Aroma kemiri dari serundang timbul ketika melewati tenggorokan. Ditambah aroma harum daun pisang, parutan kelapa berbmbu ini membuat jari jemari dijilati.Â
Apalagi Ibu Kusnia juga melengkapi sajian ini dengan sambal goreng yang pedasnya nendang. Jangan lupa juga menyantap dengan sate jeroannya. Tak ada aroma amis dari sate-sate ini, yang ada aroma harum gurih yang bikin pengen nambah...nambah ...nambah....
Ayam goreng gurih bertabur serundeng paling enak sebetulnya dimakan dengan nasi hangat. Ditambah sambal dan sate kulit makin mantap! Kelezatan hidangannya boleh diadu dengan ayam goreng di resto.
Tapi entah kenapa daku tidak memesan nasi. Akhirnya terasa ada yang kurang saat menikmati kuliner ini.Â
Setelah sampai rumah membuat daku menyesal kenapa tidak makan ayam goreng serundeng dilengkapi nasi. Kekuatan dari cita rasa sambel yang menjadi ciri khas kurang mengena karena tidak menggunakan nasi.
Sambil menemani kami makan, Bapak Pranata dan Ibu Kusnia sedikit berkisah. Ia sudah berjualan ayam goreng serundeng ini sejak 2002. Awalnya mereka berdua berjualan berkeliling, lalu 3 tahun kemudian memutuskan menetap di kawasan Pasar Baru ini.
Dua sejoli ini berjualan dari sore jam 16.00 sampai pukul 20.00 WIB. Mereka memang tidak berjualan dari siang alasannya sepi, untuk menjajakan kuliner ramainya sore hari. Dalam sehari pun mereka menyediakan hanya sebanyak 10 ekor ayam, tidak lebih.Â
Ibu Kusnia berucap kami berjualan secukupnya tidak mau banyak-banyak. Ia sambil tersenyum berkata awalnya iseng daripada tidak melakukan apa-apa di rumah. Bapak Pranata dan Ibu Kusnia berdomisili di Pasar Ular, Tanjung Priuk, Jakarta Utara.
Ketika Ibu Kusnia ditanya kenapa lebih memilih Pasar Baru dibandingkan didekat lokasi rumah, ia hanya berucap merasa lokasi pasar baru merupakan lokasi yang cocok kami berjualan ayam goreng serundeng ini.
Pelanggan dari ayam goreng serundeng ini dari berbagai tempat, bahkan Ibu Kusnia mengungkapkan ada pelanggan dari Banjarmasin.Â