Mohon tunggu...
Rama Adam
Rama Adam Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Millah Ibrahim: Jurus Mabuk Gafatar Menghindar dari Hukum

27 Januari 2016   15:22 Diperbarui: 27 Januari 2016   16:00 329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Lewat keterangan persnya di LBH Jakarta mantan ketua gafatar  Mafhul Muis Tumanurung menyatakan bahwa gafatar keluar dari Islam dan menjadi Millah Ibrahaim. Menjadi pertanyaan motif dibalik pernyataan-pernyataan dalam konfrensi pers tersebut. Pertama menghindari  gafatar dan pengikutnya menjadi subyek hukum dalam perkara penodaan agama.  Kelompok gafatar, dengan tidak lagi sebagai subyek hukum perkara penistaan agama, mereka berasumsi akan terbebas dari proses hukum pidana berkaitan dengan penistaan agama.

Kedua, adalah upaya mendistorsi informasi kepada publik bahwa mereka bukan perkumpulan agama, tapi hanya perkumpulan petani yang sedang dizolimi, sedangkan mereka menganggap niat mereka mulia. Dengan kata lain, mereka adalah ormas biasa yang harusnya dilindungi dan didukung programmnya. Ketiga, upaya unutk mendiskreditkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dengan menyatakan bahwa MUI tidak berhak mengeluarkan fatwa sesat kepada mereka.

Mereka juga menggap bahwa MUI tidak lebih dari ormas seperti gafatar. Padahal sebagaimana diketahui MUI adalah para Ulama yang mempunyai kapasitas keilmuan dan Keislaman untuk memberikan fatwa yang berkaitan dengan kehidupan berbangsa dan bernegara di Negara Kesatuan Repubik Indonesia ini.

Dasar Hukum Pemidanaan Pelaku Penodaan atau Penistaan Agama.

Undang-undang No. 1 Tahun 1965 dalam pasal 1 menyebutkan:

Setiap orang dilarang dengan sengaja di muka umum menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum, untuk melakukan penafsiran tentang sesuatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang meyerupai kegiatan-kegiatan keagamaan dari agama itu, penafsiran dan kegiatan yang mana menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama itu.

Ketentuan Pidana pelanggaran Pasal 1 diatur secara tegas dalam Pasal 4 yang berbunyi:

Pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana diadakan pasal baru yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 156a

Dipidana dengan Pidana penjara selama-lamanya lima tahun barang siapa dengan sengaja  di muka umum mengeluarkan  perasaan atau melakukan perbuatan:

a.   Yang pada pokoknnya bersifat permusuhan, penyalah-gunaan atau penodaan agama terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia;

b.   Dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apapun juga, yang bersendikan ke-Tuhanan yang Maha Esa;

Pernyataan sekaligus penistaan gafatar

Pernyataan keluar dari Islam yang mainstream menjadi menimbulkan pertanyaan mengenai apa yang dimaksud islam mainstream dan apa yang dimaksud Millah Ibrahim. Jika yang dianggap Islam Ahli Sunnah Wal Jama’ah yang dianggap Islam mainstream jelas bahwa pernyataan tersebut sama saja mengatakan ada yang salah dengan Islam yang dianut mayoritas penduduk Indonesia, jelas itu penghinaan terhadap Islam dan pengikutnya. Dan merupakan perbuatan yang harus di pidana.

Bahwa Millah Ibrahim yang dinyatakan menjadi pegangan hidup para eks gafatar tidak sepenuhnya keluar dari agama, menurut MUI Millah Ibrahimmnya gafatar tetap menggunakan dalil-dalil yang ada dalam ajaran Islam khususnya, tapi dimodifikasi sesuai kepentingan dan kemauan gafatar. Terlebih lagi gafatar menganggap Ahmad Musadeq sebagai kiai atau guru yang menjadi narasumber spiritual gafatar. Sehingga sangat sulit memisahkan kesesatan Ahmad Musadeeq yang telah dipidana 2,5 tahun penjara karena menistakan Islam dengan mengaku nabi lewat ajaran sesat Al-qiyadah Al-islamiyah, dengan gafatar yang berubah menjadi millah Ibrahim.

MUI pada 2007 yang lalu pernah menobatkan Musadeeq dan membimbing ke jalan yang benar. Ternyata hal tersebut hanya sebagai kamuflase untuk meringankan hukuman, pengikut syiah rafidah biasa menyebutnya taqiyyah. Al-qiyadah Al-islamiyah sendiri merupakan sempalan kelompok NII (Negara Islam Indonesia) yang bermaksud mendirikan Negara Islam Indonesia.

Retorika Dangkal Kaum “Dizalimi”.

Mafhul Muis Tumanurung menyatakan bahwa mereka tidak bersalah, mereka bukan teroris, bukan koruptor dan tidak menyakiti orang lain. Pernyataan  mengharapkan simpati ini tidaklah tepat jika kita melihat sistem hukum Indonesia secara komprehensif. Bahwa terdapat banyak perbuatan yang dirumuskan sebagai tindak pidana, termasuk penistaan dan penodaan terhadap agama yang tidak hanya melecehkan agama tapi merendahkan orang-orang yang beragama. Bahkan rencana mendirikan Negara di dalam NKRI merupakan tindakan makar. Wapres Jusuf Kalla telah menerima informasi bahwa gafatar sudah mempunyai struktur pemerintah sendiri, menyatakakan bahwa dengan alasan tersebut gafatar harus dibubarkan.

Langkah pengurus gafatar tentunya tidak lebih dari upaya lari dari tanggung jawab hukum dan kekhawatiran  akan timbul dari proses hukum. Seperti juga ‘nabi’ mereka Ahmad Musadeeq yang takut berlama-lama di penjara, yag sampai harus pura-pura bertobat agar mendapat remisi, tapi setelah keluar mendirikan Komar (Kelompok Millah Ibrahim). Hal tersebut dianggap langkah strategis, namun justru menunjukkan lemahnya spirit perjuangan yang mereka dengungkan.

KH. Tengku Zulakrnain, Wakil Sekjen MUI menyatakan keluarnya gafatar dari Islam hanya tipu muslihat belaka. Ketua Dewan Pertimbangan MUI Din Syamsudin juga telah menyatakan bahwa gafatar sesat dan menyesatkan. Bukti-bukti telah disampaikan kepada Kejaksaan Agung RI  oleh Tim Pengawasan Aliran Kepercayaan (Pakem), dan mendorong MUI segera mengeluarkan fatwa berkaitan dengan gafatar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun