Mohon tunggu...
Ramadhan Tosepu
Ramadhan Tosepu Mohon Tunggu... -

Mengisahkan seputar lingkungan, dan mewartakan nilai-nilai kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ahok dan Demokrasi Keturunan Tionghoa

31 Maret 2015   17:15 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:43 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketegasan dalam memperjuangkan penghapusan korupsi menjadi ikon dalam pemerintahannya, ketegasan inilah yang menjadi magnetic baru untuk kemajuan DKI Jakarta. Tetapi dibalik itu semua, Ahok yang memiliki gaya blak-blakan dalam bertutur kata, membuat banyak pihak kurang simpatik. Memang kalau melihat gaya bicara Ahok dimedia sungguh tidak mencerminkan seorang pemimpin, kata-kata yang keluar sungguh tak layak didengar terlebih masyarakat Indonesia yang memiliki budaya timur, rasanya tak bijak untuk dikeluarkan.

Sosok Ahok, juga membawa angin baru demokrasi bangsa Indonesia, yang sejak jaman Gusdur, Megawati, SBY sampai jaman Jokowi turunan tionghoa bebas untuk berdemokrasi. Hal inilah yang harus dijaga oleh Ahok sebagai sosok yang memiliki kesempatan untuk memimpin DKI Jakarta. Masyarakat Tionghoa yang tersebar diseluruh Indonesia harap-harap cemas dengan hal tersebut. Memang, perbedaan tidak ada lagi, tetapi jika merunut dari sejarah masa lampau, rasanya terlalu banyak contoh pertentangan antara pribumi dengan china saat itu.

Di kota Makassar tahun 2008, anak saudara dosen saya kala itu dibunuh oleh salah seorang warga keturunan china, hal inilah yang memicu pembalasan oleh warga pribumi, dimana-mana terjadi pembakaran. Persoalan ini hanyalah “pemicu”, jauh dari itu bagai api dalam sekam. Di kota kendari tahun 2013, juga terjadi tragedi pembunuhan yang dilakukan seorang karyawan toko yang tega membunuh majikannya keturunan tinghoa. Sang pembunuh berujar, dia kerap kali dimarahi dengan kata-kata “kasar”, hal tersebut tidak diterima oleh penjaga toko tersebut.

Ini adalah sejarah kelam hubungan yang tidak baik antara “pribumi dan tionghoa”, kini di alam demokrasi semua itu telah sirna. Keberagaman dan ketenteraman yang terjalin selama ini haruslah tetap terjalin. Ahok sebagai perwakilan demokrasi tionghoa harus menyadari, bahwa dia tidak hidup sendiri, dia memiliki saudara yang tersebar diseluruh Indonesia. Tutur katapun harus lebih “indah”, perjuangan Ahok dalam memberantas korupsi perlu mendapat dukungan, tetapi dalam perjuangan itu Ahok harus menempatkan diri sebagai seorang pemimpin yang bijak dalam bertutur kata.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun