Merdeka memiliki arti bebas, bagi bangsa Indonesia arti Merdeka itu bebas dari penjajahan dari belenggu bagsa lain. Kata Merdeka bagi anak bangsa adalah dengan mengisi nya agar kita tidak terjajah lagi. Indonesia Merdeka pada 17 Agustus 1945 yang diproklamasikan di Pegangsaan Timur 56, Menteng, Jakarta.
Salah-satu sosok dari jutaan anak bangsa yang mengisi kemerdekaan ialah Bang Ali atau Ali Sadikin, seorang Letnan Jenderal KKO-AL (Korps Komando Angkatan Laut) yang ditunjuk oleh Presiden Soekarno menjadi Gubernur Jakarta pada tahun 1966 untuk memimpin Ibu Kota Negara Indonesia (IKN).
Sebelumnya, beliau pernah menjabat sebagai Deputi Kepala Staf Angkatan Laut, Menteri Perhubungan Laut Kabinet Kerja, Menteri Koordinator Kompartemen Maritim/Menteri Perhubungan Laut Kabinet Dwikora dan Kabinet Dwikora yang disempurnakan di bawah pimpinan Presiden Soekarno.
Bang Ali menjadi Gubernur Jakarta di 1966-1977, dimana beliau termasuk Gubenur DKI Jakarta yang meninggalkan banyak legasi. Beliau merupakan Gubenur masa transisi dari Orde Lama ke Orde Baru. Sang Jenderal sebelas tahun mengabdi bagi negeri khususnya DKI Jakarta.
Legasi Ali Sadikin dengan merubah wajah Jakarta yang dikenal sebagai kampung besar dengan menata kampung-kampung di Jakarta, dia juga meletakkan perhatian di pengembangan kesenian, kebudayaan, & kemerdekaan pers.Â
Tapi, saat memimpin DKI Jakarta dan mengelola IKN penuh kontroversi. Salah-satu kontroversi antara lain melegalkan lokasi hiburan malam & judi yg pajaknya dia pakai buat membangun Ibu Kota. Bang Ali juga dikenal sebagai sosok yang kritis terhadap Orde Baru.
Dari sekian banyak legasi yang diketahui oleh banyak masyarakat, ada hal yang sangat krusial bagi bangsa tapi kurang dikenal yaitu perlawanannya melawan kejahatan narkoba.Â
Ali Sadikin juga amat berperan dalam berdirinya Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta yang begitu melegenda sebagai rumah sakit khusus penanganan pecandu narkoba agar dapat sembuh dan pulih. RSKO Jakarta sampai saat ini masih rumah sakit khusus satu-satunya di Indonesia yang komprehensif pelayanan penyalahgunaan NAPZA.
Berdasarkan wikipedia, Presiden RI, Soeharto mengeluarkan Instruksi Presiden Republik Indonesia (Inpres) Nomor 6 Tahun 1971 kepada Kepala Badan Koordinasi Intelijen Nasional (BAKIN) untuk menanggulangi 6 (enam) permasalahan nasional yang menonjol, yaitu pemberantasan uang palsu, penanggulangan penyalahgunaan narkoba, penanggulangan penyelundupan, penanggulangan kenakalan remaja, penanggulangan subversi, pengawasan orang asing.Â
Pada awal dekade 70an permasalahan penyalahgunaan narkotika begitu marak, menindak lanjuti instruksi Presiden beliau terlibat dalam mendirikan Badan Koordinasi Penanggulangan Narkotika di tahun 1971.
Dari buku 30 tahun RSKO Jakarta, Bakorlantik diilhami oleh beberapa  hal, antara lain, pernyataan presiden Amerika Serikat, Nixon yang menyatakan : Perang Terhadap Narkotika.Â
Salah satu agenda Bakorlantik adalah mendirikan sebuah rumah sak1t yang khusus menangani masalah penyalahgunaan Napza. Atas instruksi Gubernur, kemudian Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta, dr.Hermaan Susilo MPh mulai menjajaki pendirian rumah sak1t yang dimaksud.Â
Menyadari bahwa masalah penyalahgunaan NAPZA merupakan salah satu masalah kejiwaan, Dr.Herman kemudian menghubungi Prof.Dr. Kusumanto Setyonegoro (Kepala Direktorat Kesehatan Jiwa, Depkes RI dan Kepala Bagian llmu Kedokteran Jiwa (Psikiatri FKUI), yang pada tahun 1969 menerima untuk pertama kaliya penderita ketergantugan morphine di Sanatorium Dharmawangsa.
Usulan untuk membentuk Drug Dependence Unit (DDU)Â kepada Bpk.H.Ali Sadikin diterima, dan pada tanggal 6 November 1971 keluarlah instruksi Gubernur DKI Jakarta untuk membentuk Drug Dependence Unit guna merawat korban penyalahgunaan zat. Konsep perencanaan proyek DDU diserahkan kepada Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa (Psikiatri) FKUI .
Pada tanggal 12 April 1972, Bp.H.Ali Sadikin meresmikan bangunan DDU yang terletak d1komplek RS Fatmawati. Tanggal tersebutlah yang secara de facto dan de yure dipakai oleh Pemerintah sebagai hari berdirinya RSKO Jakarta (nantinya) yang tertuang dalam berbagai dokumen termasuk di PPK BLU Kemenkeu.
Kelengkapan sarana dan prasarana secara bertahap dengan bantuan anggaran Dinas Kesehatan DKI Jaya dan juga RS Fatmawati sehingga DDU dapat memperoleh tempat tidur, meja kursi dan peralatan standar lainnya. Ada pun pejabat yang ditunjuk untuk memimpin DDU saat itu adalah Letkol (CKM) dr.Erwin Widjono, psik1ater.
Pada tahun 1974, DDU berubah menjadi Lembaga Ketergantungan Obat (LKO). Kemudian 1978, LKO berubah status menjadi rumah sakit tipe C menjadi Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) dibawah naungan Departemen Kesehatan RI dengan keputusan Menkes RI Nomor 138/Menkes/SK/IV/78.
Pasien pertama RSKO Jakarta berjenis kelamin perempuan dengan ketergantungan morphine yang diterima tanggal 3 Juli 1972. Tanggal ini kemudian dianggap sebagai tanggal beroperasi (berdirinya) RSKO Jakarta yang dirayakan (de ceremonial) setiap tahunnya sebagai Hari Ulang Tahun.
RSKO Jakarta sudah tidak lagi berada di komplek RS Fatmawati, saat ini RSKO Jakarta berlokasi di tanah milik Pemda DKI Jakarta di Jalan Lapangan Tembak no.75, Cibubur, Ciracas, Jakarta Timur sejak 2002.Â
Legasi Ali Sadikin, RSKO Jakarta telah berusia 50 tahun (2022), ratusan ribu atau jutaan masyarakat sudah terselamatkan baik melalui pelayanan langsung, edukasi, jejaring, pendidikan, dan lain sebagainya.Â
Semoga kedepannya RSKO Jakarta sebagai Unit Pelayan Teknis (UPT) Kemenkes RI memiliki lahan sendiri, dimana saat ini masih meminjam tanah Pemda DKI Jakarta yang sudah berjalan 50 tahun. Apakah DKI Jakarta bersedia menghibahkan lahan mengingat sejarah Ali Sadikin  ?
Salam hangat Blogger Udik dari Cikeas
Bro Agan aka Andri Mastiyanto
Twitter @andriegan I Tiktok @andriegan I Instagram @andrie_gan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H