudanesia.com

Pemberian sanksi tegas guru bakar sepatu para murid yang melanggar aturan kebijakan sekolah perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah. 

Sebab, dari beberapa pengalaman dari kasus serupa, sanksi tegas yang diterima para murid tidak lagi mendidik, bahkan terkesan memperlihatkan arogansi oknum guru.

Seperti halnya yang terlihat nampak seorang oknum guru perempuan, membakar sepatu beberapa siswanya yang sempat direkam pada hari Selasa (8/2/2022), diupload kemudian menjadi viral di media sosial.

Tindakan arogansi, dipicu kekesalan terhadap beberapa murid sekolah yang melanggar aturan kebijakan sekolah mengenai atribut seragam sekolah mulai dari kaos kaki hingga sepatu.

Aksi membakar sepatu para murid yang jelas dilakukan di halaman depan ruang kelas, penuh rasa bangga tanpa mempersoalkan alasan-alasan para murid kenapa tidak mematuhi aturan sekolah.

Aksi tersebut merupakan contoh gambaran etika yang sudah rusak. Tidak lagi mendidik dan cenderung 'showing of power' semena-mena. Apakah mungkin pemberian sanksi seperti itu masih relevan di zaman sekarang ini?

Terlepas dari tindakan yang mempunyai efek jera secara positif, dampak negatif psikologi para murid pasti akan terbentuk dengan sendirinya di alam bawah sadar mereka. 

Pemikiran mereka nantinya akan seperti orang yang diperhadapkan dengan intimidasi dan persekusi (bullying) sebagai akibat melanggar aturan kebijakan sekolah.

Sekolah merupakan sebuah lembaga yang menampung para manusia berpendidikan, bermoral dan beretika baik untuk mengajar dan menyalurkan bakat keilmuan. 

Agar nantinya para manusia yang bersekolah di tempat itu menjadi seorang manusia yang berpendidikan, bermoral dan beretika baik pula. Sekolah bukan saja tempat menimba ilmu, tetapi juga sebagai laboratorium uji coba ilmu itu sendiri.

Jika para pendidik dan tenaga kependidikan memiliki pendidikan tinggi, tetapi tidak bermoral dan beretika bahkan berperikemanusiaan, maka selesai sudah sistem moralitas pendidikan di negeri ini.

Sudah barang tentu, jangan pernah berharap para penerus bangsa ini bisa cerdas, bermoral dan beretika dalam mengaplikasikan segala hal yang dipelajarinya.

Tindakan pembakaran sepatu dan kaos kaki yang dilakukan oknum guru perempuan ini, menambah deretan panjang catatan pekerjaan rumah pendidikan untuk secepatnya berbenah.

Bukan hanya secara intelektualitas para murid, tetapi juga intelektualisasi para pendidik. Ironis memang bila melihat sistem pendidikan di negeri ini. 

Pada satu sisi murid dituntut harus menghormati seorang guru, tetapi disisi yang lain guru memanfaatkan situasi dengan memperalat aturan kebijakan sekolah untuk melegalkan hasrat amarahnya. 

Tetapi itulah realitas yang terjadi, meskipun sulit untuk diakui.

Tulisan ini hanyalah sebagai catatan pribadi penulis untuk menumpahkan segala hal yang tak bisa diucapkan secara serius di depan orang banyak. 

Paling tidak harapan penulis, tulisan ini membuka cara berpikir kritis pembaca dalam memahami perkembangan zaman ini bersamaan dengan tingginya tingkat kekerasan fisik dan psikis di lingkungan sekolah.

Guru dan murid harusnya saling menghormati serta saling menyayangi dalam hubungan antara orang tua dan anak di sekolah.

Namun bila penghormatan dan rasa sayang para siswa itu dicederai dengan memperalat segala aturan dan kebijakan sekolah untuk melegalitas segala perbuatan yang menyakiti hati para murid, sejujurnya kondisi pendidikan kita berada pada tanda "AWAS".

Meskipun beberapa siswa yang sempat merekam dan mengupload video tersebut sudah mengklarifikasi bahwa tidak bermaksud macam-macam, hanya sebatas mengingatkan saja agar teman-teman lainnya tidak melakukan hal yang sama.

Namun tetap saja, tindakan serupa ataupun lainnya yang menyakiti psikis para siswa harus ditiadakan dalam lingkungan sekolah. Apalagi sampai merusak barang-barang mereka.

Ini menjadi sebuah pelajaran bagi kita semua untuk lebih mawas diri dalam mengajar dan memperlakukan anak-anak didik kita ke depannya. Jangan sampai hanya karena masalah sepele bisa berujung malapetaka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun