Mohon tunggu...
Ratih Ramadhani
Ratih Ramadhani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hobi saya olahraga badminton

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Teori Pengembangan Psikososial Erik Erikson

17 Januari 2025   23:28 Diperbarui: 17 Januari 2025   23:28 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Teori perkembangan psikososial Erik Erikson adalah salah satu teori yang sangat berpengaruh dalam bidang psikologi, yang menjelaskan bagaimana individu berkembang sepanjang hidupnya dalam konteks hubungan sosial dan lingkungan sekitar. Teori ini dikembangkan oleh Erik Erikson, seorang psikoanalis asal Jerman-Amerika, yang mengemukakan bahwa perkembangan psikososial terjadi dalam delapan tahap yang masing-masing memiliki krisis atau tantangan utama yang harus dihadapi individu untuk mencapai perkembangan yang sehat.

Erikson memandang perkembangan sebagai proses yang berlangsung sepanjang hidup, bukan hanya terbatas pada masa kanak-kanak. Setiap tahap perkembangan melibatkan sebuah krisis psikososial yang harus diselesaikan, dan hasil dari penyelesaian krisis tersebut akan mempengaruhi perkembangan ke tahap berikutnya.

1. Tahap Kepercayaan vs. Ketidakpercayaan (0--1 tahun)

Pada tahap pertama ini, bayi mengalami krisis kepercayaan. Jika kebutuhan dasar seperti makanan, kenyamanan, dan perhatian dipenuhi dengan konsisten dan penuh kasih sayang, bayi akan mengembangkan rasa kepercayaan terhadap dunia dan orang-orang di sekitarnya. Sebaliknya, jika kebutuhan ini tidak dipenuhi dengan baik, bayi akan mengalami ketidakpercayaan, yang dapat mempengaruhi hubungannya di masa depan.

2. Tahap Otonomi vs. Ragu-ragu (1--3 tahun)

Pada usia ini, anak mulai belajar berjalan dan berbicara, yang memberi mereka rasa otonomi atau kemandirian. Krisis yang dihadapi adalah antara otonomi dan keraguan. Jika anak didorong untuk melakukan hal-hal sendiri dan diberi kebebasan, mereka akan merasa lebih percaya diri dan mandiri. Namun, jika terlalu banyak dikontrol atau dihakimi, anak dapat merasa ragu dan tidak percaya diri.

3. Tahap Inisiatif vs. Rasa Bersalah (3--6 tahun)

Pada usia ini, anak mulai mengembangkan kemampuan untuk mengambil inisiatif dan merencanakan aktivitas. Krisis yang dihadapi adalah antara inisiatif (keinginan untuk mencoba hal baru) dan rasa bersalah (perasaan bahwa tindakan mereka salah atau tidak pantas). Dukungan dari orang dewasa yang memberi anak kesempatan untuk mencoba tanpa rasa takut akan kegagalan akan membantu mereka merasa lebih berinisiatif dan percaya diri.

4. Tahap Kerja Keras vs. Inferioritas (6--12 tahun)

Pada tahap ini, anak mulai belajar keterampilan akademik dan sosial yang penting untuk kehidupan mereka di masyarakat. Krisis yang terjadi adalah antara rasa kompetensi (kerja keras) dan inferioritas (rasa tidak mampu). Jika anak merasa berhasil dalam tugas dan dihargai atas usahanya, mereka akan merasa kompeten. Sebaliknya, kegagalan atau tidak adanya dukungan dapat menyebabkan perasaan inferioritas.

5. Tahap Identitas vs. Kebingungan Peran (12--18 tahun)

Pada masa remaja, individu menghadapi tantangan untuk mengidentifikasi siapa diri mereka dan apa tujuan hidup mereka. Krisis ini berfokus pada pencarian identitas. Remaja yang dapat mengeksplorasi berbagai peran dan nilai-nilai akan mengembangkan identitas yang jelas, sementara mereka yang merasa bingung tentang peran mereka akan mengalami kebingungan identitas.

6. Tahap Kedekatan vs. Isolasi (18--40 tahun)

Pada tahap dewasa muda, individu berusaha untuk membangun hubungan dekat dan intim dengan orang lain. Krisis yang dihadapi adalah antara kedekatan (kemampuan untuk membangun hubungan emosional yang kuat) dan isolasi (rasa kesepian dan terputus dari orang lain). Sukses dalam hubungan intim membawa rasa kedekatan, sementara kegagalan dapat menghasilkan perasaan isolasi.

7. Tahap Generativitas vs. Stagnasi (40--65 tahun)

Pada tahap ini, individu mulai mencari cara untuk memberikan kontribusi kepada masyarakat dan generasi berikutnya, baik melalui pekerjaan, keluarga, atau kegiatan sosial. Krisisnya adalah antara generativitas (kemampuan untuk memberikan kontribusi) dan stagnasi (perasaan terhenti atau tidak berkembang). Individu yang merasa bahwa mereka telah memberikan sesuatu yang berarti akan merasa puas, sedangkan yang merasa tidak melakukan kontribusi akan merasa stagnan.

8. Tahap Integritas vs. Keputusasaan (65 tahun ke atas)

Pada tahap akhir kehidupan, individu merefleksikan hidup mereka. Krisis yang dihadapi adalah antara integritas (perasaan bahwa hidupnya berarti dan memuaskan) dan keputusasaan (perasaan menyesal dan tidak puas). Jika individu merasa puas dengan pencapaian mereka, mereka akan merasa integritas. Namun, jika mereka merasa hidup mereka sia-sia, mereka akan merasa keputusasaan.

Secara keseluruhan, teori psikososial Erikson menekankan pentingnya hubungan sosial dalam perkembangan individu. Penyelesaian krisis pada setiap tahap berpengaruh pada perkembangan psikologis yang sehat dan kesiapan individu untuk menghadapi tantangan di tahap berikutnya. Teori ini menunjukkan bahwa perkembangan manusia adalah proses yang berkesinambungan dan dipengaruhi oleh interaksi dengan orang lain, serta konteks sosial dan budaya tempat individu hidup.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun