Hello Bapak-Bapak Calon Presiden dari nomor urut satu Bapak Anis, no urut dua Bapak Prabowo dan nomor urut tiga Bapak Ganjar. Bagimana kabarnya ? Saya doakan Bapak-Bapak sehat selalu.
Saya yakin Bapak-Bapak menyadari bila ada sesuatu yang nyata dan pasti Bapak sekalian tau karena semuanya memiliki pengalaman di Pemerintah bahwa masih banyak pegawai pemerintah berpendidikan SMA.
Apakah Bapak - Bapak membutuhkan suara mereka ? saya yakin butuh karena Bapak-Bapak mendaftarkan diri sebagai Calon Presiden RI tentu memiliki ambisi menjadi orang nomor 1 di Indonesia.
Saya akan menceritakan kisah nyata bukan fiksi. Saya berkerja di Unit Pelayanan Teknis (UPT) Kementerian Kesehatan di Rumah sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta sebagai Penyuluh Kesehatan dan Pencegahan Penyakit yang berteman dengan berbagai profesi dengan berbagai latar pendidikan, baik S3, S2, S1, SMA, dan SMP.
Rumah Sakit seperti RSKO Jakarta ternyata pegawainya tidak hanya tenaga kesehatan saja. Selain Dokter, Perawat, Penunjang dan Tenaga Kesehatan non Medis terdapat tenaga administrasi, tenaga gizi, konselor, pemasaran, driver dan lainnya yang berpendidikan SMA.
Tenaga non kesehatan di rumah sakit ini sebelumnya berstatus tenaga honorer atau kontrak RSKO Jakarta yang diperpanjang setiap tahunnya. Diantara mereka banyak yang sudah mengabdi diatas 5 tahun bahkan lebih dari 10 tahun.
Semenjak perubahan peraturan ASN beberapa waktu terakhir ini (1 sampai 3 tahun ke belakang) membuat mereka dipaksa merubah status dari tenaga honorer / kontrak RSKO Jakarta menjadi tenaga outsourcing. Tentu manajemen RSKO Jakarta tidak bisa berbuat apa-apa.
Bila kita mengaca pada pengertian outsourching yaitu pekerjaan yang tidak berhubungan langsung dengan bisnis inti perusahaan dimana pekerjaan tersebut dialihkan ke pihak atau perusahaan lain, maka para pekerja tersebut sebetulnya tidak layak berkerja dengan status outsourcing.
Seperti tenaga administrasi pasien, tenaga gizi, dan konselor adiksi merupakan pekerjaan yang termasuk inti di rumah sakit. Situasi dimana peraturan membuat mereka menjadi outsourching yang kapan saja mereka bisa diberhentikan.
Pegawai dengan profesi Konselor adiksi begitu khas di RSKO Jakarta yang sebagian besar tercatat berpendidikan SMA dan berstatus outsourcing.Â
Konselor Adiksi di RSKO Jakarta berasal dari mantan pecandu narkoba yang telah di rehabilitasi narkoba dan mendapatkan pendidikan sebagai konselor adiksi yang bersertifikasi.
Tugas mereka selain mengatur kondisi rumah juga bagian dari melakukan perubahan prilaku berkerjasama dengan Dokter, Perawat, Psikolog, Pekerja Sosial dan Tenaga Kesehatan Lainnya.
Bagaimana bila mereka eksodus bersama ? karena pengabdian mereka selama ini tidak merasa dihargai. Bisa jadi rehabilitasi narkoba di RSKO Jakarta diibaratkan kapal maka buritannya bolong kemasukan air dapat membuat oleng.
Tapi saya kagum dengan mereka masih terlihat loyal dimana banyak rehabilitasi narkoba diluar sana. Mungkin bisa jadi rehabilitasi narkoba RSKO Jakarta yang berjuluk Halmahera House (rumah halmahera) telah menjadi rumah mereka.
"Jadi PPK pada K/L/D tetap bisa mempekerjakan outsourcing sesuai kebutuhannya, bukan dihapus serta merta, Instansi pemerintah yang juga membutuhkan tenaga lain seperti pengemudi, tenaga kebersihan, dan satuan pengamanan dapat dilakukan melalui tenaga alih daya (outsourcing) oleh pihak ketiga." imbuh Almarhum Tjahjo Kumolo (3 Juni 2022).
Pegawai outsourcing bukan'lah merupakan pegawai dari perusahaan pengguna. Selain itu, pegawai outsourcing tidak memiliki jenjang karir. Para pegawai outsourcing juga tidak mendapat tunjangan dari pekerjaan yang biasa diterima seperti pegawai pada umumnya, dan waktu kerja tidak pasti karena kesepakatan kontrak dengan pihak ketiga.Â
Pegawai outsourcing itu berstatus sebagai pekerja dari perusahaan penyalur tenaga kerja atau pihak ketiga. Dengan kata lain, perusahaan / intitusi tempat bekerja pengguna jasa outsourcing tidak memiliki kewajiban terhadap kesejahteraan dan kesehatan pada karyawan yang bersangkutan.
Pengadaan pegawai outsourcing juga dilakukan dengan proses lelang terbuka dimana setiap perusahaan bisa ikut proses ini. Penyedia jasa outsourcing memiliki hak untuk memilih pekerja yang disalurkan sesuai syarat yang diajukan saat lelang pengadaan pegawai.Â
Jadi belum tentu tahun depan kemudian bila pemenang lelang mengajukan nama pegawai yang sudah lama berkerja tersebut. Andaikata mereka memiliki keluarga yang butuh pekerjaan dan sesuai kualifikasi, mereka pun berhak merubah nama.
Saya berfikir, amat mungkin situasi ini terjadi di rumah sakit / institusi / lembaga / badan lainnya. Amat miris bila mereka sudah mengabdi belasan atau puluhan tahun tetapi akhirnya menjadi begini.
Tentu data ini akan menarik bagi Bapak-Bapak Capres, bahwa Badan Kepegawaian Negara (BKN) per Juni 2019 sebelum aturan yang membuat para pegawai honoror ini diarahkan berstatus outsourcing terdapat 821.875 ASN berpendidikan SMA, 50.631 ASN berpendidikan SMP, dan 27.637 ASN berpendidikan SD.Â
Bila mengaca di RSKO Jakarta jumlahnya ASN berpendidikan SMA lebih sedikit dengan honorer berpendidikan SMA (tenaga administrasi kesehatan, gizi dan konselor adiksi), tentu ini pun akan sama dengan rumah sakit lainnya atau institusi pemerintah lainnya.
Apabila Bapak-Bapak  Capres berani melakukan kebijakan seperti yang dilakukan oleh Presiden Susilo Bambang Yudoyono yang mengangkat para honorer menjadi CPNS termasuk yang berpendidikan SMA tentu akan menaikkan elaktibilitas.
Kita harus melihat data Kemendagri, Â dari jumlah penduduk Indonesia sebanyak 277,75 juta jiwa hingga akhir tahun 2022, sebanyak 66,07 juta jiwa atau 23,8% dari total penduduk per 31 Desember 2022 belum sekolah.
Penduduk Indonesia yang terdata lulusan Sekolah Dasar (SD) sebanyak 64,3 juta jiwa atau 23,2%. Kemudian, 58,57 juta jiwa atau 21,1% penduduk nusantara merupakan lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) atau Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Â
Sedangkan Penduduk Indoensia yang berpendidikan hingga bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebanyak 40,21 juta atau 14,5%. Lalu, penduduk yang belum menuntaskan SD sebanyak 30,89 juta jiwa atau 11%.
Bila ditotal sekitar 260 juta penduduk Indonesia berpendidikan SMA kebawah. Tentu isu ini merupakan isu yang seksi, tidak percaya ? silahkan dicoba dengan bunyi kampanye "Saya bila menjadi Presiden akan membuka peluang bagi warga lulusan SMA kebawah bisa menjadi ASN, tidak hanya Sarjana"
_
Menurut M. Syamsudin dalam buku Pendidikan Pancasila : Menempatkan Pancasila dalam Konteks Keislaman dan Keindonesiaan (2009), dimana sila kedua mencerminkan nilai-nilai kemanusiaan seperti persamaan, keadilan, tenggang rasa, mencintai sesama, setia kawan, kekeluargaan, dan kemanusiaan yang dijunjung tinggi....Sila ke 2 ; Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
Adapun hakikat makna sila ke-5 Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia  yang terdapat pada pembukaan UUD 1945 pada alenia kedua yang berbunyi "Dan perjuangan kebangsaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat setausa menghantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berkedaulat, adil, dan makmur".
----
Adil memang bukanlah sama rata, tapi sesuai  dengan porsi masing-masing. Tapi begitu amat menyedihkan bila ada pihak yang mendapatkan porsi tapi ada pihak yang lain melihat dengan piring kosong.
Salam hangat, Blogger Udik dari Cikeas,
Bro Agan aka Andri Mastiyanto
Threads @andrie_gan I Tiktok @andriegan I Twitter @andriegan IÂ Instagram @andrie_gan I Blog - kompasiana.com/rakyatjelata
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H