"Abad ini peradaban manusia mengalami perubahan yang sangat mendasar, manusia hidup di dua alam secara bersamaan. Di jaman dimana orang-orang suci hidup mereka tidak merasakannya. Generasi kita hidup di 2 (dua) dunia yaitu dunia nyata sekaligus didunia maya secara bersamaan" Ucap Bapak Lukman Hakim (Menteri Agama Republik Indonesia)
Jabatan Menteri dikenal sebagai jabatan politik. Para Menteri dipilih oleh Presiden tidak melalui jabatan karir. Untuk menduduki jabatan Menteri bagi yang berminat sebaiknya berkarir di dunia politik menjadi kader partai politik atau seorang profesional yang sangat mempuni dibidangnya. Kesempatan untuk menjadi Menteri saat ini dari kaum terpelajar & profesional sudah dibuka lebar-lebar semenjak Bapak Presiden Joko Widodo memimpin negeri ini.
Pada pelantikan Menteri Kabinet Kerja ditahun 2014 Sebanyak 14 menteri berasal dari partai politik sementara 20 orang lainnya datang dari kalangan profesional. Berdasarkan latar belakangnya, sebanyak 14 menteri (41%) berasal dari partai politik. Ada 4 menteri dari PDIP, 4 nama dari PKB, 3 orang dari NasDem, 2 menteri dari Hanura, dan 1 orang dari PPP. Sementara itu, ada 20 menteri (59%) yang berasal dari kalangan profesional dengan berbagai latar belakang.
Namun, tantangan para Menteri di era jaman now tidak hanya dibidang kerjanya saja tetapi juga konten negatif, ujaran kebencian dan hoaks. Banyak berbagai konten hoaks menyangkut kinerja kementerian atau bidang yang ditanganinya sehingga dapat menimbulkan salah informasi di masyarakat. Begitupun di Kementerian Agama RI yang saat ini dipimpin oleh Bapak Lukman Hakim.
Sudah menjadi pandangan umum di dunia maya, hampir tiap hari kita menemui ujaran kebencian dan kabar hoaks di media sosial yang rentan menyinggung suku, agama, ras, dan golongan tertentu. Konten negatif bagi sebagian pihak yang percaya  tidak mencari tau dulu kebenaran cerita, sehingga mudah terprovokasi, lalu meneruskan berita tersebut hingga menyulut ketegangan antar umat di Indonesia.
Para Kompasianers dimintakan masukan dan diharapkan bisa menjadi agen of change dengan tulisannya bahwa konten negatif, ujaran kebencian dan hoaks merupakan hal yang dapat memecah belah bangsa. Daku pun berandai-andai bila daku di posisi sebagai Menteri Agama RI apa yang akan dilakukan. Bagi daku yang bergelut didunia maya maka yang akan dilakukan ;
1. Membuat Web / Aplikasi Identifikasi Konten.
Sebagai Menteri Agama yang akan daku lakukan pertama kali memasukkan anggaran di RKAK/L (Rencana Kerja Anggaran Kementerian /Lembaga) pembuatan web / aplikasi Identifikasi Konten. Anggaran itu penting bagi birokrasi pemerintah karena bila institusi pemerintah membelanjakan uang negara namun dalam perencanaannya tidak ada maka sang pembuat kebijakan dapat masuk bui.
Daku sangat yakin untuk membuat web / aplikasi identifikasi ini membutuhkan biaya yang besar. Karena web / aplikasi ini nantinya akan menyimpan banyak data, pergerakan data dan membangun sistem server utama di Indonesia. Â Lokasi dari server utama sendiri sebaiknya dirahasiakan. Web ini haruslah memiliki jaminan keamanan level tinggi karena bisa jadi ada resiko diretas.
Konten itu ada yang benar dan ada pula yang salah. Banyak beredar konten di social media menyangkut ayat-ayat dalam Kitab Suci Agama yang diterjemahkan dan ditafsirkan sepihak. Bisa jadi ayat-ayat yang di share tersebut benar, tetapi bisa jadi juga dipelintir. Bila ayat-ayat Kitab Suci dipelintir maka dapat digunakan untuk meresahkan masyarakat.
Nama dari web ini sebaiknya bukan 'Lapor' atau 'Aduan' bila dibaca akan berkonotasi negatif dan terdengar dugaan bersalah. Bisa jadi konten yang di cek kebenarannya merupakan konten baik dan benar hanya saja netizen ragu kebenarannya. Konten yang di cek tersebut dapat berasal dari social media, aplikasi percakapan seperti WA, Line, snapchat,dll.
What Apps (WA) group merupakan ladang bagi share informasi, hasil cek dari web / aplikasi ini sebaiknya memiliki url link yang bisa di copy sehingga bisa dibagikan di WA group dimana konten itu berasal. Kegunaannya bagi anggota di WA Group dapat bersama-bersama melihat hasil cek dan berujung di WA group tersebut ber-Social media secara sehat.
2. Berkerjasama dan Berseinergi Dengan Kominfo & Kepolisian
Beredarnya konten negatif, SARA, Hoaks, dan ujaran kebencian yang merajalela salah-satunya kurangya pemberian peringatan dan efek jera. Daku pun sering melihat di social media beberapa netizen berani memberikan pernyataan atau menyebarkan link yang menimbulkan kebencian. Semakin banyak yang merespon dengan like dan comment membuat dirinya mengulang kembali. Apalagi dirinya tidak ditegur atau diberi efek jera oleh pemerintah.
Bila daku menjadi Menteri Agama maka yang akan daku lakukan berkerjasama dan bersinergi dengan Kominfo & Kepolisian dengan pemberian peringatan dan efek jera bagi penyebar konten negatif tersebut. Web / Aplikasi Identifikasi Konten bisa menjadi dasar informasi bagi Kominfo dan Kepolisian untuk mendapatkan informasi identitas dan link social media / id aplikasi percakapan.
Bila diperumpamakan dalam keluarga pastinya ada anak yang nakal ringan, sedang dan berat. Bila sifatnya bukan mengajak untuk melakukan tindakan kriminal, bila daku Menteri Agama akan berkoordinasi dengan Kominfo untuk pemberian peringatan di social media yang memuat konten negatif tersebut. Bila mengarah pelanggaran sedang, diberikan sangsi menonaktifkan social media dan id aplikasi percakapan. Bila mengarah pada mengajak tindakan kriminal saatnya pihak kepolisian bertindak.
Tidak semua netizen memiliki mental baja, banyak yang terlihat berani mengaung seperti singa ketika membuat status / post social media tetapi ternyata berwujud kucing rumah ketika mendapatkan teguran. Bila diberi peringatan / teguran di status yang berkonten negatif oleh Kominfo, daku yakin netizen yang seperti ini 3 hari-3 malam tidak tidur bahkan sudah tidak lagi menggunakan social media dan mengganti nomer WA / Line / Snapchat.Â
3. Berinteraksi Aktif di Social Media
Social Media merupakan jejaring pertemanan di dunia digital yang dua arah. Namun, banyak institusi pemerintah ataupun swasta yang belum menyadari itu. institusi-institusi tersebut menganggap social media bagian dari produk humas yang statis seperti web resmi. Padahal para founder social media membuat produk digital ini agar terjadi interaksi 2 (dua) arah.
Saat ini bila daku lihat beberapa admin social media institusi pemerintah dan swasta enggan berinteraksi di social media dengan follower-nya. Padahal dengan menjawab comment di post social media merupakan bagian pengenalan. Dengan berinteraksi maka akan mendekatkan kepada masyarakat yang berujung jumlah follower akan makin meningkat setiap harinya.
-------------------------------------------------------------------------
Daku yakin menjadi Menteri Agama RI memiliki beban yang berat. Sosialisasi dan pencegahan konten negatif, ujaran kebencian & hoaks merupakan salah-satu dari ribuan bahkan jutaan tugas seorang Menteri Agama.Â
"Melawan Hoax dengan Menjaga Hati"
Artikel lainnya : Ternyata Semua Peduli Pada Hoax & Konten Negatif (DISNI)
.
.
Salam hangat Blogger Udik dari Cikeas - Andri Mastiyanto
Web [ DISINI ] , Blog [ DISINI ] , Twitter [ DISINI ] , Instagram [ DISINI ]
Email : mastiyan@gmail.com