Mohon tunggu...
Andri Mastiyanto
Andri Mastiyanto Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Penyuluh Kesehatan

Kompasianer Of the Year 2022, 105 x Prestasi Digital Competition (70 writing competition, 25 Instagram Competition, 9 Twitter Competition, 1 Short Video Competition), Blogger terpilih Writingthon 2020, Best Story Telling Danone Blogger Academy 2, Best Member Backpacker Jakarta 2014, ASN, Email : mastiyan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Berimajinasi Pesona Bahari Bersejarah di Kepulauan Seribu

27 Oktober 2015   14:37 Diperbarui: 28 Oktober 2015   20:13 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 [caption caption="Deskripsi : Imajinasi bisa membawa kita ke berbagai situasi I Sumber Foto : Andri M"][/caption]

Manusia dalam mengarungi perjalanan hidupnya senantiasa di penuhi rasa ingin tahu tentang realitas yang berhubungan dengan dirinya dan alam, sebab itu apa saja yang di saksikannya selalu memotivasi dirinya untuk mengetahui lebih jauh dan lebih dalam , pada tingkat ini kinerja akal manusia mulai bergerak ke arah yang lebih jauh memahami hakikat realitas wujud, penyaksian dan pengamatan alam natural mulai bersifat imajinatif. Namun untuk sampai pada sebuah garakan imajinasi yang tepat dan benar mestilah di dukung oleh prinsip-prinsip akal (wikipedia.com)

Negara Indonesia adalah negara bahari dengan perkiraan jumlah pulau sekitar  17.000 dan panjang garis pantai bisa lebih dari 100.000 kilometer, dari 17.000 pulau masih 3.000 pulau menunggu diidentifikasi koordinatnya dan disahkan namanya. Sebetulnya secara resmi jumlah pulau di Indonesia berjumlah 13.466 dan panjang pantai 91.000 kilometer berdasarkan Badan Informasi Geospasial pada tahun 2013. Dari data tersebut menunjukkan bahwa potensi Pesona Indonesia yang dapat digali dan dipromosikan sebagai wisata bahari cukup besar.

Ternyata beberapa pulau di Indonesia selain memiliki eksotika wisata bahari juga memiliki kisah masa lalu yang merupakan bagian dari sejarah. Sejarah di pulau-pulau tersebut dapat membawa kita kembali ke masa lalu dengan imajinasi masing-masing karena bangunan sejarah tersebut ada yang masih tersisa struktur bangunannya dan ada yang hanya tertinggal puing-puingnya saja. Salah satu gugusan pulau di Indonesia yang memiliki itu adalah di gugusan kepulauan seribu yaitu : Pulau Bidadari, Pulau Onrust, Pulau Cipir dan Pulau Kelor.

***

RANGKAIAN imajinasi. 27 jam Eksplorasi pulau- pulau bersejarah di gugusan pulau seribu merupakan perjalanan penuh makna dan imajinatif. Aku tidak ingat berapa jumlah total yang ikut tetapi yang pasti ada sekitar sembilan belas orang kompasianers yang hadir dalam eksplorasi ini. Ada seseorang lelaki tua dengan rambut tipisnya dan kerut diwajahnya terlihat penuh asam garam kehidupan, ia duduk paling belakang pada saat di kapal penyebrangan Dermaga 15 Marina bay menuju Pulau Bidadari.

[caption caption="Deskripsi : Dermaga 15 I sumber foto : Kompasiana"]

[/caption]

Saat itu tanggal 25 dan 26 oktober 2015 diri ku dan 18 (delapan belas) kompasianers lainnya mengunjungi empat pulau tersebut dalam sebuah kegiatan Kompasiana Nangkring " Blog-Trip - Eksplorasi Bahari Pulau Bidadari" yang di sponsori oleh Kementerian Pariwisata dan Kompasiana dengan di fasilitasi PT.Seabreez Indonesia. Acara ini dibuka oleh perwakilan dari Kementerian Pariwisata yaitu Leonita Clararosa dan sambutan dari pengelola resort Pulau Bidadari oleh Ir.H.Wiratmoko (Kepala Divisi Pengelola Resort Pulau Bidadari). Yang sangat menarik dari acara Ekpolarasi Bahari Pulau Bidadari - Pulau Onrust - Pulau Cipir - Pulau Kelor, kami akan  didampingi mengelilingi pulau oleh lelaki tua yang berada dalam kapal yang akhirnya ku tau namanya bapak Chandriyan Attahiyat yang merupakan staff ahli konservasi dan purbakala DKI Jakarta.

[caption caption="Deskripsi : Bapak Chandrian staff ahli konservasi dan Purbakala"]

[/caption]

Apa yang membuat ku menarik dengan hadirnya bapak Chandriyan adalah adanya informasi sejarah yang akan diberikan beliau menyangkut bangunan & benda-benda sejarah yang terdapat dalam ke empat pulau tersebut. Ada hal lainnya yang patut dijadikan perhatian yaitu bagaimana cara pandang beliau sebagai arkeolog menyangkut lokasi wisata dimana terdapat bangunan dan benda sejarah didalamnya. 

Salah satu ucapan dalam sambutannya " Rekan-rekan blogger sepertinya harus menggunakan imajinasi ketika memgekplorasi pulau Bidadari - Onrust - Cipir _ Kelor karena kalian akan melihat reruntuhan".

Ketika aku mendengar tiga nama pulau yang terakhir, aku mengerti yang dimaksud dengan pak Chadrian. Sebelumnya tiga tahun yang lalu aku pernah mengeksplorasi ke tiga pulau tersebut bersama teman-teman Backpacker Tas Kresek, trip kali ini menjadi ulangan dan membuat tanda tanya dalam diri ketika berada di front office Pulau Bidadari "Perubahan apa yang terjadi setelah tiga tahun !!!!...." Tetapi aku harus bersabar, pak Chandrian pertamakali mengajak kami menuju sebuah bangunan pengamatan laut atau bisa dibilang benteng pertahanan jaman Belanda saat berkuasa di pulau Bidadari yang bernama Martello Tower yang dbangun tahun 1850. Bangunan ini menjadi benteng pertahanan apabila ada musuh hendak menyerang Batavia dari sisi barat Teluk Jakarta.

[caption caption="Deskripsi : Martello Tower - Pulau Bidadari I Sumber Foto : Andri M"]

[/caption]

Sebagai bangunan sejarah "Martello Tower" terlihat cukup terawat, walaupun aku melihat beberapa calon pepohonan tumbuh di dinding bangunan bersejarah ini. Bangunan ini dapat terawat karena ada perjanjian antara pengelola Pulau Bidadari dengan pemerintah DKI Jakarta menyangkut pengelolan pulau dengan persyaratan pemeliharaan bangunan bersejarah ini. Ketika pak Chadrian bercerita bahwa dahulu kala disekeliling Martello Tower bebas pandang sehingga dapat dengan mudah mengawasi lautan, pikiran ku pun menerawang menggunakan mesin waktu bagaimana situasi dan kondisi saat itu. Sebuah pulau yang gersang yang hanya terdiri dari sebuah bangunan melingkar 360 derajat setinggi 12 meter dengan dikelilingi parit tanpa pepohonan disekitarnya, begitu menyedihkan bagi orang yang tinggal disana. 

[caption caption="Deskripsi : Reruntuhan Asrama Haji Pulau Onrust I Sumber Foto : Andri M"]

[/caption]

[caption caption="Reruntuhan Onrust "]

[/caption]

[caption caption="Deskripsi : Makam Maria I Sumber Foto : Andri M"]

[/caption]

Ketika kami berpindah ke pulau Onrust yang dalam bahasa Belanda "Tidak Pernah Beristirahat", yang ku lihat serupa seperti yang ku alami tiga tahun yang lalu, tidak ada perubahan yang berarti. Reruntuhan bangunan, dermaga, bangunan kantor pendukung, replika kincir angin dan sebuah museum kecil itu dengan kondisi masih sama saat terakhir kali ku kunjungi. Perubahan ku lihat adalah pagar keliling kuburan Belanda terlihat rapih dah kokoh dan bangunan pelindung makam kramat sudah diperbaiki dimana ketika tiga tahun lalu aku mengunjungi tempat ini keadaannya sudah tidak baik.

Menurut pak Chadrian “ Pulau ini adalah titik awal penjajahan Belanda di Nusantara dengan nama VOC” ia mengkisahkan dengan muka seriusnya, bawaannya sebagai birokrat masih tersisa tetapi acapkali ia mengeluarkan candaannya.

Disebuah sudut reruntuhan ia bercerita bahwa awalnya Pulau Onrust sebuah galangan kapal yang dilengkapi dengan benteng pertahanan kemudian Pulau Onrust mengalami kehancuran akibat serangan bangsa Inggris pada tahun 1800 dan 1810. Pulau Onrust berubah fungsi menjadi asrama haji pertama di Indonesia pada tahun 1911 sampai dengan 1933. Reruntuhan yang terlihat sekarang ini adalah reruntuhan asrama haji yang telah dicuri strukturnya oleh penduduk sekitar di era 60an. Banyak mitos yang berkembang di pulau onrust ada mitos yang mistis seperti para nelayan acapkali melihat gadis cantik di pulau ini, dan kisah maria seorang wanita cantik yang dibunuh karena selingkuh. Sebagai ahli sejarah beliau terlihat sangat yakin ketika mengatakan bahwa diantara dua makam kramat yang ada di Pulau Onrust salah-satunya adalah makan Kartosuwiryo (Pemimpin Pemberontakan DI / TII) yang meninggal dipulau ini karena di eksekusi mati tahun 1964.

Lain cerita ketika kami tiba di Pulau Kelor, Pulau Kelor dahulu dikenal dengan nama Pulau Kherkof . terlihat ada begitu banyak pembaharuan. Pada saat tiga tahun lalu berada disini aku tidak melihat ada dermaga yang dilengkapi canopy. Bahkan terlihat satu buah bangunan dengan design modern yang sebetulnya menurut ku tidak selaras dengan bangunan Mortello Tower di Pulau Kelor ini. Ada sekitar empat atau lima saung untuk beristirahat para pengunjung dan jalan setapak berbatu yang terlihat rapi.

[caption caption="Deskripsi : Martello Tower - Pulau Kelor I Sumber Foto : Andri M"]

[/caption]

[caption caption="Deskripsi : Jalan Setapak di Pulau Kelor I Sumber Foto : Andri m"]

[/caption]

[caption caption="Deskripsi : Saung di Pulau Kelor I Sumber Foto : Andri M"]

[/caption]

Ada yang terlihat menonjol di pulau Kelor yaitu bangunan benteng, sebuah bangunan yang tersusun batu bata membulat yang terlihat begitu kolonial. Bangunan ini menjadi begitu terlihat eksotik dengan suasana yang rapi dan bersih walupun terlihat gersang. Benteng Martello terbuat dari batu bata merah. Warnanya menjadi coklat eksotik jika terkena sinar matahari. Benteng bulat yang gagah dan juga menonjolkan keanggunan yang menjadi saksi pernikahan Rio Dewanto dan Atiqah Hasiholan mengucap akad nikah tahun 2013.

[caption caption="Deskripsi : Ancaman Abrasi Pulau Kelor I Sumber Foto : Andri M"]

[/caption]

Ada berita buruk kepada para traveller yang ingin mengunjungi Pulau Kelor, pak Candrian megungkapkan “ada resiko masa depan akan hilangnya Pulau Kelor dalam kurung waktu 50 tahun lagi karena abrasi” ucap pak Candrian sembari mendekat ke bangunan Benteng Martello Kelor. Tetapi apabila ku melihat perkembangan saat ini dibandingkan tiga tahun lalu ketika aku berada disini terlihat jauh bedanya yaitu dengan adanya tanggul pengaman dan tonggak-tonggak pemecah ombak. Penambahan fasilitas menunjukkan bahwa Pulau Kelor dipersiapkan sebagai lokasi kunjungan wisata, yang berdampak terhadap bangunan benteng Martello yang lebih terjaga. Pulau kelor saat ini lebih apik, bersih dengan sedikitnya sampah yang bertebaran, dibandingkan tiga tahun lalu dan pantas mendapat tittle salah satu Pesona Bahari

