Mohon tunggu...
Rama.Opini
Rama.Opini Mohon Tunggu... Lainnya - AKUN UMAT

Aku diberi nama Ramadhanur Putra oleh kedua orang tua ku. Rama, begitulah teman-teman memanggilku. Lahir 2 hari sebelum bulan suci ramadhan membuat namaku jadi islamis. Hehehe. Eits tapi jangan curiga dulu. Orang tua ku juga nasionalis kok. Buktinya adik ku saja dilahirkan tanggal 17 Agustus 2004. Dan, namanya Agus Rizal. Akhir-akhir ini aku mulai suka menulis, ya meskipun tulisan ku masih jauh dibawah rata-rata, setidaknya aku masih pengen belajar. Dan, Kompasiana menurut ku adalah wadah yang bagus. Entah kenapa ? Setiap aku merasa mati dalam kehidupan nyata, nalar dan imajinasi ku seolah memberikan sinyal kehidupan didunia sastra. Ya, begitulah tulisan kuanggap sebagai sebuah tempat curhat yang mengasyikkan. Terkadang aku suka sok puitis dalam caption snap wa..wkwk..kadang juga aku suka sok bijak didalam postingan ig..hehe.. dan sekarang aku mencoba hal yang baru. Menjadi seorang kompasianer di situs kompasiana ini.. semoga nyaman ya dengan tulisan ku.. Selamat Membaca..

Selanjutnya

Tutup

Diary

Mentok

5 April 2021   20:05 Diperbarui: 5 April 2021   20:21 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Ah.. pernah gak sih.? Tiba-tiba kamu itu pikirannya mentok. Ga tau mau ngapain ? Masalah banyak banget , habis itu kamu juga dituntut ini, dituntut itu. Gimana rasanya ? Bingung kan ? Ga tau mau ngapa-ngapain ?

Yah mentok gitu...

Aku paling ga suka hidup dalam fase ini dan akupun yakin kalian semua ga suka..

Tapi ya bagaimana lagi. Namanya hidup ya tetap harus dijalani. Mau ga mau. Kalau mau tetap hidup ya kamu harus lewati. Kalo ga mau ngelewati ya mending mati - aku ga nyuruh bunuh diri ya :( - 

Yah..begitulah hidup kata guru ku sewaktu mondok. "Hidup itu adalah tantangan" ujar beliau di kelas. Semakin banyak tantangan yang kamu lewati, maka hidup kamu semakin berkualitas.

Seperti guci yang indah, dia ga akan seindah itu kalo ga berproses dulu. Awalnya hanya tanah liat, habis itu dibentuk, dibakar, disiram, diukir, dicat, ya banyaklah proses yang dia lalui. Hingga akhirnya dia jadi indah dan mahal.

Ya, itulah analogi sederhana guru saya waktu itu. Tapi,entah kenapa ? Hari ini saya sangat sulit buat menerapkan nya. Hari ini seolah olah saya ingin angkay bendera putih. Ah, sial. Tantangan ini terlalu menyakiti.

Hehe..ga tau sih.. mudah-mudahan setelah saya menulis ini, aura semangat saya hidup. Moga aja.

Selamat Berjuang !!!!

Yogyakarta, 05 Maret 2021 

Ramadhanur Putra

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun