Kalau kita pernah nonton film The Amazing Spiderman, mungkin kita masih ingat bagaimana niat baik Peter Parker, si Spiderman, dihalang-halangi oleh Kapten George Stacy, Kepala Polisi New York, ayah Gwen Stacy yang merupakan teman wanita Peter Parker, si laba-laba.
Sebagai kepala polisi, Kapten Stacy tidaklah keliru jika berprinsip bahwa semua kejahatan yang terjadi di wilayahnya haruslah ditangani oleh polisi, tidak boleh orang lain campur tangan mengatasi masalah kriminalitas. Hanya saja, menurut saya dia terlalu kaku memegang prinsip itu, sehingga walaupun kehadiran Spiderman sangatlah didambakan oleh masyarakat New York yang sedang diteror oleh monster Lizard, dan polisi tidak mampu mengatasinya namun Kapten Stacy tetap tidak bisa menerimanya.
Dia bersikeras menganggap bahwa apa yang dilakukan oleh Spiderman adalah INKONSTITUSIONAL dan harus dihentikan.
Inilah yang kemudian menjadi dilema bagi Spiderman. Disatu sisi, dia ingin melindungi masyarakat New York dari terror monster Lizard, dan disisi yang lain dia harus berhadapan dan sekaligus melindungi polisi yang ingin menangkap si Lizard dan menghentikan aksi Spiderman. Menghadapi dilema tersebut, Spiderman sempat terlihat MUTUNG dan tidak mau lagi melibatkan dirinya memberantas kejahatan. Tetapi, panggilan jiwanya yang tulus tetap saja memenangkan perang bathin tersebut, dan pada akhirnya kehadirannya bisa diterima oleh masyarakat maupun polisi yang semula memusuhinya.
Beberapa hari belakangan, masih dalam suasana “pertempuran” politik dan gengsi institusional, beredar lagi sebuah kajian Puslitbang Polri tahun 2012 yang mengkaji RUU Kamnas dari tinjauan hukum. Kajian itu pula (ditambah dengan faktor-faktor penguat lainnya) yang kemudian membuat DPR tidak pernah mengesahkan RUU Kamnas menjadi Undang-Undang, sehingga Presiden Indonesia yang dianggap hebat dan pintar sekelas SBY pun tidak berkutik, dan harus menyiasatinya dengan mengeluarkan Inpres Nomor 2 Tahun 2013 tentang Penanganan Gangguan Keamanan Dalam Negeri yang tentu saja derajatnya jauh dibawah undang-undang.
Kelihatannya pemikiran mereka yang menolak RUU Kamnas ini memiliki kemiripan dengan cara berpikirnya Kapten Stacy, bahwa semua bentuk kejahatan atau kriminalitas hanyalah boleh dihadapi oleh polisi. Selain polisi, maka dianggap inkonstitusional. Sebagaimana yang terdapat dalam cerita Amazing Spiderman, konstitusi memang tidak pernah mengatur laba-laba untuk membasmi kejahatan, demikian pula dengan aturan perundang-undangan di negeri ini. Tidak ada atau belum ada aturan perundang-undangan yang mengatur pelibatan TNI dalam mengatasi gangguan keamanan nasional.
Oleh karenanya, kalau semua yang dilakukan oleh TNI dalam membantu masyarakat Indonesia saat ini dihadapkan pada aturan perundang-undangan, mungkin 80% akan dinilai inkonstitusional, karena sejak keluarnya UU No34 Tahun 2004 tentang TNI, belum ada satupun aturan perundang-undangan lainnya yang disediakan oleh legislatif untuk mengatur dan mengakomodir persoalan-persoalan teknis yang dilakukan oleh TNI dalam pengabdiannya kepada masyarakat, bangsa dan Negara. TNI hanya diberi satu tugas pokok menjaga kedaulatan Negara dalam OMP dan 14 tugas tambahan dalam OMSP yang pengerahannya harus didasarkan pada kebijakan dan keputusan politik Negara.
Satu ‘celah’ yang ada dalam UU TNI tersebut yaitu di pasal 20 ayat (2), yang mengatakan bahwa "penggunaan kekuatan TNI dalam rangka melaksanakan operasi militer selain perang, dilakukan untuk kepentingan pertahanan negara dan/atau dalam rangka mendukung kepentingan nasional sesuai dengan peraturan perundang-undangan", rasanya tidak cukup lebar sebagai pintu masuknya TNI ke dalam bidang tugas yang lain, karena masih ada penekanan “sesuai dengan peraturan perundang-undangan”, dimana aturan itu belum pernah ada sejak 15 tahun yang lalu.
Lantas, apakah karena alasan konstitusional itu TNI harus diam saja, atau MUTUNG melihat gangguan keamanan nasional yang membahayakan kehidupan masyarakat, bangsa dan negara? seperti SPIDERMAN yang sempat membiarkan si monster Lizard membahayakan masyarakat New York.
Tentu saja tidak boleh demikian...!!!.
Barangkali banyak yang lupa (atau pura-pura tidak tahu) bahwa TNI ini adalah aparat Negara, yang bila tidak sedang berperang seharusnya dimanfaatkan oleh negara untuk membantu mengatasi berbagai persoalan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dalam konteks mengatasi berbagai persoalan sosial, TNI pun selama ini ikut aktif melilbatkan diri karena diminta oleh institusi Negara yang membidanginya, seperti BNPB saat terjadi bencana alam atau BASARNAS saat terjadi musibah kecelakaan dan sebaiknya.
Apakah TNI harus menolak permintaan bantuan dari institusi Negara yang ingin menyelamatkan rakyat Negara ini dari berbagai persoalan? Sudah cukup kuatkah institusi ‘yang berwenang’ untuk mengatasi semuanya? Kalau instansi yang berwenang sudah cukup mampu melakukan tugasnya, kenapa masih terjadi banyak persoalan dalam pelaksanaannya? Apakah persoalan-persoalan bangsa harus dibiarkan saja hanya karena alasan konstitusional ?
Pertanyaan-pertanyaan itulah yang seharusnya dijawab terlebih dahulu agar justifikasinya fair dan tidak malah melemahkan semangat menjaga keamanan nasional. Bila memang legislatif bekerja untuk kepentingan masyarakat seperti yang selama ini menjadi klaimnya, seharusnya mengapresiasi pelibatan TNI dalam mengatasi persoalan keamanan nasional dalam arti luas (bukan sekedar kamtibmas). Dalam beberapa kasus (misalnya narkoba), TNI bahkan berani membuka diri dengan melakukan pembersihan internal institusinya dan mengumumkan hasilnya kepada publik. Hal itu tentu saja merupakan langkah positif dan berani, yang tidak dilakukan oleh institusi lainnya, untuk mengawali hal baik dari dalam dirinya sendiri.
Kalau memang apa yang dilakukan oleh TNI dianggap tidak konstitusional, maka buatlah menjadi konstitusional. Terbitkanlah aturan perundang-undangan yang memberikan landasan hukum kepada TNI untuk lebih bisa mengabdi kepada masyarakat, bangsa dan Negara. Jangan dibiarkan TNI berada di ruangan kosong tanpa dibekali apa-apa, tangan dan kaki diikat oleh satu-satunya landasan yuridis, hanya agar lebih mudah ditonjok dari segala arah tanpa bisa melawan.
Kita tentunya tidak mengharapkan TNI menjadi SPIDERMAN yang MUTUNG karena dihalang-halangi oleh Kapten Stacy dengan alasan konstitusional.
Ataukah jangan-jangan yang menghalang-halangi itu menjadi bagian yang memperoleh keuntungan dari tidak cawe cawe nya TNI? Dan jangan-jangan, benar juga tudingan beberapa pihak bahwa ada kepentingan besar dari luar sana yang tidak menghendaki Indonesia terbentengi dengan kuat.
Who knows ?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H