Mohon tunggu...
Andri Mastiyanto
Andri Mastiyanto Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Penyuluh Kesehatan

Kompasianer Of the Year 2022, 105 x Prestasi Digital Competition (70 writing competition, 25 Instagram Competition, 9 Twitter Competition, 1 Short Video Competition), Blogger terpilih Writingthon 2020, Best Story Telling Danone Blogger Academy 2, Best Member Backpacker Jakarta 2014, ASN, Email : mastiyan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Saru dan Ora Elok, Ajaran Perilaku Orang Jawa yang Mulai Terkikis

9 September 2021   22:11 Diperbarui: 10 September 2021   14:31 1699
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ora Elok tidak hanya sekedar pelarangan karena dibaliknya ada hal yang amat penting bagi kehidupan I Sumber Foto : Canva

Berbagai contoh 'Ora Elok' seperti ; nglungguhi bantal, engko wudunen' (Tidak baik menduduki bantal, nanti bisa bisulan) bila diperhatikan ini lebih kepada kesehatan karena celana bisa jadi terdapat bakteri / virus yang dapat menyebarkan penyakit.

'Ora elok dolanan beras, engko tangane kithing' (Tidak baik bermain beras, nanti jari tangannya bertumpang tindih). Maksud dari pernyataan ini agar jangan mempermainkan makanan agar tidak terbuang.

Kemudian 'Ora elok ngidoni sumur, mengko lambene guwing (Tidak baik meludahi sumur, nanti bibirnya sumbing), ini dapat diartikan apabila kita sakit akan dapat menyebarkan penyakit bila kita meludahi sumur yang digunakan orang lain.

Pantangan-pantangan tersebut, terdapat pesan moral yang ingin disampaikan. Apalagi orang Jawa identik dengan menyampaikan tidak langsung pada pokok dan inti permasalahannya. Orang Jawa mengungkapkan sesuatu dengan simbol-simbol / perumpamaan.

Banyak sekali hal-hal menarik dan unik yang dapat digali dari Jawa, salah-satunya berbau takhayul maupun mitos. Mitos adalah suatu cerita, pendapat, atau anggapan dalam sebuah kebudayaan yang dianggap mempunyai kebenaran menganai suatu perkara yang pernah berlaku pada suatu masa yang kebenarannya masih tanda tanya (Azizah dan Alee, 2014: 5).

Mungkin saja, orang Jawa terdahulu yang melahirkan Ora Elok dengan ucapan pantangan disertai akibat-akibatnya, sulit memberikan edukasi tentang dampak buruk sebuah perilaku. Akhirnya mitos dan tahayul dijadikan jalan agar banyak orang dapat melakukan hal yang lebih sehat.

----

Salam hangat Blogger Udik dari Cikeas - Andri Mastiyanto

Instagram I Twitter I Email: mastiyan@gmail.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun