Indonesia telah menandatangi kontrak pembelian 6 unit jet tempur twin engine multi peran (omnirole) Dassault Rafale buatan perusahaan Prancis Dassault Aviation.
Kementerian Pertahanan yang diwakili Kepala Badan Sarana Pertahanan Kemenhan Marsda Yusuf Jauhari melakukan penandatanganan pengadaan pesawat tempur itu dengan perwakilan Dassault Aviation di Jakarta, Kamis (10/2/2022).
Turut hadir, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dan Menteri Pertahanan Perancis Florence Farly yang  menyaksikan penandatanganan kontrak tersebut.
Kesepakatan ini membuat Indonesia memastikan akan mendatangkan 6 dari total 42 pesawat jet tempur buatan Prancis Rafale. Menurut Menhan, Prabowo, 36 unit jet tempur Rafale akan menyusul  disepakati kemudian.
Rafale bukan pesawat tempur kacangan. Pesawat ini memiliki twin engine yang dirancang sebagai pesawat serbaguna yang dapat menjalankan berbagai misi atau omnirole.
Rafale dibekali dengan beragam sistem persenjataan, antara lain: Rudal serangan udara-ke-udara MICA dan METEOR, Rudal serangan udara-ke-darat HAMMER, Rudal anti kapal laut AM39 EXOCET, Bom berpemandu laser dan Meriam internal 30mm dengan kemampuan 2500 putaran per menit.
Jet tempur ini bahkan mampu menampung senjata hingga sembilan ton. Kecepatan maksimalnya mencapai 1.8 Mach. bahkan Rafale memiliki sistem pertahanan peperangan elektronika SPECTRA, dan semi stealth elektronik dengan mengecoh radar musuh.
Kontrak Pembelian iini ternyata diumumkan di tengah pengumuman Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat yang telah menyepakati kemungkinan penjualan 36 unit pesawat F-15ID (F15 EX versi Indonesia) dan perlengkapan terkait senilai US$13.9 miliar (Rp200 triliun), kata Pentagon Kamis (10/02).
Tentunya bukan tidak ada angin tidak hujan Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat mengumumkan hal tersebut. Pastinya ada permintaan dari Pemerintah Indonesia untuk pengadaan elang besi tersebut.
Elang besi ini merupakan jet tempur legendaris yang memiliki rekor 100 kemenangan di udara. Bahkan F15 Eagle mendapatkan julukan truk perang terbang karena kemampuannya memuat senjata. F15 merupakan jet tempur heavy fighter sekelas dengan Sukhoi Su-30.
F-15 Advanced Eagle memiliki radius tempur 900 nm untuk misi udara-udara atau 1.000 nm (mil laut) Â untuk misi udara-darat. Jadi pesawat ini amat cocok dimiliki Indonesia karena secara geografis negara kita luas.
Apalagi jet tempur ini memiliki kecepatan 2.5 mach, konon kabarnya bisa menembus 3 mach. Sangat layak F15 sebagai interceptor (buru sergap) karena kecepatannya.
Tidak hanya Rafale dan F15 ID, Indonesia pun telah menjalin kesepakatan dengan Korea dalam pembuatan jet tempur twin engine generasi 4.5 yang tahun ini akan melaksanakan uji terbang KFX/IFX/KF21 Boramae.
Kedua negara menargetkan produksi 168 unit pesawat KFX/IFX dengan pembagian yang disesuaikan dengan kontribusi masing-masing yakni 120 unit untuk Korea Selatan dan 48 unit untuk Indonesia.
Bila dicermati dan dihitung-hitung jumlah jet tempur yang akan mengabdi di Skuadron Wing Tempur TNI AU akan berjumlah 126 jet tempur baru. Itu dihitung dari 42 unit Rafale ditambah 36 unit F15 ID dan ditambah 48 unit KF21 Boramae.
Terus! Apa urgensinya Indonesia melakukan pengadaan besar-besar kekuatan udara? Jet tempur yang dibeli juga bukan jet tempur ringan (light fighter) tapi penempur kelas berat atau heavy fighter semacam Rafale dan F15 EX.
Bila melihat rencana pengadaan pesawat tempur Indonesia sekitar 126 jet tempur, terlihat sangat urgen sekali. Bisa jadi jika melihat jumlah, saat ini ada ancaman keamanan dibeberapa titik dimana negara harus bertindak cepat.
Namun, 126 jet tempur tidak akan cepat datang karena proses pembuatan jet tempur dari kontrak sampai dengan pengiriman pertama bisa membutuhkan waktu paling cepat 3 tahun. Jadi untuk pengadaan Rafale ini, unit pertama kemungkinan akan sampai di Indonesia tahun 2025.
Jet tempur merupakan Alutsista yang memiliki daya getar bagi peningkatan kapabilitas pertahanan. Tapi, ada hal urgen lain sebagai alasan pengadaan ratusan jet tempur yakni peremajaan jet tempur TNI AU yang sudah mulai menua, bahkan ada yang menjelang pensiun.
TNI AU saat ini mengopersionalkan jet tempur garis depan dengan usia yang bervariasi. Tertua ialah 10 unit F-16 seri A/B yang diopersionalkan sejak tahun 1989 dan Hibah 24 unit F-16 seri C/D yang telah digunakan sejak akhir 80 an dan perang teluk awal 90an.
Berarti usia jet tempur sejuta umat ini akan berusia sekitar 35 tahunan di tahun 2025 dan mencapai 40 tahun di tahun 2030. Tentunya akan sangat berisiko menerbangkan F16 seri A/B/C/D Â di usia tersebut.Â
Walaupun F-16 A/B telah di upgrade dalam program Falcon Star eMLU yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan struktur pesawat, peningkatan usia pakai hingga 8.000 equivalent flight hours, sampai dengan peningkatan avionic, dan armament system.Â
Secara khusus upgrade ini menyasar peningkatan kemampuan radar, sehingga pesawat dapat mengunci dan menembak 4 target udara secara simultan, selain itu, peningkatan kemampuan Beyond Visual Range dan Within Visual Range dengan Advanced Weapon juga telah menjadikan combat effectiveness meningkat signifikan.Â
Kemudian ada Hawk 109/209 yang unit pertama didatangkan sejak 1994, berarti usia jet tempur telah menyentuh 28 tahun. Jika jet tempur ini dipertahankan hingga 2030 (bila belum ada penggantian) akan berusia 36 tahun. Tentunya akan sangat berisiko dan sudah tidak menjadi daya getar bagi musuh.
Lalu ada keluarga Sukhoi Su-27 yakni varian Su-27 dan Su-30. Pada 2003, Indonesia membeli seri Su-27 dan Su-30, masing-masing sebanyak dua unit. Lalu, pembelian kembali dilakukan untuk seri yang sama pada 2008, yakni tiga unit untuk setiap seri. Terakhir, Indonesia membeli enam pesawat Sukhoi Su-30 pada 2012.
Keluarga varian heavy fighter Su-27 dari yang tertua berumur 19 tahun, lalu 14 tahun dan termuda 10 tahun. Untuk keluarga varian Sukhoi Su-27 masih bisa mengawal langit Indonesia hingga 2030 -- 2035.
Bila melihat dari pengalaman yang sudah ada, F-5 Tiger, jet tempur dengan julukan macan ini purna tugas di usia 35 tahun. A4 Skyhawk dipensiunkan setelah beropersi selama 24 tahun, tapi saat itu pembeliannya merupakan jet tempur bekas dari Israel. Bisa jadi usia pakai A4 Skyhawk sudah melewati 35 tahun.
Tentunya bila melihat usia pakai jet tempur garis depan Indonesia, memang pengadaan ratusan jet tempur heavy fighter dan omnirole terlihat urgen.
Sejumlah 16 unit F-5 Tiger II yang telah dipensiunkan saja belum ada gantinya untuk mengisi skuadron 14 Lanud Iswayudi Madiun. Saat ini baru dipinjamkan 3 unit varian Sukhoi Su-27 dan Su-30 dari lanud Makassar.
Ditambah 34 unit F-16 A/B/C/D plus 32 unit keluarga Hawk jika ditotal sekitar 82 unit jet tempur. Bila 82 unit jet tempur tersebut menjadi pengurang dari pengadaan 126 jet tempur maka akan surplus 44 jet tempur.
Kelebihan 44 jet tempur ini bisa untuk membentuk 3 skuadron wing tempur baru, apakah itu di Biak Papua, Natuna, dan kalimantan (Ibukota Baru).
Pemerintah RI tentunya harus bertindak cepat, karena dalam hitungan 3 s/d 8 tahun kedepan akan banyak jet tempur yang berusia uzur yang sudah tidak layak terbang. Mungkin, saat ini pun sudah ada yang tidak layak terbang.
Jangan sampai juga Indonesia jadi bahan olok-olok negara tetangga yang mengusik kedaulatan darat, laut dan udara RI dibilang macan ompong.
---
Salam sehat, Blogger Udik dari Cikeas Andri Mastiyanto
Twitter @andriegan I Instagram @andrie_gan I mastiyan@gmail.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H