Mohon tunggu...
Andri Mastiyanto
Andri Mastiyanto Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Penyuluh Kesehatan

Kompasianer Of the Year 2022, 104 x Prestasi Digital Competition (69 writing competition, 25 Instagram Competition, 9 Twitter Competition, 1 Short Video Competition), Blogger terpilih Writingthon 2020, Best Story Telling Danone Blogger Academy 2, Best Member Backpacker Jakarta 2014, ASN, Email : mastiyan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Hari Kesehatan Jiwa, Mari Selamatkan Generasi dari Bunuh Diri

11 Oktober 2019   11:36 Diperbarui: 11 Oktober 2019   12:02 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

" Orang yang sehat fisik harus juga sehat jiwa " ucap Dr.dr.Fidiansjah M.A, Sp.KJ, MPH (9/10/2019)

Apa yang diucapkan oleh dr.Fidiansjah ada benarnya. Bila kita sehat fisik tapi tidak memiliki jiwa sehat dapat menghancurkan kesehatan fisik kita sendiri, hubungan sosial dengan lingkungan bahkan dapat mengarah pada tindakan bunuh diri.

Patut diketahui setiap tanggal 10 Oktober diperingati sebagai Hari Kesehatan Jiwa Sedunia (HKJS). Kesehatan jiwa menjadi permasalahan yang serius, beberapa kondisi seperti depresi, kegelisahan, perubahan suasana hati hingga stress bahkan bunuh diri.

Kondisi tersebut menjadi isu yang menjadi perhatian khusus dalam Hari Kesehatan Jiwa Sedunia. WHO memperingati Hari Kesehatan Jiwa Sedunia ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terkait kesehatan mental sehingga bisa mencegah terjadinya penyakit jiwa.

Pada, Rabu, 9 Oktober 2019 sehari sebelum Hari Kesehatan Jiwa Sedunia diselenggarakan temu blogger Kesehatan di kantor pusat Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Kuningan, Jakarta, yang bertujuan mensosialisasikan pentingnya kesehatan jiwa.

Kemenkes RI di tahun 2019 ini mengambil tema Mental Health Promotion and Suicide Prevention dengan penguatan pada #sehatjiwa dan #cegahbunuhdiri. Hadir sekitar 35 blogger kesehatan guna  mensukseskan kegiatan ini.

Temu blogger kesehatan yang diprakarsai oleh Kemenkes RI ini menghadirkan pembicara yang kompeten baik dari Kemenkes RI maupun tenaga professional yang kompeten.

Dr.dr.Fidiansjah M.A, Sp.KJ, MPH (Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza, Kementerian Kesehatan RI), Dr.Indria Laksmi Gamayanti, M.Si (Ikatan Psikolog Klinis Indonesia) dan Novy Yuliyanti, M.PSI (MotherHope Indonesia) I Sumber Foto : dokpri
Dr.dr.Fidiansjah M.A, Sp.KJ, MPH (Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza, Kementerian Kesehatan RI), Dr.Indria Laksmi Gamayanti, M.Si (Ikatan Psikolog Klinis Indonesia) dan Novy Yuliyanti, M.PSI (MotherHope Indonesia) I Sumber Foto : dokpri

Adapun narasumber dalam kegiatan temu blogger kali ini, Dr.dr.Fidiansjah M.A, Sp.KJ, MPH (Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza, Kementerian Kesehatan RI), Dr.Indria Laksmi Gamayanti, M.Si (Ikatan Psikolog Klinis Indonesia) dan Novy Yuliyanti, M.PSI (MotherHope Indonesia).


Kesehatan Jiwa Menjadi Dasar Kesehatan Paripurna dan Bunuh Diri

Dr.Fidiansjah menyampaikan pengertian dari kesehatan jiwa yaitu kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif dan mampu memberikan kontribusi untuk komunitas nya (UU No. 18 tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa).

Tambah dr.Fidiansjah, kita dapat melihat UU.KES. No 36 Tahun 2009. Berdasarkan undang-undang terebut unsur kesehatan paripurna adalah keadaan sehat baik secara fisik, mental, spiritual, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.

Jadi kesehatan jiwa merupakan termasuk unsur terpenting dalam kesehatan paripurna. Berbicara kesehatan jiwa maka harus melihat data Riskesdas (2013). Prevalensi orang dengan gangguan jiwa berat 1,7 (402.900 jiwa), sedangkan prevalensi orang dengan gangguan mental emosional 6,0 % (14.220.000 jiwa)

Proporsi orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) yang pernah dipasung 14,3% (angka Nasional), 10,7% (di perkotaan) dan 18,2% (di pedesaan).

Deskripsi : Aplikasi Sehat Jiwa I Sumber Foto : dokpri temu blogger kesehatan
Deskripsi : Aplikasi Sehat Jiwa I Sumber Foto : dokpri temu blogger kesehatan

Dr.Fidiansjah memperkenalkan aplikasi aplikasi Sehat Jiwa yang dapat diunduh di playstore. Aplikasi dapat digunakan oleh masyarakat untuk berkonsultasi kesehatan jiwa secara online.

Gangguan Jiwa Dapat Berujung Terhadap Keinginan Bunuh Diri. 

Jika melihat data Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza patut rasanya deteksi dini gangguan jiwa dalam keluarga perlu mendapat perhatian. Hal ini agar tidak menjadi penderitaan, hambatan dan disabilitas yang menjadi beban diri, keluarga dan negara yang berkepanjangan.

Dr.Indria Laksmi Gamayanti, M.Si perwakilan dari Ikatan Psikolog Klinis Indonesia menyampaikan data yang mencengankan. Sekitar 800 ribu orang meninggal karena bunuh diri setiap tahun, Kematian akibat bunuh diri setiap 40 detik.

Ternyata dibalik satu kematian akibat bunuh diri, ada percobaan diri sebanyak 20 kali. Bunuh diri dalah penyebab kematian no.2 untuk masyarakat berusia 15 -- 29 tahun. Prevelensi bunuh diri di Indonesia 3.7 per 10.000 penduduk setiap tahun.

Psikolog klinis ini menuturkan ada beberapa hal yang mendorong orang melakukan bunuh diri, antara lain lonely (kesepian), merasa tidak dibutuhkan/tidak berguna, lelah dengan kehidupan yang dihadapi, putus asa, merasa tidak ada yang mendukung / peduli, merasa dijauhi teman / kerabat dan perasaan tertekan.

Sebagai anggota keluarga kita patut waspada karena bunuh diri dapat menular melalui contoh-contoh semisal harakiri dianggap sebuah kehormatan harga diri, ada artis terkenal melakukan bunuh diri, terlalu sering berita bunuh diri dimunculkan dilingkungan sekitar rumah.

Kita dapat berbuat menurut Ibu Gamayanti yaitu melalui dukungan sosial. Bila anggota keluarga yang mengalami permasalahan tunjukan empati, ajaklah bicara, bantu selesaikan masalah dan bawalah ke fasilitas kesehatan untuk mendapatkan bantuan professional.

Tidak hanya itu saja kita dapat berinteraksi secara lebih positif, ajak terlibat di kegiatan-kegiatan positif yang menyenangkan, cek interaksi di media sosial apa yang dilihat oleh keluarga kita, coba kenali teman-temannya, bila memang sudah terindikasi dapat melakukan tindakan bunuh diri sembunyikan alat-lat bunuh diri.

Dukungan Komunitas Membantu Pencegahan Bunuh Diri

Narasumber lainnya ialah Novy Yuliyanti, M.PSI dari komunitas MotherHope Indonesia. Dirinya menceritakan pengalaman yang pernah mengalami depresi dan percobaan bunuh diri.

Pada tahun 2013 s/d 2015 ia mengalami masa-masa depresi. Ia melahirkan secara cesar tapi dirinya mengharapkan lahir secara normal. Menjelang operasi cesar penerimaan diri nya kurang karena merasa dirinya bisa lahir normal.

Pada masa-masa depresi ia merasa sakitnya operasi cesar tidak sebanding dengan depresi yang kita alami. Dirinya mengalami rasa bersalah karena ASI tidak keluar. Depresi makin menguat ketika orang dissekitar menanyakan bagaimana kualitas ASI nya.

Depresi yang ia alami membuat kehilangan minat untuk mengurus bayi. Bahkan ketika anaknya umur setahun sampai dengan dua tahun, dirinya tidak berani keluar dengan bayi. Bila dirinya keluar rumah ingin rasanya melempar/membuang bayi. Dirinya baru jatuh cinta dengan anaknya saat umur bayi 2,5 tahun.

Cemas dan merasa bersalah membuat dirinya menyembunyikan masalah ini. Stigma yang dia hadapi juga merupakan masalah tersendiri. Apalagi dirinya lulusan Psikolog menambah beban mental dan membuat nya depresi.

Adapun gejala depresi pasca persalinan yaitu merasakan kesedihan mendalam, penurunan ketertarikan atau kesenangan dalam beraktivitas, gangguan nafsu makan, diikuti berkurangnya berat badan, gangguan tidur; penurunan energi, merasa tidak berguna sebagai ibu, penurunan konsentrasi dan Keinginan bunuh diri.

Menurut Novy ketika terjangkit depresi harus ada yang membantu dan merangkul. Pada tahun 2016  dirinya bergabung ke MotherHope sampai sekarang. Dirinya menjadi seorang relawan sesuai kompetensinya yakni Psikolog.

Ketika bergabung dengan Motherhope ia merasa tidak sendiri, ternyata orang seperti dirinya banyak. Adanya saling support dan mendukung satu sama lain mampu menjaga kesehatan mental.

Beberapa program dijalankan oleh MotherHope seperti diantaranya seminar support group, home visit, melakukan kunjungan ke beberapa kota dan seminar online. MotherHope telah mengedukasi ibu sebanyak 2000 orang.

______________

Salam Hangat Andri Mastiyanto

Twitter (DI SINI) Instagram (DI SINI) Blog (DI SINI)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun