Bisa jadi kejutan politik terbesar Jokowi tahun ini adalah ucapannya yang memberi jalan pada KH Ma'ruf Amin, Rais Aam Nadhlatul Ulama (NU) sekaligus ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) menjadi Cawapres pada kubu koalisi Jokowi.Â
Penyebutan KH Ma'ruf Amin ini membuat dengungan kekagetan jutaan rakyat Indonesia, karena sejak tanggal 8 Agustus 2018, sudah beredar kabar bahkan di media media online besar, bahwa yang akan maju menjadi Cawapres Jokowi adalah Prof. Mahfud MD.
Diketahui umum, saat itu Mahfud MD sudah disiapkan maju menjadi Cawapres Jokowi, beredar kabar di kalangan elite politik bahwa Mahfud MD adalah bawaan dari kelompok relawan Jokowi bernama Projo (Pro Jokowi) dibawah komando Budi Arie. Â
Dengan diangkatnya Mahfud MD menjadi Cawapres maka kubu Projo mulai memegang kendali bahkan relasi kuasanya mengelilingi Istana lebih dari Partai-Partai, bahkan mereka yakin bahwa Jokowi akan mengumumkan Mahfud MD dan mereka akan bergembira di Tuprok (Tugu Proklamasi) namun kondisi menjadi senyap dan barisan Projo membubarkan diri setelah pengumuman bahwa yang maju adalah KH Ma'ruf Amin (KMA).
Nama Mahfud MD menjadi incaran pers, setelah Ketum PPP Romi mengajukan clue siapa Cawapres Jokowi, dan clue ini ditangkap publik sebagai Mahfud MD.  Menurut info orang dekat Istana, bahwa memang benar nama Mahfud MD yang maju menjadi Cawapres.Â
Sampai jam 15.45 nama Mahfud MD bertengger masih jadi Cawapres, namun tiba-tiba laporan muncul di meja Presiden ada tiga Partai akan balik badan bila Mahfud MD dipaksa dinaikkan, pertama adalah Golkar kemudian PKB dan PPP. Sementara yang setuju pada Mahfud MD adalah Nasdem. Bisa dibilang bila Mahfud MD naik maka Nasdem akan langsung membuat jalur khusus ke Cawapres.
Golkar jelas tak suka dengan Mahfud MD yang pernah ramai masalah pembubaran Golkar yang dicetuskan oleh Mahfud MD, sementara PPP dan PKB akan membelot dan ini berpotensi menimbulkan poros ketiga.
Dikabarkan pula, dalam menunggu pengumuman deklarasi Jokowi-Mahfud MD, dikabarkan mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo sudah berada di rumah SBY, menunggu arahan selanjutnya, karena Demokrat berpeluang membuat poros baru dengan barisan Golkar, PPP dan PKB bila Mahfud MD dinaikkan. Â Para politisi di tingkat elite paham bahwa poros ketiga akan mengangkat Gatot Nurmantyo sementara kubu Prabowo yang sudah keukeuh mengangkat Sandiaga Uno akan terkunci posisinya.Â
Karena poros ketiga diperkirakan akan lebih seksi bila melawan Prabowo. Bagaimanapun juga Prabowo dinilai membosankan, sementara bila Gatot Nurmantyo atau AHY mencuat ada wajah baru di dunia perpolitikkan nasional. Semua kubu anti Jokowi akan berpusat di Gatot Nurmantyo dimana SBY berada dibalik pencalonannya.
Semua menjadi buyar ketika Sandiaga mau mencalonkan dan bersiap mendanai Kampanye politik, berita soal dana ini santer diberitakan oleh media-media besar dan diberitakan seolah tanpa tedeng aling-aling, inilah yang kemudian membuat Demokrat marah besar, karena partai pendukung Gerindra tak keluar selangkahpun meninggalkan Prabowo-Sandiaga.
Sementara Partai Koalisi Jokowi menolak masuknya Demokrat yang cenderung memaksakan AHY dan akan merusak keseimbangan sikap negarawan para Ketum Parpol karena anak yang belum berpengalaman dipaksakan menjadi Cawapres dan ini membuat kelompok lain marah besar.Â
Bagaimanapun juga pemaksaan AHY dinilai sangat tidak masuk akal, selain elektabilitasnya rendah juga sama saja memberikan karpet merah pada AHY untuk 2024 tanpa berkeringat.Â
Langkah Sandiaga dan pemilihan Jokowi pada sosok KMA membuat SBY mati langkah, karena semua lini rontok total dan SBY seperti menemui jalan buntu. Bila Partai Demokrat tidak ikut koalisi dipastikan akan tenggelam dan pada tahun 2024 tidak akan bisa mencalonkan AHY, tapi inilah realitasnya...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H