izinkan aku meludahi orang-orang yang memenggal leher dan tubuhku,
seolah-olah aku ini anjing kudis di dalam kepompong,
yang tidak berhak bermimpi menjadi kupu-kupu!
/Kuplet Pertama/
ayah yang sekarat memanggul anak-anaknya di atas punggungnya,
ibu yang tabah; ia menangis di atas tubuh ayah, hingga merendam
sebagian darinya, dan membentuk pulau-pulau di wajahnya
air laut yang asin adalah air mata ibu yang miskin.
lalu mereka menyanyikan puji-pujian yang sedih,
meskipun ibu menciptakan komposisinya dari nada-nada yang mayor;
mengetahui hanya kepala ayah yang utuh, mereka menangis
sambil mengibarkan bendera yang dilumuri darah dari bangsa serumpun
ibu meninggal sendirian, jiwanya penasaran
dan ia berkata; “aku kelaparan, dan kalian malah bernyanyi
seperti dengkuran seorang peminta-minta!”
dan mereka akan menyanyikan kuplet pertama dan terakhir,
sampai kiamat tiba di pangkuan ibu yang getir;
/Kuplet Kedua/
ayah yang sekarat kehilangan lehernya dan tangannya dan pinggangnya
buyutnya pernah menyampaikan pesan melalui udara
yang dicengkram burung garuda selama berabad-abad;
“Do’a lebih kuat dan gagah dari sejuta Sultan dan pasukannya!”
lalu mereka ketakutan dengan do’a-do’a yang merantai di leher ayah,
dan sekujur tubuhnya;
mereka mencincang tangannya, dan mengiris-iris tubuhnya
dan melemparnya ke samudra Hindia;
lalu keparat itu berkata; “semoga subur tanah dan jiwaku!”
dan mereka akan menyanyikan kuplet pertama dan terakhir,
sampai kiamat tiba di pangkuan ibu yang getir;
/Kuplet Ketiga/
dan mereka akan menyanyikan kuplet pertama dan terakhir,
sampai kiamat tiba di pangkuan ibu yang getir;
dan mereka akan menyanyikan kuplet pertama dan terakhir,
sampai kiamat tiba di wajah ayah yang getir