Mohon tunggu...
Andri Mastiyanto
Andri Mastiyanto Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Penyuluh Kesehatan

Kompasianer Of the Year 2022, 105 x Prestasi Digital Competition (70 writing competition, 25 Instagram Competition, 9 Twitter Competition, 1 Short Video Competition), Blogger terpilih Writingthon 2020, Best Story Telling Danone Blogger Academy 2, Best Member Backpacker Jakarta 2014, ASN, Email : mastiyan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Natuna Memanas, Indonesia Siap Menerbangkan Drone Elang Hitam

12 Januari 2020   19:51 Diperbarui: 12 Januari 2020   20:25 556
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Deskripsi : Drone Elang Hitam akan menjadi mata di udara di tahun 2023 I Sumber Foto : IG Foto DI News

Bahasa diplomatik amat berbeda dengan bahasa verbal antar manusia. Ketika terjadi krisis bahasa diplomasi juga mengandung simbol-simbol. Memang, pengertian bahasa adalah suatu simbol. Apa yang ditampilkan simbol-simbol tersebut memiliki makna bahkan pesan. Bahasa menjadi sesuatu yang paling penting dalam diplomasi, karena menentukan berhasil atau tidaknya diplomasi tersebut. 

Natuna memanas, nelayan dan kapal penjaga pantai Tiongkok dengan berani memasuki wilayah Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) Indonesia di perairan Natuna Utara. Kejadian ini bahkan membuat Presiden RI, Joko Widodo mengunjungi Kepulauan Natuna pada rabu, 8 Januari 2020. 

Apa yang dilakukan Presiden RI merupakan bahasa diplomatik yang memiliki pesan tersirat kepada Pemerintah Tiongkok dimana sebelumnya melalui menteri luar negeri nya mengakui kawasan ZEE Indonesia sebagai wilayah historis. Pesan Presiden RI tersebut ditanggapi dengan menyingkirnya kapal penjaga pantai Tiongkok.

Dilansir dari kompas.com (DI SINI) reaksi keras pemerintah Indonesia terhadap pelanggaran perbatasan di perairan Natuna tampaknya masih ada saja kapal ikan asing (KIA) yang menghiraukan. 

Pasalnya, pasca kunjungan Presiden RI Joko Widodo dan gelar pasukan TNI di Pulau Natuna, keberadaan KIA di perairan tersebut masih terdeteksi. Hal tersebut terbukti dari pantauan udara, sabtu, 11 Januari 2020 yang dilakukan TNI menggunakan pesawat intai maritim Boeing 737 AI-7301.

Dari pemantauan pesawai intai tersebut masih ditemukan sekitar 30 KIA yang masih berlayar di Laut Natuna bagian utara. Mengetahui ada temuan itu, Panglima Komando Gabungan Wilayah I (Pangkogabwilhan I) Laksdya TNI Yudho Margono langsung menginstruksikan tiga kapal perang, yaitu KRI Karel Satsuit Tubun (KST) 356, KRI Usman Harun (USH) 359 dan KRI Jhon Lie 358 untuk melakukan upaya pengusiran.

Berbarengan dengan krisis Natuna, PT Dirgantara Indonesia (PTDI), Senin (30/12/2020) mengeluarkan purwarupa drone militer pertama buatan anak bangsa yang diproduksi di Bandung, Jawa Barat. Apakah ini juga merupakan pesan tersirat / sinyal bagi pelanggar perbatasan laut Natuna Utara ?

Drone militer dalam beberapa hari terakhir menjadi perbincangan setelah tragedi penyerangan pesawat tanpa awak (drone UAV militer) USA yang berakibat terbunuhnya Jenderal Iran Qasem Suleimani dalam konfoi kendaraan pasukan elit Iran. 

Teknologi pesawat tanpa awak militer saat ini dikembangkan oleh beberapa negara termasuk Indonesia. Saat ini Indonesia sedang mengembangkan drone pengintai militer sama dengan yang digunakan USA, Rusia, Cina, Turki, dan negara besar lainnya.

Drone ini dikembangkan konsorsium yang terdiri dari BPPT, Kemenhan, TNI AU, PT DI, PT Len, dan ITB sudah mampu membuat prototipe pesawat drone bertipe Medium Altitude Long Endurance (MALE) bernama 'Black Engle' atau Elang Hitam. Rencananya, seluruh uji kelaikan dan proses sertifikasi akan selesai pada 2023.

Program MALE adalah program berdasarkan Permen Ristek DIKTI no 38 Tahun 2019, BPPT merupakan Koordinator Program MALE yang memimpin sebagai koordinator Program dan Anggaran kegiatan tersebut dalam program Konsorsium PRN 2020-2024, beranggotakan 7 K/L dibawah koordinasi BPPT.

Nama Elang Hitam pada drone atau PUNA MALE ini diberikan oleh Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Bambang PS Brodjonegoro.

Spesifikasi drone ini serupa dengan milik drone CH-4 (China), Anka (Turki) dan Patroller (Safran-Perancis). Bila Pesawat tanpa awak ini diproduksi massal dengan spesifikasi militer dapat digunakan sebagai patroli udara untuk menutupi ruang udara dari sisi keamanan dan pertahanan. Patroli udara di ZEE Natuna Utara dapat menggunakan drone Elang Hitam ini.

Bila melihat dari spesifikasi dari drone militer Elang Hitam (DI SINI), besi terbang ini akan menggunakan mesin Rotax dari Austria, memiliki flight control system (FCS) asal Spanyol, dan dilengkapi persenjataan rudal. Elang Hitam mampu auto take off auto landing, radar SAR, inertial navigation system, dan electro-optic targeting system.

Tidak main-main Elang Hitam dilengkapi Syntetic Aperture Radar (SAR), Camera 24 Megapixel dengan lensa E-Mount 20 mm. Hasil dari pantauan Kamera internal mampu membuat gambar objek dua atau tiga demensi. 

Selain itu penguasa udara ini mampu mendeteksi kondisi awan, cuaca, dan keberadaan air dikedalaman 30 cm dibawah permukaan tanah. Dari sisi spesifikasi militer, Elang Hitam dapat mendukung kegiatan intelijen, pengawasan, pengintaian, dan penargetan. Salah-satu aplikasi yang diharapkan dari Elang Hitam / PUNA MALE adalah untuk mengatasi kebakaran hutan dan lahan.

Pesawat nirawak ini ditenagai mesin 4 stroke engine, 2 bilah baling-baling dengan power 110-150 horse power. Selain itu sang elang memiliki radius line of sight (LOS) sejauh 250 km, mampu terbang hingga 23 ribu kaki (7.200 meter) dan dapat mengangkasa selama 30 jam. Kecepatan maksimal bagaikan kereta cepat dengan speed 235 km per jam.

Elang hitam memiliki bentang sayap 16 meter, panjang 8,3 meter dengan tinggi 2,6 meter. Berat lepas landas maksimum 1.115 kg, berat kosong 575 kg, kapasitas muatan maksimum 300 kg dan kapasitas bahan bakar 420 kg. Untuk lepas landas Elang Hitam butuh panjang run way 700 meter.

Prototipe pertama Elang Hitam masih dalam development, lalu kedua pada 2020 untuk kepentingan sertifikasi, prototipe ketiga uji struktur pada 2021, dan prototipe ke-empat pada 2022 untuk kombatan. Pada prototipe kombatan, maka drone Male bisa membawa senjata antara lain rudal, bom dan lainnya yang dirancang maksimal berbobot 300 kg.

Indonesia membutuhkan drone untuk menjaga kedaulatan negara melalui pantauan udara. Drone ini diharapkan dapat melakukan pengawasan dalam menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) baik di wilayah darat maupun laut melalui pantauan udara. 

Sebagai negara dengan panjang pantai yang luas, perlunya mengantisipasi ancaman yang terjadi di daerah perbatasan, serta kasus lain seperti terorisme, penyelundupan, pembajakan, hingga pencurian sumber daya alam di antaranya pembalakan liar dan pencurian ikan.

Oleh karena itu, berdasarkan kajian awal BPPT, dibutuhkan sebanyak 33 unit drone yang akan ditempatkan di 11 pangkalan, atau tiga unit per pangkalan (operasional, stand by, dan perawatan).

_________________

Salam hangat Blogger Udik dari Cikeas - Andri Mastiyanto

Blog [DISINI] Twitter [DISINI] , Instagram [DISINI] Email : mastiyan@gmail.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun