Pernikahan bagi orang Jawa merupakan peristiwa yang sakral, dan rias pengantin menjadi salah satu hal yang menjadi perhatian keluarga kedua mempelai.Â
Apalagi riasan pengantin wanita adat Jawa yang terkait dengan falsafah hidup yang bernilai tinggi. Budaya dan tradisi Jawa juga terkait dengan simbol-simbol.
Perias pengantin Jawa dan orang tua kedua mempelai akan sumringah bila para tamu undangan pernikahan menyebutkan "Pengantennya manglingke" atau pengantinnya berbeda penampilan dan wajahnya dengan yang terlihat di kehidupan sehari-sehari.
Salah satu ciri khas yang begitu dikenali dari riasan pengantin Jawa ada pada riasan pada bagian dahi yang digunakan pengantin wanita atau disebut paes.
Paes (pepaes) memiliki filosofi membuat indah atau rerenggan sehingga wajah pengantin wanita menjadi elok saat pernikahan dan manglingke.
4 April 2019 sebelum kedatangan wabah Covid-19, layar lebar Indonesia dan pecinta film Indonesia kehadiran film drama percintaan dan tradisi menyangkut pernikahan berjudul "Mantan Manten".Â
Film ini mengangkat isu Dukun Manten yang penerusnya mulai langka, karena tidak sembarangan orang dapat melakukan pepaes. Perias pernikahan dan make up artis  merupakan profesi yang sama dengan Dukun Manten, tapi Dukun Manten berhubungan dengan ritual dan tradisi.
Mantan Manten adalah film yang digarap oleh sutradara dan penulis Farishad Latjuba yang diproduksi oleh Visinema Pictures. Ceritanya pun ditulis oleh Farishad Latjuba bersama dengan Jenny Jusuf.Â
Aktor dan aktris yang terlibat dari Atiqah Hasiholan, Arifin Putra, Tutie Kirana, Marthino Lio, Tio Pakusadewo, Dodit Mulyanto, Oxcel.
Film ini mengenalkan bagaimana adat dan tradisi Jawa kepada para milenial, gen z dan Alpha. Pengenalan adat dan tradisi Jawa begitu kental, terlihat pada saat adegan prosesi pernikahan adat Jawa di film ini. Mantan Manten dikemas secara apik dengan konflik yang kompleks.Â
Film ini mengharuskan Atiqah mampu menjadi penata rias (perias) adat Jawa yang lekat dengan tradisi paes. Atiqah memerankan sebagai Yasnina Putri yang diturunkan keterampilan dan pengetahuan menjadi Dukun Manten, setelah budhe Marjanti (Tutie Kirana) berpulang.
Tertampak dalam adegan bagaimana Dukun Manten menyajikan sesajen. Kembang hingga dupa diletakkan di salah satu sudut ruang (kamar) rias pengantin. Doa-doa diucapkan oleh Dukun Manten saat menaruh sesaji itu.Â
Terdapat ritual Dukun Manten menghisap rokok klobot dan menyemburkan asapnya ke wajah pengantin wanita yang disebut sembaga (menjadikan seperti tembaga).
Rokok tersebut berasal dari lintingan kulit jagung dengan aroma tembakau dan cengkeh yang bercampur mengharumkan wajah penganten.
Seorang Dukun Manten juga harus melakukan ritual mandi dari 7 mata air, dan puasa mutih dimana pantang untuk makan dan minuman apa saja, kecuali nasi putih dan air putih.
Ritual mutih oleh Dukun Manten tidak hanya saat pernikahan saja, tapi berhari-hari sebelum akad nikah dan juga resepsi. Ini ada hubungannya agar pelaksanaan pernikahan dapat berjalan dengan lancar.
Klimaks dari film ini bagaimana Yasnina kemudian diturunkan menjadi Dukun Manten. Ia turun tangan melakukan paes kepada calon istri mantannya, Surya (Arifin Putra).
Yasnina dengan tegas dan hati yang ikhlas, merias calon pengantin. Sebagai Dukun Manten, ia membuat paes di dahi pengantin dan menghias wajah dengan tata riasnya yang jelas lebih terang dan tebal.Â
Paes sendiri merupakan tata rias yang biasa digunakan untuk pengantin wanita. Ada makna dan doa yang berbeda dari setiap goresan paes yang berbentuk lengkungan-lengkungan dengan corak gelap.
Film ini tidak hanya memperlihatkan tradisi yang dilakukan oleh Dukun Manten, tapi juga tradisi prosisi pernikahan. Ditampilkan tradisi Siraman sang mantan, Surya bersama wanita pilihan ayahnya. Â
Tradisi ini merupakan mandi dengan air dan bunga yang melambangkan pembersihan diri sebelum menjalankan ritual sakral selanjutnya.Â
Ada juga Balangan Gantal yaitu prosesi  kedua mempelai saling melemparkan sirih (balangan), yang diikat dengan benang putih. Pengantin pria akan melemparkan gantal ke dada pengantin wanita, sebagai tanda  ia telah mengambil hati sang kekasih, sedangkan pengantin wanita akan meletakkan gantal ke lutut sang pria, ini sebagai simbol tanda bakti kepada sang suami.Â
Ngidak Tagan merupakan ritual menginak telur ayam mentah yang dilakukan mempelai pria, sebagai harapan akan mendapatkan keturunan karena telah bersatu dengan pasangannya. Lalu, sang istri akan membasuh kaki suami dari cairan isi telur yang diinjak sebelumnya sebagai tanda kasih sayang.
Selain itu tertampil prosesi kacar kacur (mengucurkan uang logam beserta makanan pokok kepada sang istri), Dulangan (suap-suapan nasi tumpeng), dan diakhiri dengan Sungkeman (berlutut di depan kedua orang tua masing-masing mempelai).
Sayangnya kurangnya pesan mengenai filosofi dari pentingnya paes pengantin dalam dialog / percakapan. Penggambaran Dukun Manten di film ini begitu jelas walupun tidak banyak dialog mengenai tradisi ini.Â
Penulis skenario film ini sepertinya mengajak penonton untuk melihat dan memahami tradisi ini dari adegan ke adegan mengenai ritual paes.
 _
Salam hangat, Blogger Udik dari Cikeas,
Bro Agan aka Andri Mastiyanto
Threads @andrie_gan I Tiktok @andriegan I Twitter @andriegan IÂ Instagram @andrie_gan I Blog - kompasiana.com/rakyatjelata
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H