Dirinya bersyukur dalam 10 tahun terakhir Suku Kamoro telah bangun dari tidurnya menghasilkan karya seni, salah-satunya seni ukir.
Setiap karya seni Suku Kamoro memiliki cerita dibaliknya apakah itu legenda, mimpi, atau apa yang mereka lihat semisal sungai. Bagi Suku Kamoro simbolisasi sungai merupakan Ibu bagi mereka.
Luluk memiliki pemikiran kedepan, bagaimana motif-motif, kearifan lokal dan bahan-bahan alami Suku Kamoro bisa diangkat agar dapat memiliki nilai lebih (valuable).
Apa yang dirinya dan Yayasan MWK lakukan sejauh ini bukan sekadar promosi tapi perbadayaan dan menjaga, karena bila tidak dijaga akan habis.
Tidak hanya valuable saja, pentingnya pemberdayaan dan update skill dari 500 seniman agar karya seni Suku Kamoro sustainable.
PT Freeport Indonesia amat mendukung, sehingga Yayasan MWK dapat berkolaborasi dengan Plataran Indonesia. Karena dengan bersinergi membuat karya seni Suku Kamoro dapat dikenal dan terus dilestarikan.
Asha Smara Darra (Oscar Lawalata) yang turut menjadi pembicara di sesi diskusi seni melihat kekuatan fashion Indonesia itu budayanya, kita punya identitas keragaman suku dan budaya.
Ketika berkunjung ke Papua saat terlibat di event PON PAPUA 2021, Oscar melihat di Papua karya seninya bagus-bagus dan identitasnya sudah terbentuk.
Pandangan dari Oscar, sustainable itu berkaitan dengan lifestyle, untuk itu sebuah produk perlu kacamata dari designer agar diterima oleh pasar dan identitasnya tidak hilang.
Fashion designer lain yang terlibat di sesi diskusi seni, Ghea Panggabean, menyampaikan bahwa pentingnya keterlibatan insan kreatif membantu mengabsorpsi motif-motif suku Kamoro dan kebudayaannya ke dalam kehidupan modern agar sustainable.