Pengantar
Menyeru umat manusia untuk bersama-sama membangun masyarakat yang adil dan makmur serta berlandaskan nilai-nilai Ketuhanan seperti yang dilakukan oleh para nabi dan rasul bukanlah hal yang mudah. Dalam buku-buku sejarah maupun informasi dari Al Quran sendiri menunjukkan bahwa orang-orang yang berdakwah menyerukan agama Allah tidak serta-merta langsung di tolong oleh Allah, justru mereka yang beriman kepada Allah dan berjuang di jalannya akan senantiasa diuji dengan berbagai dinamika. Ujian itu bisa datang dari diri sendiri berupa hawa nafsu maupun dari eksternal berupa lingkungan atau masyarakat yang didakwahi.
Tujuan berdakwah adalah menyeru atau mengajak manusia untuk membentuk masyarakat yang madani. Masyarakat yang menjunjung tinggi nilai, norma, hukum yang ditopang oleh penguasaan iman, ilmu, dan teknologi yang berperadaban (Depdiknas: 2001). Untuk mewujudkannya memerlukan kesabaran yang ekstra karena kita berhadapan dengan manusia yang berbeda-beda karakter, latar belakang budaya, pendidikan, dinamika keluarga serta lingkungan dan lain sebagainya.
Kurangnya kesabaran bisa membuat para dai (pendakwah) menyerah dari tanggungjawabnya atau membuat mad'u (objek dakwah) pergi meninggalkan dai karena kata-kata atau perilaku dai yang kurang bil hikmah dalam menyampaikan dakwah.
Di sisi lain, ternyata Allah memberikan perintah pada manusia untuk menggunakan akalnya untuk memahami ayat-ayat-Nya menyelesaikan masalah kehidupan. Tidak kurang 802 ayat dalam Al Quran berbicara soal menggunakan akal yang beberapa di antaranya memerintahkan untuk memahami ayat-ayat Allah yang tidak tertulis. Dengan begitu manusia bisa mengambil hikmah dari ayat-ayat tersebut untuk diterapkan di kehidupannya termasuk untuk kesuksesan berdakwah.
Penulis yang hidup dan berdakwah di lingkungan yang hijau, melihat banyak petani dan perkebunan di Kota Hujan merasa mendapatkan pencerahan bahwa dakwah sebenarnya sama seperti aktivitas bercocok tanam. Ditambah menurut Prof. Dr. Achmad Mubarak, MA. selaku guru besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dalam Kata Pengantar Buku Psikologi Dakwah, hakikat dakwah adalah mendidik dan dakwah juga bisa diibaratkan sebagai pekerjaan menanam. Mendidik manusia agar mereka bertingkah laku sesuai dengan nilai-nilai Islam dengan menanamkan nilai-nilai Islam tersebut ke dalam jiwa manusia (Faizah & Muchsin: 2006).
Dalam dakwah, nilai-nilai yang ditanamkan adalah ketauhidan, rasional, cinta kebenaran, kejujuran, keadilan, kedisiplinan, kasih sayang, rendah hati, kerja keras dan nilai-nilai universal lainnya.
Layaknya pekerjaan menanam maka tanahnya harus subur, benihnya harus unggul, disiram dan dipupuk secara berkala, menggunakan teknologi mutakhir untuk mendukung pertumbuhan benih, menjauhkan benih dari hama serta butuh waktu yang cukup lama dan kesabaran yang tinggi hingga benih itu tumbuh berkembang menjadi tumbuhan hijau atau menjadi pohon tinggi yang rindang dan berbuah manis.
Memilih Lahan Yang Potensial
Sebelum memilih bibit yang unggul, maka langkah pertama yang harus dilakukan adalah memilih lahan tanam yang akan ditanami. Terkadang tidak semua lahan bisa kita tanami tanaman sesuai dengan yang kita inginkan. Lahan pegunungan cocok untuk sayur tapi kurang cocok untuk pohon-pohon tinggi besar, begitu sebaliknya di dataran rendah. Jika kita ingin hasil cepat maka pegunungan yang cocok, jika kita ingin hasil puluhan tahun ke depan maka dataran rendah lahannya.
Dalam dakwah, kita juga harus memilih objek dakwah (mad'u) seperti apa yang hendak kita dakwahi. Ada sekitar 7 milyar manusia di Bumi dan 187 juta umat muslim di Indonesia, kita tidak mungkin mendakwahi semuanya secara langsung, harus ada pemilihan objek dakwah. Pemilihan objek dakwah yang tepat akan memudahkan kita menanamkan nilai-nilai Islam atau nilai-nilai kebenaran pada diri mereka dan hasilnya pun  akan sesuai dengan yang kita harapkan.
Dalam Buku Contemporary Isues and Challenge in Early Childhood Education in the Asia-Pacific Region (Li, dkk: 2017) menunjukkan bahwa Indonesia tahun 2045 mengalami Golden Generation, di mana usia produktif di Indonesia berada pada posisi terbanyak. Ini artinya dua hingga tiga puluh tahun ke depan bangsa pos-pos pembangunan di tiap sektor masyarakat di Indonesia akan di pegang oleh generasi-generasi muda saat ini, apabila generasi saat ini tidak dikelola dengan baik, sepuluh hingga dua puluh tahun ke depan Indonesia bukanya akan mengalami kemajuan peradaban dan menjadi negara maju namun namun justru akan hancur dan terpuruk karena tulang punggung bangsanya yang mayoritas justru lumpuh sejak dini.
Sehingga, jika dilihat dari kondisi masyarakat Indonesia, dakwah yang paling dibutuhkan adalah dakwah di kalangan generasi muda saat ini. Sehingga mereka tidak hanya cerdas secara kompetensi namun juga unggul dalam moralitas dan menjadikan Indonesia Maju 2045.
Menanam Bibit Yang Unggul
Sebuah ladang akan memberikan manfaat yang besar apabila ditanami bibit-bibit yang unggul. Begitu pula manusia, akan berguna dan memberi manfaat bagi masyarakatnya adalah ketika dirinya tertanam nilai-nilai yang luhur. Nilai-nilai kebenaran universal seperti ketaudihan, berpikir ilmiah, kerja keras, mencintai kebenaran, menjadikan surga sebagai cita-cita dan pembangunan masyarakat seimbang sebagai jalan menggapai cita-cita dan nilai-nilai kebenaran universal lainnya.
Ketauhidan berarti keimanan bahwa Allah adalah Sang Pencipta yang patut disembah, dan tak ada sesembahan lain selain Dia. Berpikir Ilmiah berarti menyelesaikan masalah kehidupan dengan akal dan ilmu pengetahuan terkait, tidak menyelesaikan masalah dengan ngawur, sederhana atau spekulasi yang berpotensi menyesatkan. Kerja keras berarti mengerahkan waktu dan tenaga yang lebih banyak dalam bekerja membangun masyarakat seimbang. Mencintai kebenaran berarti senantiasa ingin dekat dengan nilai-nilai kebenaran berani berkorban demi kebenaran, tidak betah dan merasa rindu jika jauh-jauh dari nilai-nilai kebenaran atau lingkungan yang mengondisikan kebenaran. Menjadikan pembangunan masyarakat sebagai jalan menggapai cita-cita surga berarti untuk mencapai surga kita kita harus berperan aktif dalam upaya pembangunan masyarakat.
Menyirami dan Memupuk secara berkala
Ketika bibit telah kita tanam, maka selanjutnya adalah merawatnya, menyirami dan memupuk secara berkala sehingga bibit-bibit kebenaran itu tumbuh dengan baik di ladang-ladang kita.
Dalam berdakwah, aktivitas ini sama seperti memberikan pemecahan masalah pada para mad'u agar senantiasa berada pada nilai-nilai kebenaran. Untuk kalangan remaja misalnya, rasa ingin tahu dan keberanian yang tinggi kadang membuat mereka bergerak mengabaikan peraturan dan nilai-nilai kebenaran. Kebutuhan akan perhatian dan pertemanan amat tinggi, jika para dai tidak bisa memberikan kebutuhan-kebutuhan itu pada mereka dan hanya sekedar menyampaikan saja tanpa memahami kebutuhan itu maka akan menyebabkan nilai-nilai yang tertanam tidak bisa tumbuh dengan optimal dalam diri mereka.
Menjauhkan dari Hama
Dalam dakwah, hama seperti lingkungan yang buruk yang melingkupi objek dakwah. Lingkungan ini bisa berupa lingkungan yang jauh dari ketuhanan seperti lebih memuja materi (kekayaan, jabatan, pasangan) dan lingkungan ini bisa datang dari mana saja, tergantung siapa saja lingkungan terdekat mad'u.
Dan hama tentu saja tidak langsung membuat tanaman mati, tapi perlahan namun pasti. Sebagai contoh, kita tentu akan menolak mentah-mentah untuk diajak perbuatan dosa-dosa besar seperti zina atau korupsi, namun lingkungan yang buruk bekerja perlahan memberikan nilai-nilai kebebasan, segala cara, menjadikan anekdot-anekdot yang secara tidak langsung menjadi sebuah kebenaran dan pada level tertentu ketika semua konsep-konsep keburukan itu sudah dianggap benar maka saat itu kita akan mudah melakukan dosa-dosa besar tanpa merasa bersalah atau menyesal. Dalam hal ini, tanaman kebaikan dan kebenaran yang sudah di besarkan dengan susah payah telah layu karena hama yang datang dari lingkungan yang buruk.
