Mohon tunggu...
Djoko Nawolo
Djoko Nawolo Mohon Tunggu... Freelancer - Seorang pemerhati sosial

Sekedar menyalurkan hobi berceloteh tentang segala hal

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mengais Rezeki Politik dari Luar Batang

12 April 2016   16:36 Diperbarui: 12 April 2016   16:40 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sungguh, setiap hari kita disuguhi tontonan menarik dari atas panggung politik negeri ini. Semua hal yang terjadi di sekeliling kita, seolah-olah tidak bisa dilepaskan sepenuhnya dari apa yang sedang terjadi diatas pentas politik. Pertarungan kepentingan diatas sana telah mampu mendramatisir, bahkan hal-hal kecil sekalipun, yang sedang terjadi.

DKI adalah ibukota negara. Apapun yang terjadi di DKI dapat menjadi barometer situasi umum negara ini, sehingga daya tarik untuk menjadi 'penguasa' DKI seolah-olah hanya beda tipis saja dengan daya tarik menjadi Presiden RI. Kontestasi di wilayah yang besarnya hanya secuil inipun tidak kalah panas dengan pertarungan memperebutkan kursi RI-1. Oleh karenanya, setiap apa yang terjadi di ibukota negara ini selalu menjadi santapan menarik untuk diperebutkan. Apa yang tidak biasanya diributkan jika terjadi di daerah lain, seolah-olah menjadi sebuah perang, jika itu terjadi di DKI.

Penertiban yang dilakukan oleh Pemprov DKI terhadap kawasan Kampung Luar Batang kemaren, melahirkan kontroversi baru, yang tidak terlepas dari peran media dalam memberitakannya. Penggunaan istilah PENGGUSURAN yang sering digunakan oleh media tentu saja membentuk opini dan persepsi publik yang berbeda, apabila dibandingkan dengan istilah PENERTIBAN yang sebenarnya sedang dilakukan oleh Pemprov DKI.

Istilah PENGGUSURAN lebih cenderung dipersepsikan oleh publik sebagai sebuah tindakan semena-mena oleh pemegang kekuasaan untuk merebut hak dan mengusir masyarakat yang keberadaannya diakui secara yuridis formal. Dalam kaitannya dengan Kampung Luar Batang, yang dilakukan Pemprov DKI sebenarnya adalah PENERTIBAN, yaitu menertibkan aset negara yang dihuni secara tidak sah oleh orang lain. Penertiban itupun juga dilakukan secara prosedural dan tidak semena-mena, karena masyarakat yang selama puluhan tahun menempati kawasan tersebut secara tidak sah kemudian dipindahkan ke perumahan yang disiapkan oleh Pemprov DKI.

Namun, sebagaimana biasanya, publik cenderung 'memilih' untuk membentuk persepsinya berdasarkan berita yang sudah diolah oleh media berdasarkan berbagai kepentingan. Apalagi, hal itu terjadi menjelang berlangsungnya peristiwa politik terpenting kedua di negeri ini, yaitu Pilkada DKI yang akan menentukan arah kebijakan pemerintahan Provinsi DKI, Ibukota negara dan dapat dipastikan bahwa apa yang akan terjadi di DKI memiliki pengaruh signifikan terhadap situasi politik negara secara keseluruhan. Istilah PENGGUSURAN sepertinya lebih melekat dalam benak publik dan jauh lebih sering digunakan dibandingkan dengan istilah PENERTIBAN, karena nilai jualnya pun jauh lebih tinggi bagi kepentingan komersial media.

Bila melihat secara jernih kronologis penertiban Kampung Luar Batang, Pemprov DKI sebenarnya telah melakukan mekanisme atau prosedur sosialisasi yang cukup panjang. Namun, ditengah-tengah situasi politis Ibukota yang semakin memanas seperti saat ini, pandangan mereka yang memiliki kepentingan politis seolah-olah sengaja dipalingkan untuk tidak melihat mekanisme yang telah dilakukan Pemprov DKI. Berbagai pihak justru lebih asyik mencari-cari celah untuk bisa 'menggugat' apapun yang sedang dilakukan oleh Gubernur yang pada saat ini sedang memimpin Provinsi DKI. Isu-isu populer seperti 'kesewenang-wenangan terhadap rakyat kecil' maupun isu agama seperti 'penggusuran Masjid Luar Batang' maupun 'penghancuran nilai-nilai sejarah budaya' digunakan untuk menarik simpati publik guna menentang upaya penertiban tersebut.

Ketika Pemprov DKI tak bergeming dengan berbagai isu yang dihembuskan untuk menggugat penertiban itu, dan kemudian melanjutkan rencana penertiban dengan meminta bantuan sekitar 4 ribu personel Polri dan TNI, pihak-pihak yang memiliki kepentingan politis melihat hal ini sebagai celah yang juga bisa dieksploitasi. Pelibatan TNI dalam proses penertiban Kampung Luar Batang kemudian dipersoalkan dan dianggap inkonstitusional serta menyalahi kodrat TNI yang tugas pokoknya bertempur membela rakyat. Meninggalnya dua orang warga yang menurut media akibat shock mengetahui 'penggusuran yang melibatkan ribuan aparat' menambah amunisi pihak-pihak tersebut untuk semakin menghembuskan isu 'kemudharatan' pengerahan TNI dalam kegiatan Pemprov DKI.

Klausul dalam UU TNI yang mengatakan bahwa 'pengerahan TNI harus didasarkan pada kebijakan dan keputusan politik negara' lebih banyak diekspose, walaupun dalam UU tersebut dikatakan bahwa salah satu tugas TNI dalam rangka OMSP (Operasi Militer Selain Perang) adalah membantu pemerintah daerah.

Perdebatan tentang pelibatan TNI dalam membantu pemerintah daerah, khususnya pada kasus Kampung Luar Batang sulit mencapai titik temu bila dilihat dari aspek yuridis formalnya, karena memang ada semacam 'kesengajaan' untuk menciptakan ruang yuridis yang kosong selama 12 tahun, agar TNI lebih mudah diserang dari segala arah, dalam pengabdiannya kepada masyarakat. Perdebatan yang nyaris tidak pernah terjadi di wilayah lain maupun dibawah kepemimpinan kepala daerah yang lain, justru sangat intens dilakukan dalam kasus Kampung Luar Batang ini. Sangat jelas terlihat bahwa sebenarnya yang sedang terjadi adalah sebuah perang politik. Isu SARA, kepentingan rakyat kecil, pelibatan TNI dan lain-lainnya hanyalah dijadikan sebagai alat oleh pihak-pihak yang sedang bertarung secara politis.

Publik seolah-olah lupa bahwa TNI tidak membantu si X yang kebetulan sedang menjadi kepala daerah, tetapi membantu PEMERINTAH DAERAH yang merupakan kepanjangan tangan pemerintah pusat di daerah, untuk menjalankan fungsi-fungsi dan tugas negara di daerah, siapapun kepala daerah atau pemimpinnya. Selama pemerintah daerah melakukan sesuatu didasari oleh pemikiran tentang kepentingan masyarakat dalam konteks yang luas, TNI akan terus berkomitmen untuk membantunya.

Memang tidak mudah membendung persepsi pihak-pihak yang berkepentingan, yang menghembuskan isu bahwa TNI sengaja dibenturkan dengan rakyat. Tetapi perlu diingat bahwa mereka yang membuat pernyataan-pernyataan seperti itu hanya mendasarkan pernyataannya pada imajinasi mereka semata. Mereka tidak pernah secara langsung berada di lokasi kegiatan, sehingga realitas yang menunjukkan bahwa TNI justru membantu masyarakat mengamankan barang-barang dan lingkungannya tidak pernahg mereka pahami. Dengan imajinasi itulah, mereka mencoba untuk membentuk persepsi dan opini publik.

Semoga saja publik kita telah benar-benar sadar dan pintar untuk bisa memahami kepentingan-kepentingan politis mereka yang ditumpangkan pada kesulitan masyarakat untuk mencari keuntungan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun