Pendahuluan
Tolak politisasi SARA pada pemilu 2024 merupakan sikap yang penting dan berarti untuk menjaga integritas, keadilan, dan keberagaman dalam proses demokrasi. Politisasi SARA merujuk pada penggunaan isu-isu sensitif seperti Suku (S), Agama (A), Ras (R), dan Antargolongan (A) untuk kepentingan politik, yang dapat memecah belah masyarakat dan memicu konflik.
Dalam konteks pemilu, politisasi SARA mengacu pada memanfaatkan perbedaan agama, suku, ras, atau golongan sebagai alat untuk mendapatkan dukungan politik atau meraih kekuasaan. Hal ini melibatkan penyebaran narasi yang berpotensi menghasut kebencian, diskriminasi, atau memperkuat stereotipe negatif terhadap kelompok tertentu.
Tolak politisasi SARA adalah upaya untuk mendorong pemilihan yang berdasarkan pada kualitas calon, visi, dan program kerja mereka, bukan pada faktor-faktor identitas yang sensitif. Berikut beberapa alasan mengapa kita harus menolak politisasi SARA:
1. Menghormati prinsip demokrasi: Demokrasi mengutamakan kesetaraan, kebebasan, dan keadilan bagi semua warga negara. Politisasi SARA melanggar prinsip ini karena memperkuat ketidakadilan dan diskriminasi berdasarkan identitas.
2. Mempertahankan persatuan dan keberagaman: Politisasi SARA dapat memecah belah masyarakat dengan mengaitkan politik dengan identitas agama, suku, atau ras. Hal ini dapat mengancam persatuan dan merusak keberagaman yang menjadi kekayaan negara.
3. Menghindari konflik sosial: Politisasi SARA berpotensi memicu konflik sosial dan ketegangan antargolongan. Dalam konteks yang lebih luas, hal ini dapat menyebabkan ketidakstabilan politik dan keamanan.
4. Fokus pada isu substansi: Dengan menolak politisasi SARA, kita dapat mendorong diskusi yang lebih konstruktif tentang isu-isu substansi seperti ekonomi, pendidikan, lingkungan, dan kesejahteraan sosial. Hal ini memungkinkan pemilih untuk membuat keputusan yang berdasarkan pada pemahaman yang lebih baik tentang visi dan rencana calon.
5. Mendorong kepemimpinan yang inklusif: Dalam demokrasi yang sehat, pemimpin harus mampu mewakili dan mengabdi kepada seluruh rakyat tanpa memandang latar belakang identitas. Dengan menolak politisasi SARA, kita dapat mendorong pemilihan pemimpin yang berkomitmen pada prinsip inklusivitas dan keadilan bagi semua warga negara.
Untuk mewujudkan pemilu yang bebas dari politisasi SARA, diperlukan upaya kolektif dari semua pihak, termasuk pemilih, partai politik, media, dan lembaga penyelenggara pemilu. Pendidikan politik yang inklusif, pengawasan yang ketat terhadap narasi politik yang merugikan, serta hukum yang tegas terhadap pelanggaran terkait politisasi SARA juga merupakan langkah-langkah yang penting untuk mencapai tujuan tersebut.
Kesimpulan