semenjak angin mendesir di bulu-bulu matanya
menciptakan bunyi seruling sepanjang Anatolia-Konya
ia memahami rindu adalah secangkir Anggur yang memabukkan;
rindu itulah yang mengisi botol-botol Anggur dalam hatinya
apa yang lebih indah dari negeri di atas sajadah merah?
selalu—melulu keheningan menjadi benang yang mengaitkan
kelopak bunga-bunga mawar yang ia pilin menjadi sajadah merah;
tubuhnya adalah api yang dingin; yang menari-nari
bersama bebunyian seruling.
Api berdosa bila menghanguskan cahaya
diatas negeri sajadah merah
ia tak cuma mabuk di sepertiga malam;
terkadang ia minum secangkir Anggur itu di balkon rumahnya;
menghadap kebun Apel yang menghantarkan wewangian musim
atau ia dengan khusu’ duduk pada sebuah batu purba
sambil menghirup aroma tanah dan reranting; ia menari-nari
mabuk bersama seruling yang ditiup-tiup angin dari surga
hatinya selalu berpesta bersama nama yang menjadi dawam
selama berabad-abad. Nurrun Ala Nur; nama yang membuatnya
mabuk sambil berbincang-bincang tentang cinta dan rindu
dengan-Nya.
------------------
El Moccava, Kelapadua 2014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H