Bila siswa yang memiliki nilai akademik yang baik dikumpulkan jadi satu (homogen), dapat berakibat pada siswa tidak akan mengerti bahwa hidup itu ternyata tidak semua manusia didunia ini pinter. Yang berujung ketika mereka terjun di dunia nyata akan terjadi benturan dengan masyarakat umum, ketika bertemu sebuah situasi yang dia pikir mengapa seorang individu seharus dapat menyelesaikan tetapi tidak bisa  "gini aja kok nggak bisa !!!..."
Konsepnya memang  agar ada siswa kurang mampu, IQ standart, berkebutuhan khusus bisa muncul dimana-mana. Kebijakan pemerataan siswa dengan sistem zonasi dipercaya ampuh. Memang secara sejarahnya sekolah-sekolah yang dibangun di Indonesia bukan atas model zonasi, contoh di Surabaya ada 4 sekolah yang berkumpul pada satu komplek dan berujung berpotensi kekurangan siswa.
Bagi sekolah yang berada di daerah perbatasan provinsi/kabupaten/kota, ketentuan persentase penerimaan siswa dan radius zona terdekat dapat ditetapkan melalui kesepakatan tertulis antar pemerintah daerah yang saling berbatasan.
Kebijakan sistem zonasi bukan seperti mendatangkan pemadam kebakaran, kurikulum pun tidak berubah. Model Zonasi ini sebenarnya sejak tahun 2012 sudah diterapkan di kota-kota besar seperti DKI, Surabaya, Jogjakarta, dll. Â
Permasalahan SKTM itu Moral Bukan Salah Aturan
Sistem Zonasi Tidak hanya berperan dalam pemertaan kualitas pendidikan, kebijakan ini juga akan memberi manfaat agar semua bisa sekolah. Pada pasal 19, Permendikbud Nomor 14 Tahun 2018 mengamanatkan sekolah yang dikelola pemerintah daerah untuk mengalokasikan tempat (kuota) dan membebaskan biaya untuk peserta didik dari kalangan keluarga tidak mampu, sebesar minimal 20 persen kepada peserta didik dari jumlah keseluruhan peserta didik yang diterima.Â
"Namun ternyata SKTM banyak dimanfaatkan oleh orangtua berkemampuan yang pura-pura miskin dengan membuat surat SKTM asli dengan cara yang tidak benar. Ada sebuah kejadian pada saat proses kelengkapan administratif seorang orang tua siswa  mengucapkan SKTM kelupaan ketinggalan di mobil" ungkap Bapak Ari Santoso.
Ada kasus lain yang terungkap pula ketika Gebenur Jateng bersikap tegas terhadap SKTM asli tetapi tidak benar prosesnya, di Jawa Tengah. Sikap tegas ini membuat 78.000 orang tua murid membatalkan dan menarik SKTM secara sukarela dalam proses administratif Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Dalam hal ini sebaiknya yang disalahkan jangan hanya orang tua karena bila ada kesempatan meraka akan coba mendapatkannya. Aparat yang terlibat dalam penerbitan SKTM asli dengan jalan yang tidak benar harus bertanggung jawab.
Sambil berdiri Bapak Ari Santoso berucap " Janganlah aturan kita disalahkan dengan mengatakan aturan SKTM tidak tepat. Sebetulnya ini menyangkut masalah moral orang tua dan aparat. SKTM itu produk hukum, bila menemukan pembohongan publik menyangkut SKTM dapat melaporkan ke Polisi atau web resmi Kemendikbud. Saya berpesan walau anak itu dicabut dari sekolah karena ketahuan menggunakan SKTM asli dengan pengurusan tidak benar, anak ini harus digaransi harus tetap bisa sekolah, harus ada pendampingan psikologis. Anak ini merupakan korban ambisi orang tua. Patut kita cermati bahwa masa depan anak ini masih panjang" tegasnya
Anggaran Pendidikan Diperhatikan Pemerintah Pusat