Sekeliling kampung pun dipagari dengan tanaman (pohon bambu) hingga membentuk pagar alam. Semua bentuk, ukuran, dan bahan bangunan semuanya sama, hal ini menunjukkan adanya keselarasan dan keharmonisan yang ada di Kampung Naga.Â
Terdapat pantangan-pantangan menyangkut Rumah di kampung Naga. Rumah tidak boleh dilengkapi dengan perabotan, tidak boleh mempunyai daun pintu di dua arah berlawanan.Â
Karena menurut budaya masyarakat Kampung Naga, rizeki yang masuk kedalam rumah melaui pintu depan tidak akan keluar melalui pintu belakang. Untuk itu dalam memasang daun pintu, mereka selalu menghindari memasang daun pintu yang sejajar dalam satu garis lurus.Â
Yang cukup berbeda dengan rumah-rumah di pulau jawa, dapur berada di depan rumah dengan menggunakan anyaman bambu dengan design agar bisa dilihat dari luar. Design dapur seperti itu agar para warga yang meronda pada saat malam dapat melihat kondisi dapur, apakah masih ada api yang menyala atau tidak.Â
Tata desa pun mempunyai wawasan lingkungan yang baik secara fisik dan kesehatan lingkungan, dimana lingkungan begitu bersih tanpa sampah yang berserakan.Â
Ketika saya tiba di tengah-tengah pemukiman yang terdapat sebuah lapangan bertanah liat, saya mendapati seorang remaja Kampung Naga menjual es kelapa. Saya pun membelinya sambil mengajak yang lain "Ayooo kemari, beli es kelapa...biar seger. berdayakan ekonomi pedesaan".
----
Manusia, alam dan hutan dapat hidup bersinergi. Tanpa melakukan pengerusakan dan penebangan pohon membuat Kampung Naga menjadi kampung yang nyaman, asri, sejuk dan tentunya berdamai dengan Alam.Â
Hutan kita juara, Â salah-satu contohnya bagaimana warga Kampung Naga adopsi hutan yang dilakukan secara turun menurun sehingga mereka dapat hidup sehat fisik dan mental. Bagi pejuang keseimbangan alam selamat merayakan Hari Hutan Indonesia 2020 di tanggal 7 Agustus.
Salam hangat Blogger Udik dari Cikeas - Andri Mastiyanto