Untuk itulah Rasulullah dalam hadistnya menyuruh manusia untuk berteman dengan orang-orang yang saleh, yakni orang-orang yang ketika kita dekat dengannya maka kita akan senantiasa terkondisikan dalam kebaikan.
Menggunakan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Dalam pertanian, menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi mutakhir akan membuat pertanian berjalan lebih efisien dan hasil panen lebih melimpah. Jika dulu panen padi hanya dua kali dalam setahun, dengan menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini padi bisa dipanen tiga hingga lima kali dalam setahun.
Begitu juga dalam dakwah, jika dahulu untuk mengumumkan pengadaan majelis harus lewat surat edaran atau mendatangi satu per satu rumah mad'u, saat ini dengan aplikasi-aplikasi chating yang ada di komputer maupun ponsel bisa membuat undangan sebuah majelis semakin mudah.
Dahulu untuk mengerti bagaimana pikiran dan perasaan objek dakwah kita harus benar-benar mengenal cukup lama dan banyak belajar dari kegagalan-kegagalan, saat ini dengan teori psikologi kita bisa mengerti bagaimana kondisi pikiran dan perasaan anak didik kita yang akan memudahkan kita untuk memberikan nilai-nilai yang baik pada mereka yang disesuaikan dengan karakter mereka dan meminimalisir kegagalan dalam dakwah.
Bersabar dalam Berdakwah
Dalam bercocok tanam, tidak mungkin benih yang kita tanam akan langsung tumbuh, membesar, berdaun dan berbuah begitu saja. Perlu proses yang lama, kadang dalam menjalani proses ini kita senantiasa mengalami kebosanan, kita dihadapkan pada tantangan hama dari luar, cuaca yang tidak menentu. Untuk menghadapi itu semua seorang petani harus memiliki kesabaran dan kegigihan sehingga bisa memetik hasilnya esok hari. Bayangkan jika seorang petani tidak sabar, dia akan begitu saja meninggalkan ladangnya dan sia-sialah semua usahanya sejauh ini.
Begitu juga dalam dakwah, ada beberapa hal yang bisa kita prediksi dan antisipasi namun ada beberapa hal yang cukup sulit kita perkirakan. Kadang bukan anak didik kita yang mendatangi lingkungan yang buruk, namun lingkungan yang buruk itu yang mendatangi dan menggoda anak-anak didik kita dan membuat anak didik kita susah untuk menerima dakwah kita atau bahkan kita ditinggalkan tanpa permisi.
Seperti petani, mungkin satu saat kita ingin tanaman cepat tumbuh sehingga menyirami air dan memberi pupuk berlebih yang membuat tanaman layu. Dalam dakwah kita juga bisa melakukan kesalahan serupa, misalnya karena keinginan untuk perubahan yang instan pada anak didik kita sehingga kita memaksakan kehendak kita pada mereka, berkata dengan kasar atau klaim yang menjatuhkan harga diri mereka, maka tak pelak hal itu juga akan membuat mereka lari dari dakwah kita.
Maka bersabar dan gigih adalah solusinya. Nikmati prosesnya, amati setiap perubahan mereka, berikan mereka bekal-bekal untuk mengatasi hama lingkungan dan cuaca yang akan terus menyerang mereka tanpa henti maka kita siap untuk memanen hasilnya satu saat nanti.
Masa Panen
Seperti menanam sebuah pohon, kadang bukan kita yang memanen hasilnya namun anak cucu kita. Katakanlah kita mendakwahi seorang pelajar SMA saat ini, maka saat kita tua nanti baru kita rasakan hasil karya mereka. Yakni saat mereka berperan membangun sektor-sektor masyarakat dengan kariernya dengan semua bekal yang sudah kita berikan. Maka saat itu, pohon yang kita tanam telah tumbuh, mereka sudah memenuhi ladang yang dulu kosong bahkan gersang. Saat dewasa nanti ladang-ladang itu telah memberikan manfaat yang amat besar bagi masyarakat dan kita bisa menghadapi Tuhan kita dengan hati yang lapang dan penuh kebanggaan. Inshaa Allah.
Penutup
Sejatinya berdakwah seperti bercocok tanam, hanya petani-petani yang sabar, mau menggunakan ilmu pengetahuan dan mau terus belajar dari kesalahan yang akan sukses memanen hasilnya di hari kemudian di dunia maupun di akhirat. Semoga kita senantiasa diberikan kesabaran dan semoga Allah selalu bersama orang-orang yang sabar. Aamiin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H