Yasnina dengan tegas dan hati yang ikhlas, merias calon pengantin. Sebagai Dukun Manten, ia membuat paes di dahi pengantin dan menghias wajah dengan tata riasnya yang jelas lebih terang dan tebal.Â
Paes sendiri merupakan tata rias yang biasa digunakan untuk pengantin wanita. Ada makna dan doa yang berbeda dari setiap goresan paes yang berbentuk lengkungan-lengkungan dengan corak gelap.
Film ini tidak hanya memperlihatkan tradisi yang dilakukan oleh Dukun Manten, tapi juga tradisi prosisi pernikahan. Ditampilkan tradisi Siraman sang mantan, Surya bersama wanita pilihan ayahnya. Â
Tradisi ini merupakan mandi dengan air dan bunga yang melambangkan pembersihan diri sebelum menjalankan ritual sakral selanjutnya.Â
Ada juga Balangan Gantal yaitu prosesi  kedua mempelai saling melemparkan sirih (balangan), yang diikat dengan benang putih. Pengantin pria akan melemparkan gantal ke dada pengantin wanita, sebagai tanda  ia telah mengambil hati sang kekasih, sedangkan pengantin wanita akan meletakkan gantal ke lutut sang pria, ini sebagai simbol tanda bakti kepada sang suami.Â
Ngidak Tagan merupakan ritual menginak telur ayam mentah yang dilakukan mempelai pria, sebagai harapan akan mendapatkan keturunan karena telah bersatu dengan pasangannya. Lalu, sang istri akan membasuh kaki suami dari cairan isi telur yang diinjak sebelumnya sebagai tanda kasih sayang.
Selain itu tertampil prosesi kacar kacur (mengucurkan uang logam beserta makanan pokok kepada sang istri), Dulangan (suap-suapan nasi tumpeng), dan diakhiri dengan Sungkeman (berlutut di depan kedua orang tua masing-masing mempelai).
Sayangnya kurangnya pesan mengenai filosofi dari pentingnya paes pengantin dalam dialog / percakapan. Penggambaran Dukun Manten di film ini begitu jelas walupun tidak banyak dialog mengenai tradisi ini.Â
Penulis skenario film ini sepertinya mengajak penonton untuk melihat dan memahami tradisi ini dari adegan ke adegan mengenai ritual paes.
 _