Film Star Syndrome mengangkat genre komedi yang menyentil fenomena One Hit Wonder di dunia musik. Bagi pecinta musik tentu akan menyadari ada band atau musisi yang terkenal hanya satu lagu hits aja, itulah One Hit Wonder.
Sosok fiksi yang diangkat dalam film ini seorang musisi Jay Adi (Gilang Dirga) yang pernah meraih penghargaan musik Indonesia sekitar tahun 2005 bersama grupnya, Jay and the Others.Â
Group band dimana Jay menjadi vokalisnya ini mengusung gaya pop rock melayu. Salah satu lagunya "Simpang Siur" pernah meraih rekor 10 juta pengguna RBT (ring back tone).
Film yang tayang perdana pada 8 Juni 2023 awalnya digadang-gadang akan dapat disukai penonton dengan alur cerita yang mengandung pesan moral yang terdapat di dalamnya.Â
Tema yang diusung begitu menarik yang membuka mata penontonnya mengenai star syndrome dan fenomena One Hit Wonder. Tetapi apa yang terjadi ? raihan penonton floop dibawah 100.000 penonton, yang awalnya diharapkan meraih 4 juta penonton.Â
Tidak mencapai 2 minggu, film ini sudah banyak bioskop yang tidak menayangkan (turun layar).Â
Soleh Solihun sebagai penggarap film ini pun menyerah dengan persaingan yang ada. Padahal pemerannya dari Gilang Dirga, Kezia Aletheia, Tissa Biani, Maisha Kanma, Tata Ginting dan Tora Sudiro.
Bisa jadi Film Star Syndrome kalah saing dari film-film box office yang tayang berbarengan waktunya seperti Fast X dan Guardians of the Galaxy.Â
Selain itu beberapa film horor juga sedang tayang seperti Spirit Doll, Kajiman: Iblis Terkejam Penagih Janji, sampai Jin Khodam juga sedang meramaikan bioskop.
Sentilan apa kepada para musisi One Hit Wonder yang mengalami star syndrome di Film ini ?
..
Satu Lagu Hits Sudah Merasa Besar "Star Syndrome"
Naskah film ini ditulis oleh Rino Sarjono (Negeri 5 Menara, Jagat Arwah), dimana Soleh Solihun selaku sutradara memiliki jejak nyata. Soleh mengembangkan film dari naskah dan pengalamannya sebagai mantan jurnalis majalah Rolling Stone Indonesia.Â
Soleh dalam menggarap film ini menelusuri area yang benar-benar ia kuasai dalam film ini yakni dunia musik dan One Hit Wonder. Tertampil bagaimana musisi "has-been" seperti Jay contoh fiksi yang bisa saja ada di dunia nyata.Â
Pengalaman Soleh sebagai jurnalis musik amat membantu memuluskan penceritaan Star Syndrome di film ini, bagaimana Jay tidak mengikuti kemauan klien dengan menyanyikan lagu andalan di akhir konser. Akhirnya klien black list Jay, tidak akan dipakai lagi.
Film ini mengingatkan para musisi dan band bahwa mereka setelah meledak albumnya akan bisa saja terkena star syndrome.Â
Syndrome ini dapat ditimbulkan oleh tingkat kematangan emosional sehingga merasa sudah besar, penentuan tujuan hidup yang berbeda, serta adanya sikap-sikap tertentu "congkak" semaunya sendiri sehingga berpengaruh bagi kelangsungan band.
..
Merubah Genre MusikÂ
Idealis bermusik membuat Jay dan band Jay and the Others gagal di album kedua dan ketiga. Hanya lagu Simpang Siur yang benar-benar meledak.
Jay merubah genre Pop Rock Melayu sesuai idialis nya menjadi genre pop. Apa daya perubahan di album kedua itu tidak diterima oleh pasar. Masyarakat sudah mengenal Jay and the Others merupakan group band Pop Rock Melayu.
Film ini ingin bersuara bahwa jika suatu band ingin tetap memiliki api walaupun hanya api lilin, milikilah branding diri / citra. Jangan pula sudah dikenal mendayu-dayu malah ngepop atau rocker jadi melo.Â
Tidak semua band bisa menjadi Dewa-19 yang merubah genre ketika berganti vokalis, tapi contoh'lah SLANK yang tetap bertahan dengan genre-nya malah membuat menjadi legenda.
..
Tidak Mau Mengkuti Keinginan Label
Dulu cuma hasilkan satu lagu hit, lalu terlupakan tentu amat mengecewekan bagi musisi atau band. Kini, karir seorang musisi rupanya tetap bisa menyala dengan bermodalkan satu single catchy berkat adanya medsos.
Pundi-pundi dari youtube, dan ketenaran melalui medsos dapat membuat musisi dipanggil kemana-kemana untuk manggung. Jay sebagai musisi era 2005-an dalam film ini menolak update diri ketika label meminta dirinya aktif di medsos.
Label meminta patner duet Jay dalam bermusik yakni Nur untuk memiliki nama panggung tapi ditolak oleh Jay. Itupun Jay tidak menanyakan kepada Nur.
Dalam film ini ada sekitar  4 atau 5 label yang Jay datangi tapi dirinya menolak mengikuti keinginan label, salah-satunya meminta Jay dan Nur untuk bernyanyi dengan genre pop rock melayu.
Soleh sebagai sutradara film ini seperti memberi pesan bahwa musisi juga harus mampu berkerjasama dengan label agar bisa tetap eksis dan menyala.Â
..
Konflik di Dalam Band
Rasanya begitu menggelitik saat tampilan Jay, dengan rambut keriting serta kumis ala vokalis Queen, mengingatkan penonton ke Giring, ex-vokalis Nidji.Â
Ada scene saat Randy muncul memerankan Jet, kibordis Jay and the Others yang menyimpan rasa kesal terhadap si mantan vokalis. Jet ternyata saat ini berkerja di label industri musik dimana Jay menawarkan album lagu terbarunya.
Terjadi perkelahian keduanya, dimana sebelumnya Jet mengungkapkan kekecewaan dan amarahnya ketika dulu Jay mau menang sendiri. Lagu ciptaan Jet ditolak oleh Jay masuk album kedua yang mengakibatkan adanya api konflik.
Jay merasa ada namanya yang tersemat dalam nama group band Jay and the Others, dan dirinya juga seorang vokalis. Jadi ia merasa berhak yang mengambil keputusan.
Kehancuran Jay and the Others karena keegoisan sang vokalis Jay yang akhirnya menjadikan band itu One Hit Wonder.
..
Bangkit Berduet tapi Ingin yang Paling Ngetop
Ada keinginan dari Jay untuk bangkit lagi dengan lagu baru setelah 10 tahun hanya manggung dengan lagu-lagu lawasnya. Jay acapkali merenungi sambil menonton TV untuk kembali ke kancah industri musik dengan lagu-lagu yang hits.
Ental betul atau tidak, Jay sepertinya memiliki studio rekaman dimana Dudi (Tora Sudiro) sebagai pengelolanya dimana Nur (Kezia Aletheia) menjadi salah-satu penyanyi yang sedang rekaman.
Setelah Nur sebagai pendatang baru hanya bernyanyi untuk jingle lagu buatan Dudi (Tora Sudiro), suara merdu Nur sampai juga ke telinga Jay.
Kemudian Jay mengajak Nur berduet di lagu barunya Labirin. Awalnya semua berjalan baik-baik saja, hingga Jay muncul rasa egoisnya dan merasa si paling tenar dan punya peran.
Star Syndrome muncul pada diri Jay, bahwa dia'lah yang harus muncul paling terdepan saat duet ini mulai dikenal dan muncul sinarnya.Â
Ternyata wajah industri musik tanah air menunjukkan tatapannya, bahwa saat masyarakat lebih memilih Nur dijadikan ikon duet. Amarah Jay muncul, dan seketika pula industri musik merangkul Nur.Â
Film ini bagaikan menepuk punggung musisi senior bahwa setiap masa ada waktunya dan setiap waktu ada masanya. Bagi yang sudah pernah bersinar saatnya memberi tempat bagi penerusnya.
..
Akhir cerita tentu akan memunculkan harapan bagi Jay, pemeran utama tentu akan menjadi pemenangnya tapi menang tidak sendirian.
Secara tema yang diangkat amatlah menarik hanya saja film ini salah genre menurut Daku. Andaikan saja film ini dibawa ke genre drama layaknya Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini (NKCTHI) tentu akan lebih menarik minat penonton.Â
Untuk menonton film ini bisa menyaksikkannya di bioskop online ya guys.
Skor : 7 / 10
Bro Agan aka Andri Mastiyanto
Threads @andrie_gan I Tiktok @andriegan I Twitter @andriegan I Instagram @andrie_gan I Blog - kompasiana.com/rakyatjelata
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H