Ngumpul lagi, ini yang akhir daku (saya) rasakan lagi. Baru minggu kemarin ngumpul dengan rekan-rekan Kompasianer di kegiatan launching buku karya Mbak Asita DK yang berjudul "Banyuwangi Sunrise of Java", bertempat di (24/6/2023) di O2 Corner Co Working Place Kompas Gramedia.Â
Nah, ditempat yang sama, kami para Kompasianer bertemu kembali. Kami dipertermukan tentu ada sebab, ternyata yang menyatukan kami sebuah acara bertajuk "Launching Temu Kompasiana, Panggung Kolaborasi dan Interaksi Komunitas di Indonesia".Â
Sepertinya ada sekitar 20-an Kompasianer yang hadir, tapi tidak sesuai dengan jumlah kompasianer yang mendaftar terdata diatas 80-an kompasianer. Mungkin mereka terjebak karena long weekend keburu jari klik daftar, terdampak hujan, atau ada kegiatan lainnya yang lebih penting.
Rencananya yang akan menjadi speaker utama adalah COO Kompasiana, Nurulloh, tapi mungkin beliau ada kegiatan yang lebih penting yang akhirnya digantikan oleh Kevin Anandhika Legionardo (Community Lead at Kompasiana). Walaupun dirinya akhirnya hadir duduk dibelakang sambil nyeruput kopi.
Nara sumber lainnya yaitu Ichsan Kamil (Community Moderator) dan para Admin KOMIK (Kompasianers Only Movie enthus(i)ast Klub) dari Mbak Dewi Puspa, Linda, Valka, dan Humaidy.
Kevin mengungkapkan bahwa Temu Kompasiana sejatinya sudah rilis di bulan April 2023, medium ini di development dari bulan Januari s/d bulan Maret 2023.
Gambaran Kevin, Temu Kompasiana berangkat dari background problem yang kita (Kompasiana) temui, ternyata interaksi forum komunitas menurun bukan hanya di Kompasiana saja, ini terjadi dihampir semua elemen UGC (User Generated Content) di Indonesia.
Ia menceritakan kisah kebelakang, pada medio 2008 s/d 2013 warganet sering berkumpul di Kaskus, Space, dan macam-macam forum lainnya.
Forum-forum ini akhirnya menghadapi tantangan dengan hadirnya gelombang WhatsApp yang hadir di tahun 2014. Itu membuat community base di Indonesia dan juga komunitas-komunitas di Kompasiana membuat WhatsApps Group (WAG).
WAG ini membuat para Kompasianer ada yang lupa menulis di Kompasiana, lebih asyik dan memilih menuliskan kontennya di WAG. Kejadian ini ternyata juga terjadi forum-forum online lainnya. Berujung forum-forum ini menjadi sepi dan bahkan ada yang tidak bertahan.
Platform WhatsApps membuat komunitas-komunitas ini seperti memiliki rumahnya masing-masing, untuk mengobrol dan berkumpul. Mereka anggota komunitas akhirnya lebih terbiasanya berkomunikasi di WAG.
Ketika WhatsApps merajalela akhirnya muncul medium lainnya, yakni halaman Instagram yang menjadi rumah digital bagi para warganet. Medium baru ini juga yang menjadi salah-satu alasan komunitas-komunitas ini memindahkan media publikasi di halaman forum ke Instagram.
Dampaknya, setelah forum komunitas-komunitas ini pindah ke Instagram, membuat platform UGC kehilangan kekuatan indexing komunitas. Contohnya ketika mencari sebuah forum di UGC membuat user kesulitan menemukannya. Masalah tersebut menjadi background problem sebelum ada Temu Kompasiana.
Temu Kompasiana ini akhirnya pun rilis untuk menjadi solusi bagi para Kompasianer mencari komunitas yang cocok bagi mereka sesuai minat. Tentunya medium atau sistem ini akan bermanfaat bagi Kompasianer baru.Â
Masih banyak Kompasianer yang belum mengetahui ada lebih 50 komunitas yang ada di Kompasiana. Selain itu banyak Kompasianer baru yang bingung bagaimana untuk bergabung dengan komunitas? Bagaimanakah mekanismenya? Acaranya seperti apa? Mereka sulit mendapatkan infonya.
Sistem di Temu Kompasiana ini diharapkan dapat mengaktifkan komunitas-komunitas yang dulu vakum, karena dahulu belum ada rumahnya, ungkap Kevin.
Dari hasil riset teman-teman komunitas, didapatkan komunitas membutuhkan community group page yang bisa menjadi rumah berinteraksi. Selain itu dibutuhkan event system komunitas yang bisa menjadi tempat untuk pengumuman event yang lebih proper, karena komunitas biasanya masih menggunakan Google Form atau mendaftar langsung di WhatsApp itu tentunya cukup ribet bagi Kompasianer.
Keinginan komunitas-komunitas di Kompasiana juga untuk disediakan sharing file media. Ada juga yang diminta menyangkut customize community page yang memiliki fitur dapat melengkapi profil, banner.
Content from member juga diminta oleh komunitas agar anggota komunitas dapat menempatkan konten di halaman komunitas, dan juga bisa membuat sistem kolaborasi konten dari sesama anggota (Collaborative Stories).Â
Semua keinginan ini sebagian besar sudah diwujudkan di Temu Kompasiana lainnya pada tahap phase 2 yang sedang di development.
Rahasia terungkap, ternyata Temu itu bagian dari KG Media tidak hanya di Kompasiana. Kompasianer dapat mengakses temu.id yang dapat menemukan berbagai komunitas di KG Media.
Untuk di Kompasiana, Kompasianer dapat mengakses Temu Kompasiana di temu.kompasiana.com yang terintegrasi dengan sistem KG Media. Pada sistem yang berupa forum ini, Kompasianer dapat menemukan komunitas-komunitas yang bernaung dibawah Kompasiana.
Kenapa Kompasiana membuat ini? Sistem ini sebagai medium berkumpul dengan sesama anggota komunitas yang memiliki interest dan ketertarikan yang sama.
Temu Kompasiana juga amat berguna untuk memperluas dan memperkenalkan komunitas, supaya komunitas dapat dikenal oleh banyak orang sebagai ruang publikasi aktivitas komunitas. Komunitas teregister di Temu Kompasiana juga dapat memperoleh peluang untuk menghubungkan kerjasama bisnis.
Dengan adanya Temu Kompasiana, maka Kompasiana dapat mengumpulkan aset-aset dari komunitas potensial yang dapat dihubungkan dengan para brand yang berminat untuk kerja sama sesuai niche (travel, otomotif, dll).
Hadirnya Temu Kompasiana akan bermanfaat bagi komunitas, karena Kompasiana sendiri memiliki keterikatan jaringan publikasi dengan KG Media seperti tribun, kompas.com dan Kompas cetak.
Salah-satu benefit lainnya yaitu Komunitas dapat menggunakan O2 Corner KG Media setiap kamis dan Jumat pukul 15.00 s/d 17.30 tinggal register mau di atas atau di bawah.
***
Pada acara Launching Temu Kompasiana para Admin KOMIK membongkar rahasia kenapa mereka dapat bertahan, regenerasi yang baik dan memperoleh anggota baru yang aktif.Â
Dewi Puspa (Kompasianer Of The Years 2021) mengungkapkan sebagai Leader KOMIK bahwa dana subsidi setahun dari Kompasiana bila dihitung-hitung dalam 3 bulan bisa habis.Â
Mereka para pengurus harus memutar otak untuk mencari dana untuk menghidupkan kegiatan KOMIK. Berbagai aksi dilakukan salah-satunya berkolaborasi dengan berbagai pihak.Â
Depus (panggilan Dewi Puspa) membocorkan triknya bahwa agar anggota komunitas tetap setia dan aktif adalah dengan tidak membuat jarak/gap antara pengurus dan anggota.Â
Untuk menarik anggota baru, Linda (salah-satu Admin KOMIK yg juga dosen) bercerita dirinya mengajak pecinta film diberbagai group film untuk ikut kegiatan KOMIK walaupun mereka belum punya akun Kompasiana.Â
KOMIK bisa menjadi contoh bagi komunitas-komunitas di Kompasiana bagaimana mengurus komunitas di Kompasiana agar tetap survive dan anggota tidak hanya 4 L (Lu Lagi, Lu Lagi).Â
____
Salam sehat Blogger Udik dari Cikeas
Bro Agan aka Andri Mastiyanto
Tiktok @andriegan I Twitter @andriegan IÂ Instagram @andrie_gan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H