Mohon tunggu...
Ramadhan Dwi Prasetyo
Ramadhan Dwi Prasetyo Mohon Tunggu... Dosen - Anggota Asosiasi Dosen Pancasila dan Kewarganegaraan Indonesia

Menulislah, karena dengan menulis suaramu takkan padam ditelan angin, akan abadi, sampai jauh, jauh di kemudian hari.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menimbang Ulang Pendidikan Indonesia: Memperuncing Pikiran atau Memperuncing Cicilan

5 Mei 2024   18:00 Diperbarui: 5 Mei 2024   18:05 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Binus University

Perubahan Ideologi Pendidikan Indonesia

Jika kita menengok kembali cita-cita pendidikan Indonesia, ada perasaan bahwa kita telah menyimpang dari jalur yang diharapkan para pendiri bangsa. Mengutip kata bijak salah satu pendiri bangsa yaitu Tan Malaka bahwasanya 

"Tujuan Pendidikan itu untuk mempertajam kecerdasan, memperkukuh kemauan serta memperhalus perasaan"

Pendidikan seharusnya menjadi alat untuk memperuncing pikiran, mengembangkan kreativitas, dan mendorong inovasi. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan hal yang berbeda.

Penelitian yang dilakukan oleh dosen dan mahasiswa, yang seharusnya membawa manfaat bagi masyarakat, tidak mampu mencapai jantung masyarakat. Akibatnya, hasil riset ini tidak memberikan dampak nyata dalam hal kesejahteraan dan kemakmuran bangsa. 

Pendidikan yang semestinya memupuk jiwa kewirausahaan dan semangat nasionalisme justru lebih sering diorientasikan pada industri dan pasar kerja, yang cenderung menciptakan kompetisi yang keras tanpa memberikan nilai tambah bagi masyarakat luas.

Penelitian yang dilakukan oleh dosen dan mahasiswa, yang seharusnya membawa manfaat bagi masyarakat, sering kali hanya menjadi koleksi di lorong-lorong perpustakaan, mengumpulkan debu tanpa memberikan dampak nyata. 

Terlalu banyak riset yang dilakukan hanya untuk memenuhi persyaratan akademik dan mengejar kenaikan jabatan bagi dosen, tanpa berkontribusi pada pengembangan ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi masyarakat luas. 

Penelitian ini, yang seharusnya bisa menjadi katalisator perubahan dan kemajuan, malah menjadi simbol dari sistem pendidikan yang kurang relevan dan hanya melayani kepentingan akademisi itu sendiri.

Selain itu, kita juga menghadapi fenomena "Belajar Merdeka" dalam implementasi kurikulum "Merdeka Belajar" yang diinisiasi oleh Menteri Pendidikan, Nadiem Makarim. 

Kurikulum ini seharusnya memberikan kebebasan bagi mahasiswa dan dosen untuk mengeksplorasi metode pembelajaran yang lebih fleksibel dan kreatif. Namun, dalam praktiknya, banyak dosen dan perguruan tinggi merasa bingung dan tidak mendapatkan panduan yang jelas. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun