" Kompasiana mampu bertahan sampai 10 tahun, itu karena keberadaan Kompasianers" ucap founder Kompasiana, kang Pepih Nugraha, di Syukuran 10 Tahun Kompasiana (26/10/2018)
Tidak menyangka platform social media blog ini mampu bertahan sampai dengan 10 tahun. Hari jadinya ditanggal 22 oktober dirayakan pada tanggal 26 oktober sekaligus syukuran yang berlokasi di salah-satu hotel dibilangan Jakarta Pusat. Sebagai Kompasianers yang hadir di acara syukuran 10 tahun Kompasiana, daku bisa bilang 10 tahun merupakan pencapaian yang luar biasa bagi Kompasiana.Â
Untuk itu daku mengucapkan Selamat Menempuh Satu Dekade
Bila kita perhatikan platform saingan Kompasiana satu persatu berguguran, yang sangat menggemparkan ialah tumbangnya blog detik. Bisa dibilang saat ini Kompasiana hanya memiliki sangat sedikit pesaing di platform User Generated Content (UGC) di Indonesia. Namun kue potensi Kompasiana mulai dilirik oleh korporasi besar dengan segudang uangnya. Korporasi ini mulai membangun platform pesaing.
Nurul Uyuy, Chief Operating Officer Kompasiana yang tampangnya mirip aktor Korea membuka tabir sejarah, bahwa di awal Kompasiana tidak memiliki road map. Awalnya Kompasiana hanya dianggap bagian dari Cooperate Social Responsibility (CSR) dari Group Kompas Gramedia.Â
Pria berwajah oriental bernama muslim ini pun memahami secara khitoh pembuat konten di Kompasiana banyak yang seorang penulis bukan seorang blogger. Itu bisa dilihat dengan banyak di antara kompasianers yang menanyakan bagimana upload foto, bila mereka seorang blogger itu akan mudah mereka ketahui. Kompasiana bukanlah personal blog tetapi merupakan blog keroyokan. Â
Baca juga Ngeblog di Kompasiana Tidak Perlu Pikirkan Jumlah Viewer, SEO, dan Tidak Dianggap Blogger
Untuk itu menurut daku Kompasiana harus juga terus menjaga konsistensi untuk menjaga pemberi kontennya (Kompasianers) agar platform ini tetap survive. Kekhasan Kompasiana ialah mengakomodasi segala konten positif, bermanfaat, bernilai sehingga menjadi playground bagi para penulis konten positif. Kekuatan Kompasiana memang di konten positif sehingga para individu yang memiliki jiwa menulis mau bernaung di platform ini.
Itu kenapa di tahun 2010 Kompasiana menyabet penghargaan sebagai paltform UGC terbaik di kawasan Asia yang diberikan oleh WAN-IFRA. Rekam jejaknya bisa di lihat di sini. Tapi ingat, itu di tahun 2010, bagaimana dengan sekarang ?
Cukup wajar buat daku Kompasiana mampu bertahan. Menjelang akhir 2018, kompasiana telah memiliki lebih 381.000 user (kompasianers) dengan jumlah kunjungan (pageviews) 26 juta per bulannya. Konten yang tercatat lebih dari 1,6 juta artikel. Bahkan lebih dari 20.000 komentar setiap bulan mengisi ruang percakapan di Kompasiana.Â
Hal ini menunjukan bahwa Kompasiana merupakan ruang berbagi dan berinteraksi bagi para user secara online. Bagaimana dengan offline? .. Bisa dibilang sejak hari kelahirannya Kompasiana telah menyelenggarakan lebih dari 100 kali acara offline baik itu Nangkring, Coverage, Blog Trip, Academy, Kopiwriting, Executive Writers, Nonton Bareng KOMIK, makan bersama dengan KPK dan lainnya. Semuanya sudah pernah daku cicipi, Alhamdulillah.
Sudah Saatnya Menjaga Para Kompasianers
Founder Kompasiana, kang Pepih Nugraha, ternyata menyempatkan hadir di acara syukuran 10 tahun Kompasiana. Ia pun memberikan wejangan "10 tahun bukan waktu yg singkat di industri digital. Banyak platform digital diawal meluncur gede lalu kemudian jatuh. Kompasiana dapat bertahan bukan karena platform-nya tetapi karena kompasianers. Kompasiana itu bukan siapa-siapa," tegasnya.
Sebuah cerita meluncur dari mulut Kang Pepih bahwa Kompasiana bukanlah original namun mencontoh dari platform dari negara lain. Platform-platform yang awalnya dijadikan contoh beberapa sudah menghilang.
Bagi daku apa yang disampaikan Kang Pepih benar adanya, Kompasiana haruslah mulai menjaga para Kompasianers-nya. Jujur saja beberapa platform baru ada yang bersedia me-monetizecontent yang penulis buat. Tidak bisa tutup mata platform itu menawari para Kompasianers yang daku kenal. Bahkan daku pernah dimasukkan di WA group-nya, tetapi selang beberapa lama daku log-out karena memberikan syarat penulisan yang tidak bisa daku penuhi. Bila daku perhatikan beberapa nama yang ada di WA group tersebut berkategori 'suhu' di Kompasiana.Â
Tidak banyak Kompasianers seperti mbak Tamita Wibisono yang mau bolak-balik Jawa Timur -Jakarta bahkan hadir ke daerah lainnya mengikuti acara offline Kompasiana. Tidak hanya datang, dirinya bahkan mau mendokumentasikan dan disebarkan ke social media sehingga banyak orang melihat keasyikan kegiatan offline.
Kompasianers seperti ini sebaiknya diberikan reward. Menurut daku salah-satu kekuatan Kompasiana ialah banyak penulis yang sukarela datang ke acara offline-nya tanpa melihat fee atau mengincar godie bag. Faktanya banyak acara offline bagi Blogger yang menawarkan fee, itu bisa daku lihat setiap harinya di timeline social media. Bila daku bukan seorang yang memiliki pekerjaan tetap (PNS), tidak hanya sesekali seperti sekarang mungkin daku akan setiap hari akan berada di acara offline.Â
Error login akun Kompasiana sebaiknya juga harus segera mendapatkan solusinya. Isu ini sudah sangat kencang terdengar di telinga, bahkan di salah-satu group WA bagi Kompasianers setia yang dibuat oleh Kompasiana yakni K+250. Masalah ini jangan dianggap sepele, karena dapat membuat Kompasianers kesal dan berpindah kelain hati.
Impact dari Kompasianers
Acara offline Kompasiana yang kemudian disebarkan oleh Kompasianers membuat banyak orang ingin belajar menulis di Kompasiana. Entah kenapa kalau daku sendiri temui, yang bertanya ialah orang-orang yang belum pernah menulis di dunia maya. Ada beberapa teman, baik teman kantor, traveller, coiners ingin seperti daku yang mampu menulis.Â
Sebuah impact yang sebetulnya potensi besar bagi Kompasiana bahwa masih banyak orang yang mau menulis bukan karena materi saja. Pangsa pasar terbesar Kompasiana bila daku perhatikan bukanlah full time blogger tetapi para individu yang ingin menulis yang memberi wadah untuk menyalurkan kata-kata.Â
Bahkan diri daku terkaget, ada beberapa Kompasianers yang menghubungi dan mengucapkan meminta maaf mau membantu finansial. Jumlahnya bisa terbilang besar untuk seseorang yang hanya kenal sepintas di acara offline. Salah-satu Kompasianers yang membantu daku dengan nilai finansial yang besar salah-satu penerima award spesific interest Kompasianival 2016, yaitu mbak Rahayu. Entah kenapa saat ini sudah tidak terlihat aktif lagi di kegiatan Kompasiana secara offline.
Itu kenapa daku saat ini masih setia dengan platform ini. Daku mungkin sedikit dari ratusan ribu Kompasianers yang merasakan kedekatan dan impact secara nyata dengan para Kompasianers. Namun tidak banyak juga kompasianers yang mau bertahan untuk tidak menggunakan platform lainnya. Satu persatu bisa jadi berujung menghilang.
Merangkul yang Bisa Dirangkul
Kompasianival 2017 dengan tema "Kolaborasi Generasi", pada Kompasianival 2018 bertema "Beyond Generation". Sangat terlihat bahwa Kompasiana mencoba meraih pasar generasi milenial, generasi X, dan Kids Zaman Now. Daku sangat yakin dari 380 ribu user tidak semuanya masih aktif, perlu strategi khusus menjangkau para kaum milenium yang gemar bersosial media menjadi Kompasianers baru.
Dian Gemiano (Gemi), Chief Marketing Officer dari KG Media menyampaikan "Kita berubah karena bukan semata-mata alasan finansial, karena founder kita memiliki visi mulia mencerdaskan kehidupan bangsa. Bila kita tidak relevan dengan jaman maka visi misi founder Kompas Gramedia akan terhenti. Sangat pentingnya bertransformasi sesuai perkembangan jaman" ungkapnya.
Pernyataan Gemi sama persis dengan yang disampaikan Kang Pepih dan koh Nurul bahwa untuk produk digital 10 tahun itu waktu yang panjang. Dirinya sepertinya bertanya kepada kami yang hadir, mau dibawa ke mana Kompasiana?Â
Ia pun berujar bahwa sangat penting sumber informasi yang dijadikan acuan yang berbasis fakta. Di Kompasiana yang menulis bukannyalah tim Kompasiana tapi para Kompasianers. Kompasiana itu milik bersama, termasuk dimiki oleh Kompasianers. Akselerasi ke depan mau ke arah mana ?
Berdasarkan pengalaman dirinya di dunia marketing, hadirnya para blogger dan vlogger makin relevan saat ini. Ketika ketersediaan data semakin spesifik, marketing pun berubah dari one to many  menjadi to personal. Channel-channel komunikasi yang sifatnya spesifik seperti blogger dan vloger makin relevan dan diminati brand.Â
Berdasarkan data yang dia miliki, Indonesia saat ini 22 % pengguna internet lebih mempercayai influencer dan 17 % orang memberi produk karena di promosikan oleh influencer. Dampaknya media mainstream makin struggling agar makin relevan dengan perubahan dunia ini.
-------------------------------------------------------------------------------------
Sebetulnya banyak hal yang bisa dijadikan daya tarik asalkan Kompasiana memiliki tim social media (twitter, Instagram, facebook) yang mau berinteraksi dengan user. Misal membalas comment di FB dan IG, mentweet & retweet artikel kompasianers dengan mention sang pemilik artikel. Hal tersebut bisa memberi rasa senang berujung loyal.Â
Salam hangat Blogger Udik dari Cikeas - Andri Mastiyanto
Web [DISINI] , Blog [DISINI] , Twitter [DISINI] , Instagram [DISINI]
Email : mastiyan@gmail.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H