Mohon tunggu...
Andri Mastiyanto
Andri Mastiyanto Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Penyuluh Kesehatan

Kompasianer Of the Year 2022, 105 x Prestasi Digital Competition (70 writing competition, 25 Instagram Competition, 9 Twitter Competition, 1 Short Video Competition), Blogger terpilih Writingthon 2020, Best Story Telling Danone Blogger Academy 2, Best Member Backpacker Jakarta 2014, ASN, Email : mastiyan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Gagas RI: Petuah Ngarso Dalem (Sultan HB X) dalam Memandang Kedaulatan dan Kesejahteraan

7 Februari 2024   16:17 Diperbarui: 8 Februari 2024   12:03 1011
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ngarso Dalem menyampaikan pandangannya mengenai kedaulatan dan kesejahteraan dalam acara Gagas RI (6/2/2024) I Sumber Foto : Humas Pemda DIY

"Mari kita resapi makna dua prinsip utama (Hamemayu Hayuning Bawono dan Manunggaling Kawulo Gusti) sebagai media refleksi dalam menghadapi tantangan pembangunan dan demokrasi saat ini. Prinsip-prinsip ini yang terbentuk dari kebijakan luhur dan pandangan hidup yang universal membawa kita pada sebuah pemahaman bahwa kepemimpinan yang berwibawa tidak hanya berarti memegang kekuasaan, tetapi juga memelihara keseimbangan dan harmoni manusia dengan alamnya, serta menyatukan pemimpin dan rakyat dalam satu visi yang sama" Petuah Ngarso Dalem Sri Sultan Hamengku Buwono X dalam acara Gagas RI (06/02/2024).

Yogyakarta merupakan kota yang magis dimana banyak orang yang pernah tinggal, berkunjung, dan singgah ingin kembali menjejak kesana. Aura ketenangan, tentram, toleransi dan damai amat terasa dan terpancar bila kita berada di Yogyakarta.

Wilayah ini memiliki keistimewaan dimana seorang Gubenur tidak dipilih tapi ditetapkan, dimana Sultan Yogyakarta akan juga menjabat sebagai Gubenur.

Amat jarang sekali terdengar penolakan atas aturan keistimewaan ini dari warga Yogyakarta walaupun Indonesia sudah menjadi negara republik. 

Tentu apa yang dirasakan dapat timbul karena ada faktor kepemimpinan Sri Sultan Hamengku Buwono X yang mampu menjaga warisan budaya dan kewibawaan Kasultanan Yogyakarta. 

Raja sekaligus Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sultan Hamengku Buwono X menyampaikan pidato (monolog/orasi) kebudayaannya dalam acara Gagas RI episode ke-7 di Bentara Budaya Jakarta, Selasa (6/2/2024) malam, mengajak para hadirin untuk sama-sama menelisik dan mendalami intisari moralitas yang diwariskan oleh Keraton Yogyakarta.

Hamemayu Hayuning Bawono dan Manunggaling Kawulo Gusti menjadi prinsip utama membangun Keraton dan kota Yogyakarta yang dicetuskan oleh Pangeran Mangkubumi (Sultan Hamengku Buwono I).  

Berbagai ajaran dan filosofi hidup yang ditanamkan oleh Pangeran Mangkubumi telah menunjukkan ketahanannya terhadap ujian waktu hingga saat ini. 

Nilai-nilai tersebut terus berperan sampai sekarang sebagai kompas dalam menjalankan roda pemerintahan, tata kelola Keraton Yogyakarta dan mewarnai birokrasi pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). 

Tutur HB X, bahwa dalam filosofi Hamemayu Hayuning Bawono dilakukan dengan membuat bumi rahayu dan lestari yang terkandung dalam kewajiban Trisatya Brata.

Pertama, Rahayuning Bawono Kapurbo Waskhinating Manungso, bahwa kesejahteraan dunia tergantung manusia yang memiliki ketajaman rasa yang menentukan dan menunjuk pada harmoni hubungan antara manusia dengan alam, baik dalam lingkup dunia sebagai kewajiban Hamengku Bumi, maupun lingkup yang lebih luas dalam seluruh alam semesta sebagai kewajiban Hamengku Buwono.

Kedua, Dharmaning Manungso Mahanani Rahayuning Negoro, Tugas hidup manusia adalah menjaga keselamatan negara sebagai kewajiban manusia selama hidup di dunia, di mana kehidupan merupakan dinamika manusia, yaitu Hamengku Negoro.

Ketiga, Rahayuning Manungso Dumadi Karono Kamanungsan bahwa keselamatan manusia oleh manusianya sendiri. 

Ini dapat dimengerti jika filosofi Hamengku Wahayuning Bawono itu menyandang misi akbar bagi manusia di dunia dalam tiga substansi yakni Hamengku Negoro, Hamengku Bumi, dan Hamengku Buwono.

Bahwa kewajiban Hamengku Negoro itu karena Alloh SWT menciptakan manusia yang berbeda-beda, bergolong-golong, dan bersuku-suku, sehingga diperlukan adanya negara dan pemerintahan yang mengaturnya, agar tidak terjadi selingsuruh dan saling silang antar manusia.

Manusia wajib Hamengku Bumi, karena Bumi sebagai lingkungan alam telah memberikan sumber penghidupan bagi manusia, untuk bisa melanjutkan keturunan dari generasi ke generasi, sehingga manusia wajib pula menjaga dan memelihara kelestarianya.

Sementara itu, Hamengku Buwono merupakan kewajiban manusia yang lebih luas, dalam mengakui menjaga dan memelihara seluruh isi alam semesta, agar tetap memberikan kekuatan, bagi kehidupan manusia, seperti adanya bulan, matahari, dan planet yang lain. 

Hamengku, Hamangku, dan Hamengkoni pada hakekatnya adalah tugas dan kewajiban mulia manusia, untuk mengagungkan Asma Allah, seiring menjadikan perbuatan baik kepada sesama, dan alam lingkungannya, serta bukti bahwa Ia benar-benar hidup. 

HB X bercengkrama dengan para hadirin Gagas RI I Sumber Foto : dokpri
HB X bercengkrama dengan para hadirin Gagas RI I Sumber Foto : dokpri

Menunggaling Kawulo Gusti, dapat bermakna demokrasi tidak akan datang, tumbuh dan berkembang dengan sendirinya. Demokrasi memerlukan ikhtiar dari setiap warga negara dan perangkat pendukungnya, untuk menjadikan demokrasi sebagai sejatinya pandangan hidup, atau way of life, dalam kehidupan bernegara. 

Prinsip Manunggaling Kawulo Gusti, yang disampaikan oleh Ngarso Dalem memberikan pengertian, bahwa manusia secara sadar harus mengedepankan niat baik secara tulus ikhlas, dalam kehidupannya. 

Dan dalam hal kepemimpinan, Manunggaling Kawulo Gusti adalah, mampu memahami dan sadar, kapan kita memimpin sebagai leader, dan kapan kita dipimpin sebagai follower.

Ketika memimpin, harus mementingkan kepentingan yang dipimpin, sedang pada saat dipimpin, mengikuti kepemimpinan sang pemimpin.

Dalam konteks Yogyakarta, pengertian Gusti, lebih menekankan pada makna institusi kepemimpinan, dan bukanlah figur, atau pribadi tunggal seorang Sultan (Raja). 

Dalam pengertian itu, maka ajaran ini sesungguhnya telah mengajarkan satu sistem demokrasi modern, suatu lembaga kepemimpinan yang terbuka untuk diakses oleh kawulo atau rakyat, dan masyarakat luas. 

Demikian juga sebaliknya, Gusti atau pemimpin, harus dengan sangat ringan kaki turun ke bawah, dan mampu berdialog dengan kawulo (rakyatnya).

Dalam konteks sejarah, praktikum dari filosofi ini dapat dibaca pada kasus-kasus didapatinya pemimpin yang mampu memenangkan hati rakyat. Pemimpin yang dengan amat ringan, hadir di tengah rakyat, yang pernah mengalami kesulitan dan kebingungan. 

Seorang pemimpin yang benar-benar sadar itu, Salus Populi Suprema Lex Esto, bahwa hukum tertinggi, adalah keselamatan rakyat. Banyak tokoh dunia, dan nasional, yang mempraktekan model kepemimpinan seperti ini, dan sangat berhasil membawa perubahan, bagi wilayah atau negara yang dipimpinnya.

Pada masa lalu, kita bisa melihat dan mencermati, bagaimana Gandhi mampu, berManunggaling Kawulo Gusti, dengan konsep Ahimsa,dan Satyagrahannya. 

Begitu juga dengan Bung Karno, mengangkat Marhaen, setelah dia melakukan Manunggaling Kawulo Gusti. Bahkan Nelson Mandela, mampu berManunggaling Kawulo Gusti, bersama rakyat untuk melawan politik apartheid. 

Fakta itu, seakan menunjukkan dimensi Manunggaling Kawulo Gusti, sebagai ajaran yang menjadi komitmen bersama antara Raja selaku leader, dengan rakyat atau followers, secara manunggal untuk memutuskan arah pembangunan, menuju peradaban baru yang lebih sejahtera, adil, demokratis, dan berbudaya.

Dari Yogyakarta, tahta untuk rakyat, yang menjadi komitmen, HB IX  adalah contoh nyata kepemimpinan, Manunggaling Kawulo Gusti, yang dijiwai dengan filosofi Hamemayu Hayuning Bawono yang memiliki sifat empati, kepada kawulo, atau masyarakatnya. 

HB X berharap strategi Kebudayaan harus dapat berorientasi ke depan, untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakatnya. Maka Strategi Kebudayaan, dapat dirumuskan, sebagai menciptakan tingkat dan suasana kehidupan masyarakat yang bermartabat dan mandiri. 

Ngarso Dalem mencontohkan bagaimana dirinya mencari seorang Antrhopolog agar dapat menintervensi prilaku masyarakat untuk menanam cabai tidak hanya semau waktunya, tapi dapat diatur sesuai kebutuhan industri.

Inilah Hamemayu Hayuning Bawono dan Manunggaling Kawulo Gusti dalam setiap episode, periode masa kehidupan Yogyakarta, itulah pula yang menjadi pertama diharapkan menjadi energi, untuk mewujudkan tataran berdaulat untuk kesejahteraan rakyat. 

Ngarso Dalem menginginkan pemilihan serentak dapat merekatkan kohesi sosial, dan integrasi kebangsaan, sehingga membangun peradaban indonesia yang makmur, sejahtera, berdaulat dan harum semerbak namanya.

_

Salam hangat, Blogger Udik dari Cikeas,

Bro Agan aka Andri Mastiyanto

Threads @andrie_gan I Tiktok @andriegan I Twitter @andriegan I Instagram @andrie_gan I Blog - kompasiana.com/rakyatjelata

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun