Mohon tunggu...
Ralindra Kartanama
Ralindra Kartanama Mohon Tunggu... Lainnya - Aquarius '96

Berisi kumpulan cerita pendek.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Nadine

5 Februari 2023   17:50 Diperbarui: 5 Februari 2023   18:01 391
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nadine tampak begitu terkejut ketika berjalan menuju ke rumah. Di kejauhan, sepintas ia melihat ibunya turun dari mobil yang terparkir di depan rumah. Akhirnya, sang ibu pulang ke rumah setelah sekian hari pergi tanpa kabar.

Setiba di rumah, Nadine memberondongnya dengan pertanyaan.

“Ibu dari mana saja? Apakah ibu sibuk kerja hingga tak pulang ke rumah?”

“Ya.”

“Memangnya ibu kerja di mana?”

“Kau tak perlu tahu aku kerja di mana”

“Lalu selama ini ibu tinggal di mana?”

“Apakah itu penting?”

“Tapi, kami khawatir, Bu. Ayah selalu menanyakan ibu."

Sementara ibunya tampak begitu tergesa-gesa mengambil tumpukan baju di dalam lemari dan barang apa saja di kamarnya, lantas melemparnya ke dalam koper. Ia tak menghiraukan Nadine.

Nadine jadi bingung melihat tingkah ibunya mondar-mandir di kamar. Dengan polosnya Nadine bertanya, "Ibu mau ke mana?"

"Aku mau pergi. Jaga ayahmu."

"Ibu mau pergi ke mana?"

"Dasar cerewet! Lebih baik tutup mulutmu! Tak usah ikut campur urusan orang tua!"

“Apa ibu tak ingin menemui ayah di rumah sakit?”

“Sudah cukup!”, bentak sang ibu, “Sekarang kau tinggal pilih. Ingin hidup bersama ayahmu yang sakit-sakitan itu, atau ikut pergi bersamaku?”

Begitu mendengar ibunya akan pergi dari rumah, hatinya berkecamuk. Namun ia tak bisa berbuat apa-apa, apalagi berkomentar banyak selain hanya berdiri mematung mengamati sang ibu tampak sibuk mengemasi barang-barangnya. Persis. Terdengar suara dehaman seorang pria di ruang tengah.

Diam-diam Nadine mengawasi gerak-gerik pria itu di balik tembok dinding. Timbul rasa benci dihati ketika baru kali pertama menyaksikan seorang pria bergaya parlente itu duduk dengan menyilangkan kaki di sofa sambil mengisap sebatang rokok. Tanpa perlu bertanya kepada ibunya siapa pria itu, Nadine segera tahu.

Sang ibu baru selesai berkemas dan hendak menggeret koper keluar kamar ketika Nadine menemuinya kembali. Untuk kali kedua sebelum sang ibu menimpali dengan pertanyaan yang sama, Nadine sudah temukan pilihannya.

Mendengar kabar ibunya pergi meninggalkan mereka. Kondisi kesehatan ayah makin buruk dengan riwayat penyakit kanker yang dideritanya. Barangkali kepergian ibu kerap menambah beban pikiran ayah. Dan selama masa-masa sulit itu hanya Nadine yang selalu setia menemani sang ayah hingga nafas terakhir.

Sampai suatu ketika, ibunya datang menjemput serta mengajak Nadine untuk tinggal bersamanya. Namun, Nadine menolak ajakan ibunya sehingga membuat sang ibu murka.

“Dasar anak keras kepala, tak tahu diuntung! Apa kau ingin hidup bersama dengan ayahmu di dalam tanah?!”

Lantas sang ibu pun pergi meninggalkan Nadine begitu saja.

Suatu hari, seorang wanita paruh baya mendatangi rumah Nadine lantas mengetuk pintu kamarnya. Namun karena tahu Nadine masih tidur, jelas ia menunggu Nadine hingga terbangun.

Menjelang siang, pintu kamar terbuka. Nadine agak terperanjat melihat kehadiran seorang wanita yang tiba-tiba menyambutnya di depan pintu kamarnya. Rupanya itu sang bibi, kakak dari ibunya.

“Astaga..”, kata sang bibi. Seraya memerhatikan perubahan pada diri Nadine yang agak kacau, “Dirimu semakin terlihat kurus dan tak terurus!”, lantas sang bibi memeluknya.

“Mengapa bibi tak membangunkanku?”

“Bibi takut mengganggu istirahatmu, sayang.”

“Ngomong-ngomong, apa yang membuat bibi bisa datang ke sini?”

"Bibi sangat merindukanmu. Sudah lama sekali bibi tak mengunjungimu. Setelah kutanya ibumu, kata dia, kau sangat sulit untuk dihubungi. Jadi, bibi memutuskan untuk datang ke sini karena bibi begitu sangat khawatir dengan keadaanmu. Sekarang mandilah dulu. Ada yang mau bibi bicarakan."

Kemudian sang bibi pun menyatakan maksud kedatangannya hingga membuat Nadine tercenung.

“Pertimbangkan ini baik-baik. Bibi tak ingin memaksamu. Bagaimana? Apa kau mau tinggal bersama bibi? Apa kau tak keberatan? Lagi pula, gadis cantik sepertimu tak pantas hidup seorang diri di rumah ini. Dan lihatlah dirimu sekarang, bukankah seharusnya kau tumbuh menjadi seorang gadis yang cantik?”

Kepedulian sang bibi membuat hati Nadine terenyuh. Tak menunggu waktu lama, segera saja Nadine menerima tawaran itu dan menjalani kehidupan baru bersama sang bibi.

Hidup bersama dengan sang bibi yang belum lama ini sikapnya mulai berubah, semakin Nadine menderita...

***

“Klise. Mudah ditebak. Namun aku tidak mengatakan bahwa cerpenmu ini buruk.”, komentar lelaki itu kemudian lewat pesan WA kepada kekasihnya. Tak sempat lelaki itu membaca habis cerpen karangan dari kekasihnya yang berjudul "Nadine" karena mulutnya telanjur menguap.

"Apa sebaiknya aku menulis ulang lagi, ya?"

Namun, lelaki itu sudah jatuh tertidur.

Tumbang Danau, 05 Februari 2023

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun