Ibadah haji merupakan rukun Islam kelima yang wajib dilaksanakan para umat muslim Ketika telah mampu dalam melaksankanya (memenuhi kriteria) namun, telah menjadi perbincangan umum dikalangan para umat muslim perihal "bolehkah kita membadalkan haji / umrah seseorang?".
Hal ini biasanya terjadi pada seorang anak yang ingin kedua orang tuanya menunaikan ibadah haji/umrah namun, terhalang oleh kondisi yang menyebabkan mereka tidak mampu menunaikan ibadah tersebut oleh diri mereka sendiri.
Lantas apakah boleh badal haji/umrah dalam islam berdasarkan madzab imam syafi'I, dan apa saja syaratnya bila hal tersebut diperbolehkan?
1. Hukum / Dalil Badal Ibadah Haji dan Umrah
A. Badal Haji
Ibadah haji merupakan salah satu ibadah yang sangat mulia, dan kita sebagai umat muslim wajib melaksanakan ibadah haji apabila kita sudah mampu baik secara fisik atau finansial.
Dalam agama islam badal haji itu boleh dilaksanakan berlandaskan pada sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh muttafaqun 'alaih (Bukhari dan Muslim)
أَنَّ امْرَأَةً مِنْ خَثْعَمَ قَالَتْ يَا رَسُولَ اللهِ إِنَّ أَبِي شَيْخٌ كَبِيرٌ عَلَيْهِ فَرِيضَةُ اللهِ فِي الْحَجِّ وَهُوَ لَا يَسْتَطِيعُ أَنْ يَسْتَوِيَ عَلَى ظَهْرِ بَعِيرِهِ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَحُجِّي عَنْهُ
[رواه البخاري ومسلم]
Artinya: Bahwasanya seorang wanita dari Khos'am berkata kepada Nabi Muhammad SAW: wahai Rasulullah sesungguhnya ayahku telah tua renta, baginya ada kewajiban Allah SWT dalam berhaji, dan dia tidak bisa duduk tegak di atas punggung onta. Lalu Nabi Muhammad SAW bersabda: Hajikanlah dia. (HR. Bukhari dan Muslim)
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ امْرَأَةً جَاءَتْ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ إِنَّ أُمِّي نَذَرَتْ أَنْ تَحُجَّ فَمَاتَتْ قَبْلَ أَنْ تَحُجَّ أَفَأَحُجَّ عَنْهَا قَالَ نَعَمْ حُجِّي عَنْهَا أَرَأَيْتِ لَوْ كَانَ عَلَى أُمِّكِ دَيْنٌ أَكُنْتِ قَاضِيَتَهُ قَالَتْ نَعَمْ فَقَالَ اقْضُوا اللهَ الَّذِي لَهُ فَإِنَّ اللهَ أَحَقُّ بِالْوَفَاءِ .
[رواه البخاري]
Artinya: Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa seorang perempuan datang kepada Nabi Muhammad SAW, lalu berkata: Sesungguhnya ibuku telah bernadzar untuk berhaji, lalu ia meninggal dunia sebelum ia melaksanakan haji, apakah saya harus menghajikannya? Nabi Muhammad SAW bersabda: Ya hajikanlah untuknya, bagaimana pendapatmu seandainya ibumu memiliki tanggungan hutang, apakah kamu akan melunasinya? Ia menjawab: Ya. Lalu Nabi Muhammad SAW bersabda: Tunaikanlah hutang (janji) kepada Allah SWT, karena sesungguhnya hutang kepada Allah SWT lebih berhak untuk dipenuhi. (H.R Bukhari)
Ulama keempat mazhab juga telah sepakat bahwa hukum badal haji sebagaimana yang dikutip dari laman cimbniaga.co.id meskipun, sudah dikatakan boleh hukumya badal haji dalam islam bukan berarti semua orang dapat membadalkan haji atau dibadalkan haji, terdapat syarat dan ketentuan yang melatarbelakangi dibolehkannya badal haji.
a. Ketentuan Badal Haji
- Umur dan kondisi tubuh yang sudah tidak prima (lansia)
Dalam mazhab imam syafi'I seseorang boleh dibadalkan hajinya dalam beberapa kondisi dan kriteria salah satunya ialah Ketika telah lanjut usia dan tubuhnya tidak mampu untuk menunaikan ibadah haji secara mandiri maka diperbolehkan baginya badal haji sebagaimana kutipan hadist pertama diatas yang menceritakan tentang seorang anak yang mengadukan kondisi ayahnya yang "sudah tua renta dan dia tidak bisa duduk tegak di atas punggung onta " namun, dia ingin menunaikan ibadah haji untuk ayahnya, maka Rasulullah SAW pun menyuruhnya untuk berhaji atas nama ayahnya.
- Nazar
Hukum menunaikan nazar ialah wajib karena ini ialah janji kita pribadi kepada Allah SWT dan ketika seseorang bernazar untuk menunaikan ibadah haji namun ia meninggal dikemudian hari sementara nazarnya belum terpenuhi maka badal haji diperbolehkan untuknya sebagaimana kutipan hadist kedua diatas dimana seorang anak mengadu kepada Rasulullah bahwa ibunya bernazar ibadah haji namun ia meninggal sebelum menunaikannya. Lantas Rasulullah SAW bertanya kepadanya "bagaimana pendapatmu seandainya ibumu memiliki tanggungan hutang, apakah kamu akan melunasinya?" dan anak itupun mengatakan iya sehingga Rasulullah SAW menyuruhnya untuk membayar hutang ibunya (menunaikan nazar ibunya) yang belum sempat ia tunaikan semasa hidup.