Akan ada saja kejadian yang aneh, lucu dan tidak diharapkan ketika Kita sedang melakukan/menjalankan aktivitas. Bahkan bisa saja kejadian itu terasa bagaikan Prank.Â
Nah, ini yang Daku (saya) alami ketika ngetrip bersama Komunitas Backpacker Jakarta ke destinasi Tebing Keraton dan Taman Hutan Raya (Tahura), Bandung.
Daku mengikuti trip yang berujung Prank ini pada hari Sabtu pagi, 10 APril 2021 dimana titik kumpul di Sekretariat Backpacker Jakarta yang berada di sekitaran kawasan Universitas Kristen Indonesia (UKI). Kami bertiga puluh enam (36) dengan dua (2) ELF berangkat dari titik kumpul menuju lokasi pukul 00.30 WIB.
Trip ini bergaya backpacker mematuhi prokes dengan pembiayaan cost sharing yang berbiaya kurang dari dua ratus ribu (bagi member). Murah bisa ku bilang, walaupun daku bukanlah member grup Backpacker Jakarta, jadi daku menambah tiga puluh ribu. Penambahan biaya tiga puluh ribu ini berlaku bagi trip-trip lain tidak hanya trip ini saja.
Terdapat beberapa kejadian mengesankan, lucu dan bikin ngakak. Ya bisa juga dikatakan Prank untuk diri ku sendiri dan Prank bagi beberapa anggota trip ini. Apa saja ? yuks di scroll...
_
Prank di Tebing Keraton
Millenials siapa yang nggak tau Tebing Keraton? Objek wisata Tebing Keraton Bandung masih berada di dalam kawasan Taman Hutan Raya Juanda merupakan salah satu tempat yang cocok untuk dikunjungi untuk swafoto, camping dan menyendiri. Tapi jangan berekspetasi lebih, nanti kena prank.
_
1. Sunrise Tebing Keraton
Itenary perjalanan  trip kali ini menjadwalkan sampai lokasi parkiran kendaraan kawasan wisata Tebing Keraton pukul 04.30 WIB yang dilanjutkan menuju destinasi Tebing Keraton dengan background pemandangan hutan Pinus dan kota Bandung.Â
Tapi apa daya, ini PRANK pertama yang kami temui. Ternyata Tebing keraton pada masa pandemi Covid-19 baru dibuka pukul 07.00 WIB. Itu pun petugas jaga baru sampai dan hanya pegang-pegang kunci.
Informasi ini kami dapatkan di area parkir Tebing Keraton. Akhirnya kami pun melaksanakan sholat Shubuh terlebih dahulu sambil menunggu keadaan makin terang agar kita bisa naik ke area wisata Tebing Keraton.
Berseliweran foto-foto ketjeh baik selfie atau pun foto dengan background pepohonan pinus dan warna keemasan di langit kala sang fajar muncul dari tempat rebahannya, tentunya membuat banyak millenias ngiler ingin foto disana.Â
Tapi apa daya harapan hanya harapan, jadi jangan ngarep bisa foto-foto ketjeh saat sunrise di Tebing Keraton dimasa Pandemi Covid-19.
_
2. Jalan Kaki Menuju Kawasan Tebing Keraton
Banyak yang mengaku traveler ternyata juga tergolong kaum rebahan, pecinta drakor, muka putih porselin kebanyakan mercury dan si mata panda yang kebanyakan ngeliat gadget.Â
Golongan kaum ini boro-boro diajak jalan 10.000 langkah sesuai anjuran Kemenkes RI, jalan beli jajan aja ogah, mendingan pesen via transportasi online.
Nah, buat kalian yang memang tergolong kaum ini jangan sampai kalian kena Prank. Jangan percaya kalau ada yang bilang "mendingan kalian jalan kaki aja, nggak jauh kok".
Jarak antara tempat parkiran ke Tebing Keraton menurut google map sekitar 1,7 km. Bila kalian kaum rebahan coba-coba malangkah, siap-siap aja gempor, betis makin kenceng menggoda dan paha terasa wadidaw.Â
Kenapa ? karena dibeberapa titik terdapat trek yang menanjak 15 s/d 25 derajat yang bisa bikin ada kata-kata hati "lanjut atau balik yaks"
Apalagi saat balik turun dari kawasan wisata Tebing Keraton. Bagi yang tidak tau cara melangkah dengan benar, bisa-bisa paha atau betis kalian kram. Jadi ya sudahlah, sebaiknya menyisihkan sedikit rezeki tiga puluh ribu rupiah bagi tukang ojek.Â
Bayar tukang ojek lebih baik, daripada kalian seminggu kemudian melangkah bergaya ngangkang, tiap hari mengeluh "Mak kapan sakitnya ilang !!!" sambil ngusap-ngusap paha & betis pakai balsem panas.
Mau dibilang traveler sejati di sosial media itu gampang "Cukup pakai kaos bertuliskan 'My Life My Adventure', celana pendek, bawa ransel, ngalungin mirolles di leher, pakai sendal gunung dengan foto background pemandangan" jadi nggak perlu pegel-pegel trekking
_
3. Monyet Perenggut Bawaan di Tebing Keraton
Prank ketiga, ada sejumlah monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) yang akan Kalian jumpai di kawasan Tebing Keraton. Meskipun terkesan menggemaskan, tapi jangan coba-coba kalian mendekat sambil bawa tentengan plastik yang berisi makanan.
Inget ya, ini monyet bukan Rusa di Ranca Upas. Jadi upayakan untuk tidak memberi makan monyet tersebut. Larangan untuk memberi makan kera telah terpampang di area berfoto. Pasalnya, kebiasaan memberi makan monyet inilah yang merubah perilaku alami monyet.
_
4. Tebing Keraton Penuh Cendol
Cendol bukan sembarang cendol yang dimaksud ialah kerumunan manusia. Jangan banyak berharap mendapatkan foto seperti pada foto-foto di sosial media, bagaimana kerennya foto di Tebing Keraton tanpa ada manusia lain.... itu bohooongg.....
Perlu usaha lebih dan bersabar menunggu gantian swafoto / selfie di titik yang hits. Namun, ternyata nggak selamanya apa yang terlihat di Instagram itu benar.Â
Kalau kita mau mengeksplore kawasan wisata Tebing Keraton sebetulnya banyak tempat yang bisa dijadikan area swafoto. Dari deretan tangga berbahan policarbonat, hutan pinus di area camping, menara pengawas, dan prasasti Tebing Keraton.
Prank di Tahura (Taman Hutan Raya)
Taman Hutan Raya (Tahura) Ir. H. Djuanda yang merupakan bagian dari daerah cekungan Bandung. Kawasan ini memiliki latar belakang sejarah yang erat kaitannya sejarah bangsa ini.Â
Kawasan ini bisa daku bilang tempat yang memberi suasana yang baru, segar, menyenangkan dan membuat kita didendangkan sound of nature. Tapi lokasi ini juga bisa bikin Prank loooo....
_
1. Lampu Senter Goa Jepang Tahura
Salah-satu destinasi wisata di Tahura Bandung yaitu Goa Jepang. Menurut sejarahnya dibangun oleh jepang ditahun 1942 sebagai gudang logistik militer. Dahulu pada masa penjajahan Jepang kawasan Tahura merupakan kawasan yang terlarang disinggahi masyarakat.
Nah, Prank nya di Goa Jepang yakni tidak semua senter yang disewakan memiliki pencahayaan yang baik. Bisa dibilang remang-remang. Ini yang membuat beberapa teman bercerita ; bahwa saking senter minim cahaya membuat diri mereka saling bertabrakan didalam goa yang gelap.
Pelajaran yang bisa diambil, pertama sebaiknya menanyakan terlebih dahulu kepada penjaga pintu depan goa apakah baterai masih full energi atau tidak. Kedua, pada saat didalam saling berpegangan agar tidak bertabrakan, tapi hati-hati salah pegang...
_
2. Terowongan Goa Belanda Tahura
Goa lainya di Tahura ialah Goa Belanda. Goa ini dimanfaatkan pada saat Indonesia masih berada dalam jajahan Belanda dan Jepang. Goa Belanda, berjarak kurang lebih 1 kilometer dari pintu gerbang Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda melalui gerbang Dago Pakar.Â
Goa Belanda ini didirikan pada tahun 1906 oleh kolonial Belanda bagian dari PLTA Pakar (saat ini PLTA Bengkok). Pada tahun 1918 goa ini beralih fungsi sebagai fasilitas militer. Oleh Jepang dijadikan sebagai gudang mesiu.
Gara-gara hal tersebut kami kira pintu gerbang sisi yang lain tidak berhubungan dengan jalur trekking menuju air terjun Curug Koleang. Akhirnya kami pun melanjutkan perjalanan tanpa memasuki Goa Belanda.
Ternyata eeehhh...ternyata... setelah kami berjalan 400 s/d 500 meter, Â ternyata tembusan ujung Goa Belanda kami lewati, dan melihat teman-teman BPJ yang memilih menembus Goa Belanda....disaat itu kami terasa kena Prank.
_
3. Papan Informasi Lokasi Air Terjun Tahura
Destinasi wisata yang baik itu destinasi wisata yang memiliki papan informasi, sehingga mempermudah pengunjung. Tahura pun menyediakan papan-papan informasi di sebagian kawasannya.
Tapi, entah kenapa daku dan beberapa teman BPJ merasa di Prank oleh Papan Informasi. Begini ceritanya, beberapa diantara peserta trip BPJ kali ini mengincar berendam di air terjun di Tahura.
Gara-gara mengincar berendam banyak diantara kami yang tidak mandi pasca berjibaku dengan kamera di Tebing Keraton. Awalnya kami semangat menyusuri jalan beraspal, menyusuri Goa Jepang dan Belanda, dan jalan setapak.
Kami pun berjalan menyusuri jalan setapak, tapi kok tidak nyampai-nyampai. Beberapa pengunjung dari arah berlawanan kami tanya, ada yg menjawab 5 menit dari jembatan gantung.Â
Suara air pun terdengar, membuat kami bersemangat. Bahkan salah seorang kawan berucap "ada suara air dan burung berarti air terjun sudah dekat". Kami pun makin bersemangat, tapi ada tidak ketemu air terjunnya.Â
Seorang kawan dengan wajah bewokan berkata "lu itu lulusan IPS bukan IPA, pantes aja bilang suara burung berarti air terjun udah dekat" .. tawa pun pecah sepecah-pecahnya.
Langkah ini pun berlanjut lagi 20 menit kemudian, kami tanya pengunjung yang lain di perempatan dengan papan informasi kandang rusa 400 meter dan mereka menjawab "masih satu jam' lagi ke air terjun. Akhirnya daku pun menyerah dan sadar ini Prank selanjutnya.
_
Prank bisa menimpa siapa saja di berbagai situasi ... jadi nikmatin aja....
Salam hangat  Blogger Udik dari Cikeas - Andri Mastiyanto
Instagram I Twitter I web I Email: mastiyan@gmail.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H