Mahariah sejak 2005 aktif sebagai penggiat lingkungan. Dirinya merupakn pendiri Rumah Hijau yang merupakan bengkel penggiat lingkungan dalam mengelola sampah. Bengkel ini lain tidak bukan merupakan nama lain bank sampah yang memiliki nilai lebih.Â
Rumah Hijau melaksanakan pengelolaan sampah berupa penyortiran, pemilahan dan daur ulang sampah oleh anggota komunitas menjadi beraneka ragam kerajinan.
Sementara sampah yang tidak bisa dimanfaatkan akan dijual ke pengepul sebagai tabungan bagi nasabah bank sampah. Baginya bengkel ini menjadi jawaban masalah sampah di lingkungannya
Rumah Hijau menfasilitasi keterlibatan masyarakat dalam menjaga lingkungan yang bersih dan sehat. Menurut Mahariah aksi positif ini tidak bisa dikerjakan oleh satu dua orang saja. Dibutuhkan keterlibatan semua orang.
Dalam setiap kegiatan Rumah Hijau melibatkan ibu-ibu dan anak muda Pulau Pramuka. Bengkel penggiat lingkungan ini merupakan gerakan berbasis rumah tangga untuk melestarikan lingkungan.
Ada 3 (tiga) kegiatan yang dilaksanakan di Rumah Hijau ; memilah sampah dari rumah, menanam tanaman yang bisa mereka makan, dan belajar membuat prakarya yang bernilai ekonomi.
Mahariah menceritakan sebelum gerakan ini ada, berdasarkan catatan teman-teman petugas TPS setiap hari ada sekitar 200 gerobak motor (germor) sampah dari rumah tangga, lebih banyak lagi diwaktu akhir pekan. Semenjak hadirnya Rumah Hijau jumlah sampah menurun hingga 140 germor / hari atau setara 1 (satu) ton sampah.
Awalnya Mahariah tergerak mengatasi masalah sampah karena sebuah kejadian ditahun 2008. Saat itu terjadi banjir di Jakarta yang memberi dampak pada Kepulauan Seribu.
Sampah-sampah dari Jakarta mengotori bibir pantai dan merusak pohon mangrove Kepulauan Seribu. Teluk Jakarta memang menjadi hilir dari 13 sungai yang air dan muatannya berujung ke laut.
Pada tahun 2009, dengan semboyan 'Laut Bukan Tempat Sampah' kemudian Mahariah dan komunitasnya tergerak untuk membersihkan pantai Pulau Pramuka dan laut disekitarnya.