Dari rencana awal ada empat pulau yang akan di ekplorasi, khusus pulau cipir karena memiliki informasi sejarah yang mirip dengan pulau Onrust maka pada hari H ekplorasi pihak penyelenggara memutuskan melewatinya saja. Pulau Cipir merupakan Rumah Sakit Haji bagi jemaah haji yang sakit ketika berada di Pulau Onrust. Ke empat pulau ini sejatinya memiliki potensi wisata sejarah, wisata fotografi, dan yang tidak terlupakan wisata bahari. Menurut ku bagi para pengunjung sebaiknya didampingi oleh pemandu wisata yang memahami sejarah dan mengerti pemeliharaan benda-benda sejarah sehingga dapat mengedukasi mereka sambil berwisata.

 

***

[caption caption="Deskripsi : Jalan Santai di Pulau BIdadari I Sumber Foto : Andri M"]

[/caption]

Setelah puas dengan wisata bahari dengan tema sejarah kami kembali ke Pulau Bidadari untuk menikmati kecantikan dan keanggunan pulau ini. Pulau ini begitu eloknya dengan bangunan-bangunan pendukung seperti perkantoran, restoran, dermaga-dermaga, sarana tempat ibadah, dan cottage serta sarana olahraga darat dan air. Terdapat dua jenis cottage yang tersedia  yaitu cottage terapung dan cottage yang berada didalam pulau dengan menghadap ke laut. Dengan quote’nya “Enjoy The Heritage and nature” pengelola pulau PT.Seabreez Indonesia menyiapkan, merawat dan mengelola pulau ini menjadi Eco Resort.

[caption caption="Deskripsi : Patung BIdadari di Pulau BIdadari I Sumber Foto : Andri M"]

[/caption]

[caption caption="Deskripsi : Patung Tembaga I Sumber Foto : Andri M"]

[/caption]

[caption caption="Deskripsi : Area Memancing di Pulau Bidadari I Sumber Foto : Andri M"]

[/caption]

Ketika pagi hari setelah berlayar menjelang matahari terbit, aku mencoba mengelilingi Pulau Bidadari dan ternyata tidak terasa melelahkan. Sebagai lokasi wisata keluarga sangat cocok, karena tersedia tempat bermain bagi anak dan suasananya yang sejuk dengan banyaknya pepohonan yang berada di pulau ini. Pohon-pohon disini juga diberi tanda pengenal agar pengunjung mengetahui jenis pohon. Terdapat pantai-pantai dengan pasir putih walaupun tidak luas dan ada beberapa pantai yang sedang direklamasi. Bahkan dipulau ini kita dapat melihat Kijang Totol, Biawak dan Elang Bondol yang bersarang disalah satu pohon besar dekat Martello Tower.

[caption caption="Deskripsi : Kijang Totol I Sumber Foto : Andri M"]

[/caption]

[caption caption="Deskripsi : Bale-bale di Pulau Bidadari I Sumber Foto : Andri M"]

[/caption]

[caption caption="Deskripsi : Tempat makan di Pulau Bidadari I Sumber Foto : Andri M"]

[/caption]

Langkah kaki yang ku buat memang untuk menikmati keindahan hutan, pasir pantai dan memahami sebuah hertige. Imajinasi kunyalakan atau MODE: ON ketika ku menjelajah pulau ditemani salah satu kompasianer. Ada sesuatu pada pepohonan yang terlihat kering dan merontokkan dedaunan yang berwana kekuning kemerahan sepertii warna tembaga. Aku bagaikan di negeri dongeng dalam film-film buatan Disney melihat para tokoh dongeng berjalan dihutan dengan ceritanya. Patung-patung tembaga yang terdapat di pulau bidadari terlihat angkuh dengan kesan sedih, dimana sebuah karya dari para seniman memang perlu imajinasi yang kuat untuk memahami apa maksudnya.

