Mohon tunggu...
Djoko Nawolo
Djoko Nawolo Mohon Tunggu... Freelancer - Seorang pemerhati sosial

Sekedar menyalurkan hobi berceloteh tentang segala hal

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Saya Indonesia, Saya Pancasila

1 Juni 2017   09:38 Diperbarui: 1 Juni 2017   10:01 655
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemaren sore saya sempat membicarakan makna video di youtube ini.

Tadi malam saya nonton acara Mata Najwa di TV dengan thema Pancasila. Pagi tadi, saya mengikuti upacara Hari Lahir Pancasila. Dari amanat Presiden RI yang dibacakan oleh Irup, terlihat betapa besarnya kekuatiran kita akan ancaman terhadap Pancasila sebagai alat pemersatu bangsa Indonesia, dan betapa pentingnya revitalisasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan masyarakat Indonesia saat ini,

Bagi saya, hal yang paling menarik dari program Mata Najwa tadi malam adalah ketika terjadi dialog dengan Afi (seorang alumnus siswi SMA di Banyuwangi yang status "warisan" nya viral di media sosial), kemudian dibahas olehKang Emil (Walikota Bandung). Substansi dialog itu kemudian mengingatkan saya pada substansi konten video itu.

Secara garis besar, baik Afi maupun Kang Emil menganggap bahwa pembumian atau penanaman nilai-nilai Pancasila dimasyarakat Indonesia saat ini tidak lagi bisa bersifat indoktrinasi seperti jaman dulu. Pancasila harus dipahamkan kepada masyarakat, khususnya generasi muda secara praktis, melalui keteladanan dengan menggunakan metoda-metoda yang kontekstual dan kekinian.

Saya rasa argumen tersebut sangat logis dihadapkan pada paradigma sosial yang berlaku saat ini, dimana kehidupan masyarakat begitu dinamis dan sangat mudah berubah, dipengaruhi oleh perkembangan komunikasi yang terus berlangsung secara cepat. Oleh karenanya, metode penanaman nilai-nilai Pancasila juga harus lebih inovatif dan adaptif terhadap paradigma sosial tersebut. Bila tetap menggunakan pola-pola konvensional yang bersifat indoktrinatif, maka Pancasila akan dianggap sebagai barang basi yang tidak menarik, bahkan cenderung disisihkan. Akan berbeda hasilnya jika metodenya dirubah menjadi lebih atraktif, inovatif dan inovatif, maka masyarakat akan tertarik dengan sendirinya.

Kita bisa melihat dalam video, bagaimana seorang pengemis yang menggunakan metode konvensional, yang mungkin pada jamannya dulu berhasil mendapatkan uang yang banyak. Namun ketika metode itu dipertahankan dan diterapkan lagi saat sekarang, ternyata hasilnya sangat jauh dari harapan.

Untung ada seseorang wanita muda yang melakukan sedikit inovasi dengan melakukan perubahan kalimat yang tertulis di kertas. Ide kreatif itu, membuat tulisan di kerjat jadi lebih menarik dan menyentuh hati, lebih atraktif bagi orang lain yang melewatinya, dan dengan sendirinya akhirnya mampu memberikan hasil yang baik.

Jadi..... mari kita ciptakan kreasi-kreasi baru yang inovatif, adaptif dan lebih atraktif untuk membumikan kembali nilai-nilai Pancasila dalam sanubari bangsa Indonesia, agar tidak terjadi perpecahan yang mengancam kedaulatan NKRI yang kita cintai ini.

Saya Indonesia, Saya Pancasila

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun