Net-Zero Emissions merupakan harapan masa depan menjaga perubahan Iklim. Tetapi apakah itu disadari oleh warga Indonesia ? belum tentu semua sadar akan hal itu. Walupun ditakut-takuti 10 tahun lagi Jakarta akan tenggelam, warga lebih takut tidak bisa beli beras, minyak goreng, sayur, gadget dan smartphone edisi terbaru.
Global Risk Report 2021 mempublikasikan di World Economic Forum (WEF) akan ada 5 ancaman dalam 10 tahun kedepan yang akan dunia hadapi yaitu ; cuaca ekstrim, kegagalan aksi iklim, kerusakan lingkungan oleh manusia, penyakit menular dan hilangnya keanekaragaman hayati.
Bila Net-Zero Emissions dihubungkan dengan pengeluaran keuangan pribadi atau rumah tangga, mungkin warga akan tergerak untuk terlibat.Â
Dampak dari perubahan iklim berpa pemanasan global belum banyak yang mereka pahami seperti apa bentuknya, untuk itu kenapa masih sedikit warga yang terlibat. Indonesia merupkan negara tropis, masyarakat sudah terbiasa dengan terik matahari, jadi panas merupakan kewajaran.
Aktivis lingkungan telah ramai mendengungkan isu Net-Zero Emissions (NZE) sejak 2008. Bagi para aktivis, ini merupakan expected future milestone (harapan masa depan) dimana emisi karbon sepenuhnya diserap oleh bumi melalui berbagai kegiatan manusia dan bantuan teknologi, sehingga tidak menimbulkan pemanasan global.Â
Apa itu Net Zero Emissions ?
Net zero emissions atau kalau diartikan dalam bahasa Indonesia itu nol-bersih emisi bukan berarti umat manusia sudah tidak lagi memproduksi emisi atau nol emisi.Â
Manusia tidak bisa lepas secara alamiah memproduksi emisi. Bayangkan saja Manusia itu bernapas menghasilkan karbon dioksida (CO2), jadi memang tidak benar-benar nol.Â
Artinya nol-bersih emisi (Net-Zero Emissions) adalah emisi yang diproduksi manusia (tubuhnya sendiri dan benda yang dibuatnya) yang dapat diserap sepenuhnya dan dikurangi produksinya sehingga tidak berdampak pada perubahan iklim.Â
Emisi karbon secara alamiah dapat diserap oleh tanah, laut, dan tumbuh-tumbuhan. Melalui reaksi kimia yang kompleks, tanah, perairan, dan tumbuh-tumbuhan memproses emisi karbon itu dalam siklus fotosintesis. Sepetinya Net zero emissions lebih kepada carbon neutral.
CO2 akan membentuk reaksi kimia di alam  yang hasilnya melepaskan karbon dan oksigen. Oksigen tentunya merupakan kebutuhan utama mahluk hidup, sedangkan karbon diperlukan untuk tanaman tumbuh hingga menjadi bahan dasar logam.
Bagaimana saya terlibat Net Zero Emission ? Mulai dari diri sendiri
Saya sendiri mempraktekkan net-zero emission awalnya bukan karena alasan isu perubahan iklim, tetapi karena memberi manfaat secara nyata bagi diri saya sendiri. Salah-satunya mengurangi pengeluaran keuangan dan rumah lebih sejuk. Tentunya kalau membicarakan uang (pengularan keuangan), itu hal yang menarik bagi warga kebanyakan.
Pada tahun 2012 saya merenovasi rumah di Cikeas-Bogor yang baru dibeli dengan konsep rumah hemat energi dan ramah lingkungan. Istana (Rumah) saya tidak besar, hanya seluas 83 meter persegi. Posisi hook (pinggir tikungan) depan taman perumahan, lokasi yang sangat saya idamkan.
Agar mengurangi penggunaan listrik dan emisi saya mendisign tinggi plafon 3,8 meter. Saya amat merasakan manfaatnya dimana kondisi suhu di dalam rumah terasa lebih adem dan tidak pengap.Â
Selain itu, saya mendisign rumah dengan memperbanyak jumlah ventilasi untuk meminimalisir penggunaan pendingin ruangan terutama pada saat siang hari. Design rumah menempatkan titik- titik ventilasi berupa kotak-kotak sirkulasi udara di atas jendela dan pintu.
Dampaknya sirkulasi udara semakin maksimal dan sekaligus menambah akses sinar matahari yang membuat rumah semakin terang tanpa menghidupkan lampu.Â
Pada bagian sisi rumah saya membuat area menjemur pakaian dimana atasnya tanpa atap, lalu dikombinasikan dengan pintu masuk sliding door kaca menuju ruang keluarga. Tentunya ini akan menambah akses sinar masuk dan sirkulasi udara di ruangan keluarga.
Kemudian, pada bagian atap dibuat kotak dari fiber dengan ukuran 1,5 x 1,5 meter. Kotak ini berfungsi sebagai tempat akses cahaya matahari masuk di siang hari. Kotak masuk cahaya matahari itu dibuat di tiga tempat, yaitu di ruang keluarga, kamar kedua dan toilet. Dengan kotak cahaya ini, mengurangi penggunaan listrik pada pagi sampai sore hari.
Tidak hanya itu saja, untuk menghemat listrik di rumah dengan melakukan pembelian perangkat elektronik seperti AC, televisi, lampu, magic jar dll yang sudah hemat energi.
Net-zero emissions menitikberatkan bagaimana emisi karbon secara alamiah diserap. Rumah di Cikeas ini  yang bertetangga 3 km dengan Presiden RI ke 7 ini menghadirkan teras, halaman dan sisi hook yang ditanami tumbuhan hijau, tanaman hias, kaktus dan tanaman obat.Â
Ternyata pikiran saya benar, tanaman bisa membuat rumah lebih sejuk, menyehatkan, sekaligus menjadi pemandangan yang bikin tambah betah di rumah. Tetangga pun ketika berada di rumah saya senang karena rumah sejuk alami.
Yuk bersama-sama design rumah hemat energi versi kamu sendiri. Mulai dari renovasi kecil- kecilan di rumah Anda sekarang
Design rumah saya di Cikeas pun menjadi acuan bagi para tetangga saat merenovasi rumahnya dengan plafon yang tinggi. Alasan mereka mencontoh karena rumah lebih sejuk dan mengurangi penggunaan pendingin ruangan. Bila kita mengurangi waktu penggunaan pendingin ruangan (AC) dan kipas angin tentunya mengurangi pengeluaran rumah tangga.
Kita patut sadar bahwa listrik yang disalurkan ke rumah-rumah warga berasal dari pembangkit tenaga listrik. Pembangkit tenaga listrik dengan bahan bakar batubara di Indonesia masih terbilang banyak jumlahnya.Â
Saat ini terdapat 54 pembangkit dalam program 35 ribu megawatt dimana mayoritas pembangkitnya merupakan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).Â
Dukung pemerintah dan swasta yang membangun Pembangkit Listrik Tenaga Surya Agar Pengeluaran Rumah Tangga Untuk Listrik Turun
Penggunaan bahan bakar batubara tentunya menjadi salah-satu penyebab emisi karbon di dunia. Pentingnya bagi Indonesia memprioritaskan penggunaan Energi Baru Terbarukan (EBT) dalam industri listrik Indonesia, salah-satunya Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).
Ingat ! batubara merupakan sumber daya alam yang tidak bisa diperbaharui, jadi bila suatu saat nanti terjadi kekurangan pasokan batubara akan berimbas pada biaya listrik. Kenaikan biaya listrik ini akan ditanggung oleh warga setiap bulannya.
Sebagai seorang warga kita tidak memiliki kemampuan untuk membuat PLTS dan kebijakannya. Apa yang bisa kita lakukan ? ya dengan mendukung dan mendorong Pemerintah memperbanyak PLTS di seluruh Indonesia untuk mengurangi emisi karbon.Â
Andaikata Anda blogger atau penggiat sosial media seperti saya, kita bisa membuat tulisan / status / caption tentang Net-Zero Emissions sehingga dibaca banyak orang. Sebagai seorang Muslim, salah-satu dari 3 hal yang membuat pahala tidak putus sampai akhir zaman ialah menyampaikan ilmu yang bermanfaat.Â
Hasil kajian Institute for Essential Services Reform (IESR) yang bekerja sama dengan Global Environmental Institute (GEI) yang termuat dalam laporan Beyond 207 Gigawatts: Unleashing Indonesia s Solar Potential memperlihatkan bahwa Indonesia mempunyai potensi PLTS (fotovoltaik) mencapai 3.000 - 20.000 GWp.
Bila potensi listrik sebesar itu dimanfaatkan, energi listrik sebesar 27.000 TWh per tahun yang hampir 100 kali kebutuhan listrik saat ini, akan dapat diperoleh negara ini dan rakyat dapat menikmatinya.Â
Dalam berbagai pemberitaan beberapa negara maju mengalami krisis listrik, sedangkan kita punya potensi aman dari krisis listrik karena kita berada di garis khatulistiwa yang kaya akan sinar matahari. Tapi itu perlu tersedianya Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).
Terdapat potensi listrik tenaga surya yang berada di 10 wilayah yang tersebar di Indonesia yaitu ; Sumatera Utara (1.509 TWh/tahun), Sumatera Selatan (1.495 TWh/tahun), Jambi (1.198 TWh/tahun), Â Jawa barat (946 TWh/tahun), Jawa Timur (1.362 TWh/tahun), Kalimatan Barat (2.948 TWh/tahun), Kalimantan Timur (2.096 TWh/tahun), Kalimantan tengah (1.877), Riau (1.557 KWh/tahun), dan Papua (995 TWh/tahun).
Bila jumlah PLTS diperbanyak, tentunya akan berkontribusi pada banyaknya penggunaan kendaraan listrik di Indonesia menggantikan kendaraan berbahan bakar emisi karbon. Penetrasi kendaraan listrik tentunya memiliki potensi menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dari sektor transportasi darat.Â
Kita sebagai warga patut mengapresiasi berbagai pihak yang mengembangkan PLTS di Indonesia. PT Indika Energy Tbk telah bekerja sama dengan perusahaan renewable energi asal India membentuk joint venture penyedia infrastruktur dan panel surya.Â
Sebagai perusahaan pertambangan, Indika Energy juga turut andil dalam pengembangan green energy melalui perusahaan patungan yang dibentuk ini. Indika Energy mengeluarkan investasi cukup sebesar senilai US$ 500 juta atau setara dengan Rp 7,25 triliun (Kurs Rp 14.500/US$) untuk energi surya.
Indonesia menargetkan mencapai Net-Zero Emissions selambat-lambatnya tahun 2060. Energi Baru Terbarukan akan berdampak positif terhadap ketersediaan 3,2 juta lapangan kerja hijau dan green economy.Â
Keuntungan lainnya yakni dapat tercapainya Net-Zero Emissions di tahun 2060 atau lebih cepat, biaya listrik yang lebih murah dan pembangkit listrik yang bebas polusi. Penggunaan 100 persen pembangkit listrik EBT dimana salah satunya PLTS, secara jangka panjang akan mengurangi biaya sistem pembangkitan listrik.
Selain itu juga akan menurunkan Levelized Cost of Electricity (LCOE)Â atau biaya pembangkitan listrik rata-rata dibandingkan dengan pembangkit listrik yang masih menggunakan bahan bakar batubara. Tentunya hal ini akan berdampak pada penurunan tarif dasar listrik dan ujung-ujungnya penurunan pengeluaran keuangan untuk biaya listrik bagi warga.
_
Salam hangat Blogger Udik dari Cikeas - Andri Mastiyanto
Instagram I Twitter I Email: mastiyan@gmail.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H