[caption caption="Deskripsi : Lokasi beristirahat di Jalan Masuk Hutan I Sumber Foto : Andri M"]

[/caption]

[caption caption="Deskripsi : Pantai di Pulau Bidadari I Sumber Foto : Andri M"]

[/caption]

[caption caption="Deskripsi : Blogger Kompasiana I Sumber Foto : Andri M"]

[/caption]

Pulau Bidadari mampu membuat keceriaan diantara kami para kompasianers, canda tawa sesama teman seperjalanan membuat ku merasa terlahir kembali sebagai pribadi yang di charger dengan tambahan listrik sehingga menjadi lebih baik. Aku berusaha menjadi pribadi yang luwes dalam menerima perbedaan yang tampak pada setiap individu. Mata ku terbuka lebar bahwa dengan imajinasi ini, aku mampu menerawang jauh kedepan, searah dengan waktu sekarang, dan tenggelam di masa lalu kemudian aku sepertinya merasa menemukan “rumah-rumah” yang baru.

***

Setiap keilmuan memiliki prinsip-prinsip tersendiri, pak Candrian terlihat begitu mencintai profesinya sebagai ahli konservasi dan purbakala. Menurut pandangan saya pemikiran beliau cukup bagus dapat dipakai apabila kondisi keuangan negara cukup mampu membiayai perawatan dan konservasi benda -benda purbakala. Beliau orang yang terbuka, bahkan beliau mempersilahkan bagi para blogger memberikan kritik membangun bagi kelestrarian benda dan lokasi bersejarah.

Keberadaan Pulau Bidadari, Pulau Onrust, Pulau Cipir dan Pulau Kelor untuk saat ini sudah tidak asing lagi dikalangan para traveller. Apabila kita mengekspoler dunia maya menyangkut lokasi travelling di DKI Jakarta maka akan banyak kita temui open trip menuju ke tiga pulau bersejarah (Pulau Onrust-Pulau Cipir-Pulau Kelor) dengan biaya yang tidak menguras kocek, hanya dikisaran Rp.89.000 s/d Rp.99.000. Pulau-pulau ini saat ini cukup populer, tetapi jika tanpa pengelolaan yang baik ini akan menjadi bencana wisata.

Aku menangkap sesuatu yang baik ketika pengelolaan cagar budaya disinergikan dengan pengelolaan bisnis pariwisata apakah itu pihak pemerintah atau swasta, seperti yang terlihat di Pulau Bidadari dan Pulau Kelor. Pengeloloaan bisnis pariwisata di situs sejarah akan membuat pemerintah diuntungkan dengan bangunan dan benda-benda bersejarah tidak terbengkalai dan terbiarkan rusak. Memang pada akhirnya akan ada pemugaran dan perapihan bangunan / benda bersejarah, tetapi apakah kita membiarkan seperti apa yang terjadi di Keraton Surosowan dan Keraton Kaibon dimana situs-situs tersebut akhirnya tidak terawat, terbengkalai, menjadi lokasi bermain dan terjadi pencurian / pengambilan pada struktur bangunan situs. Memang ada prinsip-prinsip keilmuan yang dilanggar tetapi apakah kita sebagai bangsa yang saat ini dengan anggaran negara tidak cukup kuat menyokong pemeliharaan situs, bangunan dan benda bersejarah untuk rela membiarkannya terbengkalai dan rusak !!!!! ……

Contohlah Borobudor dan Prambanan bagaimana ketika ada sisi bisnis pariwisata masuk disana, bangunan cagar budaya tersebut secara tidak langsung terpelihara. Apabila ada yang pernah nonton Youtube tentang awal mula bangunan kedua candi itu ditemukan begitu parahnya kerusakannya, tetapi apakah Belanda membiarkan situs tersebut  seperti pertama kali ditemukan karena alasan sebuah situs sejarah !!!...yang mereka lakukan yaitu dengan pemugaran bahkan membuat batu baru yang mirip batu asli untuk menyusun ulang terbentuk Borobudur dan Prambanan seperti sekarang kita lihat. Menurut ku semakin banyak pengunjung maka akan semakin banyak peduli, sedikit yang berkunjung maka sedikit pula yang peduli. Kehadiran pengunjung  akan memiliki sisi negatif pula yang menyertai tetapi itu bisa dapat dicegah dengan pengelolaan yang baik.

 

 

 

 

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun