Mohon tunggu...
Andri Mastiyanto
Andri Mastiyanto Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Penyuluh Kesehatan

Kompasianer Of the Year 2022, 105 x Prestasi Digital Competition (70 writing competition, 25 Instagram Competition, 9 Twitter Competition, 1 Short Video Competition), Blogger terpilih Writingthon 2020, Best Story Telling Danone Blogger Academy 2, Best Member Backpacker Jakarta 2014, ASN, Email : mastiyan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Aksi Damai IDI Semata-mata Demi Akses Pendidikan Dokter dan Layanan yang Merakyat

28 Oktober 2016   13:27 Diperbarui: 28 Oktober 2016   18:59 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Deskripsi: Aksi Damai IDI | sumber foto: IDI

Pada saat masih duduk di Sekolah Dasar, daku acapkali mendapat pertanyaan baik itu dari orang tua, keluarga besar, guru, dan tetangga menyangkut, "Nanti kalau sudah besar cita-citanya mau jadi apa?" Daku pun menjawab menjadi astronot (suatu cita-cita yang sulit digapai oleh orang Indonesia). Tetapi apabila ditanyakan kepada teman-temanku, maka jawabannya akan beraneka ragam seperti menjadi dokter, ABRI, pilot, insinyur, dll.

Dokter merupakan salah-satu cita-cita yang favorit disampaikan oleh banyak anak-anak Indonesia. Realitasnya, kesempatan untuk menempuh pendidikan kuliah kedokteran sangatlah terbatas dan biaya pendidikan yang tidak murah. Pada saat masih sekolah dasar pastinya orang tua kita membiarkan cita-cita kita melambung tinggi tetapi pada saat akhir Sekolah Menengah Atas (SMA) sikap orang tua yang berasal dari kelas menengah ke bawah akan berubah.

Kuliah di Kedokteran bagaikan momok bagi kami pelajar kelas 3 (tiga) Sekolah Menegah Atas (SMA). Biaya pendidikan kuliah di kedokteran yang menjadi momok itu. Mahalnya biaya pendidikan di kedokteran yang membuat orang tua kelas menengah ke bawah enggan menguliahkan anaknya di jurusan ini. Walaupun anaknya mampu menembus ujian masuk Fakultas Kedokteran, tetapi tetap saja orang tua kelas menengah ke bawah akan berpikir 1000 kali untuk memasukkan anaknya.

Dunia pendidikan yang semestinya menjadi ladang pembentukan karakter bangsa saat ini menjadi bisnis pendidikan berbiaya tinggi. Pendidikan dokter sejatinya diharapkan oleh masyarakat agar tidak sekadar mencetak dokter yang mampu memenuhi target kuantitas dan hanya menjalankan industri kesehatan. Bagaimana mungkin anak bangsa yang memiliki kemampuan intelektual dapat bersaing masuk Fakultas Kedokteran bila tidak didukung finansial yang kuat. Saat ini sangat jarang anak dari kelas menengah ke bawah seperti anak petani, anak nelayan, anak buruh dan sejenisnya dapat berkuliah di Fakultas Kedokteran.

Mahasiswa Kedokteran saat ini terlihat seperti terkelompok dalam strata sosial dan ekonomi yang relatif sama. Hal ini akan menimbulkan pandangan masyarakat bahwa dokter merupakan profesi yang khusus bagi kaum elit. Bila sebagian besar lulusan Fakultas Kedokteran berasal dari kaum elit dan berlangsung terus menerus maka lambat laun akan menyebabkan dokter Indonesia akan dipertanyakan kemampuannya 'membumi'.

Yang dimaksud dengan membumi yaitu mampu berinteraksi dengan masyarakat kaum kelas bawah, dapat merespon kebutuhan masyarakat serta memiliki arah dan tujuan profesionalisme kebangsaan untuk masa depan. Dokter elit hanya siap di sarana kesehatan yang telah mapan dan menjanjikan kehidupan ekonomi yang lebih baik, padahal saat ini masih banyak daerah yang membutuhkan dokter yang sanggup menjadi pionir dan memiliki struggle for life.

Dalam rangka memperingati Ulang Tahun lDl Ke-66 pada tanggal 24 Oktober 2016 yang lalu, para Dokter lndonesia secara serentak melakukan aksi damai di seluruh wilayah tanah air dan berpusat di Jakarta di depan Istana Negara, menyuarakan 'Reformasi Sistem Kesehatan dan Reformasi Sistem Pendidikan Kedokteran yang Pro Rakyat'. Peserta aksi terdiri dari dokter umum dan dokter spesialis dari berbagai daerah. Melalui aksi ini lDl ingin mengajak segenap komponen masyarakat bersama-sama mendorong pemerintah untuk meluruskan kembali kebijakan negara di sektor kesehatan termasuk pendidikan kedokteran yang menjadi salah satu sumber pencetak lahirnya tenaga kedokteran mumpuni bagi bangsa ini.

 

Aksi Damai yang Meluruskan
Pengurus Besar lkatan Dokter lndonesia (PB IDI) bertanggungjawab atas aksi damai ini dengan menjaga persatuan dan kesatuan seluruh anggota lDl agar pelayanan kepada masyarakat tidak terganggu. PB lDl menegaskan peserta yang terlibat dalam aksi ini adalah dokter anggota lDl yang tidak sedang bertugas di unit pelayanan gawat darurat, ICU/ICCU, ruang perawatan, ruang operasi, serta mereka yang bertugas di FKTP yang memberikan pelayanan gawat darurat.

Sehingga pada saat aksi tersebut berlangsung dokter anggota lDl masih banyak yang bertugas untuk melayani masyarakat yang membutuhkan. PB lDl memberikan imbauan kepada seluruh panitia dan peserta aksi di daerah maupun di pusat untuk menjaga ketertibaan umum dan menghargai hak-hak orang agar maksud dan tujuan aksi dapat diterima dengan baik oleh pemerintah dan masyarakat.

Aksi damai ini meluruskan bagaimana mungkin dokter mampu melayani masyarakat bila dokter hanya terdidik untuk dilayani, artinya hanya mampu menjadi pegawai, karyawan dan maaf 'buruh' industri kesehatan yang memang sengaja diciptakan kapitalis agar dokter sebagai profesional tergantung dengan sistem yang dibuat. Dokter akhirnya hanya bisa pasrah menerima sistem padahal perubahan harus diawali dari kesadaran internal sebagaimana di era STOVIA.

Ancaman terhadap kedaulatan kesehatan dan pemanfaatan dokter untuk kepentingan industri kesehatan bukanlah fatamorgana di negeri ini. Perlu upaya bersama untuk membangkitkan kesadaran hal ini terutama oleh internal profesi dokter. Bahwa dokter-dokter pendahulu merupakan perintis bangsa, mereka menjadikan profesi ini bukan sekedar mata pencaharian namun sudah menjadi alat perjuangan. Bahkan dokter yang berasal dari kaum elit  yang terbentuk berhasil merakyat, mengambil peran bersama rakyat untuk negeri ini.

Telah menjadi catatan sejarah ketika kolonial Belanda gagal memanfaatkan dokter yang berasal dari kaum elit untuk kepentingan imperialisme. Tetapi saat ini yang terjadi pendidikan kedokteran terlalu banyak mencetak dokter yang berasal dari kaum elit.  Ada sebuah harapan baru ketika IDI sebagai satu-satunya organisasi profesi dokter di Indonesia akhirnya membuat aksi damai dengan mengingatkan pemerintah atas situasi yang sudah berlangsung lama ini pada tanggal 24 Oktober 2016. Sebuah niat dan upaya untuk memulai Reformasi Sistem Kesehatan serta Reformasi Sistem Pendidikan Kedokteran, semoga dokter Indonesia akan selalu MERAKYAT dan PRO RAKYAT

Apa Sih yang Disuarakan oleh IDI?
Ikatan Dokter Indonesia juga menyampaikan persoalan atau krisis dalam bidang kesehatan di Era Jaminan Kesehatan (JKN) dalam aksi damai tidak hanya menyangkut biaya pendidikan yang mahal. Ada beberapa catatan yang dianggap oleh IDI menjadi krisis pelayanan kedokteran di Era JKN, yaitu terkait alokasi pembiayaan untuk obat bagi pasien yang terlalu kecil sehingga menyulitkan bagi para dokter untuk memberikan obat dan penanganan terbaik.

Terutama bagi peserta BPJS dari kalangan rakyat miskin. Pelaksanaan JKN masih memerlukan harmonisasi kebijakan dan pengawasan termasuk dalam kaitannya dengan otonomi daerah yang masih menjadi kendala dalam penerapan program JKN. Sinkronisasi aturan BPJS dengan standar profesi juga harus menjadi perhatian bersama menurut PB IDI.

IDI menyampaikan bahwa sarana dan prasarana pelayanan untuk fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) masih minim terhadap ketersediaan obat, alat kesehatan, dan sarana penunjang lain yang sangat diperlukan dokter guna menegakkan diagnosis dan penatalaksanaan penyakit yang diderita pasien. Terkait dengan hal tersebut IDI menyampaikan akibatnya jumlah rujukan meningkat, padahal kasusnya seharusnya masih bisa ditangani di layanan primer (PPK1). Selain itu juga nilai kapitasi yang masih rendah  Dukungan pembiayaan kesehatan yang masih di bawah standar pembiayaan profesi Hal ini sangat merugikan masyarakat penerima layanan terutama di fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjut (FKTRL).

Pembebanan pajak alat kesehatan yang sangat tinggi menyebabkan beban biaya di fasilitas kesehatan juga tinggi. Kebijakan masyarakat Ekonomi Asean (MEA) di sektor kesehatan perlu diikuti dengan upaya untuk mempertahankan kedaulatan dan kemandirian bangsa. Semuanya permasalahan di atas berujung membengkaknya biaya yang harus dikeluarkan BPJS, pelayanan substandar, tingginya angka rujukan dan bahkan berpotensi besar meningkatkan hilangnya nyawa manusia yang tidak ternilai harganya. Karut marut ini menjadi realitas yang harus mau diakui dan dibenahi sehingga dokter dapat memberikan layanan sesuai standar layanan medis dan masyarakat tidak dirugikan.

Pihak PB IDI Menolak Program Studi Dokter Layanan Primer (DLP ) dengan merekomendasikan agar pemerintah meningkatkan kualitas dokter di pelayanan primer dengan program Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan (P2KB) terstruktur. Tidak hanya itu, PB IDI mengharapkan perbaikan proses akreditasi pendidikan kedokteran akuntabel, adil dan transparan. Program studi Dokter Layanan Primer (DLP) dengan segala bentuk pelaksanaannya di anggap bertentangan dengan UU Praktik Kedokteran. Program studi DLP mengingkari peran dokter dari hasil pendidikan fakultas kedokteran se-lndonesia.

-----ooo0000oooo----

Apa yang disuarakan oleh Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia semoga didengar oleh pemerintah. Sebagai rakyat menengah ke bawah mudah-mudahan esok putra-putri bangsa terbaik dari golongan non elit bisa menjadi dokter.... Amin... Amin....

 

Salam hangat blogger rusuh - Andri Mastiyanto
Email: mastiyan@gmail.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun