Ibu saya pernah berucap bahwa pemberi pesan kebaikan tidak selalu seorang ahli ilmu agama. Ada hadist Nabi mengenai sebaiknya diri kita menjadi sosok pemberi pesan,
Dari Abu Hurairah ra dalam hadits riwayat Imam Muslim, Rasulullah SAW bersabda: "Apabila manusia itu meninggal dunia maka terputuslah segala amalnya kecuali tiga: yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan doa anak sholeh yang berdoa baginya."
Dalam pemikiran Ibu, ilmu yang bermanfaat tidaklah selalu ilmu agama. Jadi bila kita dapat memberikan ilmu bermanfaat yang kita miliki, semisal ilmu bercocok tanam, ilmu matematika, ilmu menulis dan ilmu lainnya itu sudah dapat membuat diri kita mendapatkan amalan yang tidak terputus-putus sampai akhir jaman. Pahala tak putus itu akan didapatkan bila ilmu itu turun menurun disampaikan oleh penerima pesan kepada orang lain.
Ibu dahulu merupakan seorang guru sebelum dirinya berubah profesi menjadi seorang penjahit. Dirinya senang membaca dan memiliki pengetahuan sejarah. Saya melihat bagaimana Ibu suka mengoleksi buku dan majalah yang tidak dia simpan untuk dirinya sendiri, tapi juga dipinjamkan kepada orang lain.
Dirinya mencontohkan bagaimana Ibu Kita Kartini akhirnya menjadi sosok wanita yang diangkat derajatnya oleh Alloh SWT dan Pemerintah Indonesia karena Kartini merupakan sosok pemberi pesan yang mengubah Indonesia.Â
Pahlawan emansipasi wanita ini berkomunikasi dan mengirimkan pesan-pesan melalui surat kepada Ibu Abendanon menyangkut keadaan wanita Indonesia dijamannya begitu menyedihkan. Ternyata pesan-pesan melalui surat itu dapat merubah situasi Bumiputera kedepannya. Pemikiran-pemikiran Kartini mengubah pandangan masyarakat Belanda terhadap perempuan pribumi di Jawa.Â
Pesan-pesannya melalui perantara Ibu Abendanon mengantarkan perubahan beberapa puluh tahun setelah berpulangnya Kartini. Banyak pribumi Bumiputera mendapatkan kesempatan pendidikan di jaman penjajahan Belanda dengan hadirnya politik etis.Â
Pesan ini akhirnya terpatri pada generasi penerusnya sehingga seorang WR.Soepratman menggubah lagu 'Ibu Kita Kartini'. Pada 22 Desember 1929 di Kongres Wanita lagu ini diperdengarkan kepada peserta yang hadir.Â
Tidak hanya itu saja, Presiden Soekarno pada 2 Mei 1964 menetapkan tanggal 21 April sebagai Hari Kartini melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia No.108 Tahun 1964.
Ibu juga menyampaikan bahwa pemberi pesan tidaklah selalu seorang ningrat seperti Ibu Kita Kartini yang memiliki pangkat dan derajat. Pesan dari rakyat jelata pun dapat menimbulkan dampak.