Sebelum memilih budidaya maggot, Arky menggunakan metode composing untuk mengurai sampah di lingkungannya. Tapi, kemudian ia memilih budidaya maggot karena metode composing dinilai membutuhkan lahan yang luas dan waktu yang lebih lama.
Arky dalam membudidayakan maggot tidak sendirian, ia melakukan bersama adik iparnya. Awalnya ia memulai budidaya maggot dengan 5 gram maggot.
Sumber sampah ia didapatkan dari sekitar kampung yang digunakan untuk memberi makan maggot tersebut. Dari budidaya ini, Arky dapat mengolah sampah 12 ton/hari.
Proses pruduksinya, sampah datang akan di tuang ke conveyor dan masih tercampur antara organik dan anorganik. Sampah dipilah secara manual, sampah yang keras dan punya nilai jual diambil terlebih dahulu secara manual oleh petugas sebanyak 2 sampai dengan 6 orang.
Sedangkan untuk sampah yang masuk ke mesin pemilah otomatis, sampah campur organik dan non organik masuk. Setelah melalui conveyor, semua sampah dimasukkan ke mesin pemilah otomatis. Kapasitas kemampuan mesin pemilah ini yaitu 3-5 kubik sampah per jam.
Setelah dipilah, sampah organik digunakan untuk pakan maggot dimana maggot. Larva lalat ini ketika siap dipanen dibagi dua ada yang dijual ke petani ikan dan ada yang dikeringkan untuk pakan ternak.
Larva BSF sangat bagus untuk pakan alternatif hewan peliharaan terutama ikan dan unggas karena tinggi protein (>30 %) harganya terjangkau dan bermanfaat untuk menjaga imun tubuh hewan.
Selain dijadikan bubur sampah, maggot juga dapat diubah dan diproses menjadi pupuk organik. Pupuk organik hasil olahan maggot berperan dalam peternakan dan pertanian.
Pupuk organik ini memiliki kandungan proteinnya yang lebih banyak daripada pelet ternak biasa atau pupuk kimia. Pupuk lantas dijual kepada petani setempat.
Maggot tidak perlu lahan yang luas karena larva lalat ini memiliki kemampuan memakan sampah organik sebanyak lebih dari tiga kali dari berat tubuhnya kurang dari 24 jam. Dari satu kilogram maggot bisa memangkas dua hingga lima kilogram sampah organik setiap harinya.