Mohon tunggu...
Nandita Sulandari
Nandita Sulandari Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis Independen

Tinggal di Ubud Penikmat Senja

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pilkada Jatim, Pertarungan Pengaruh Jokowi Vs SBY

8 Desember 2017   13:46 Diperbarui: 8 Desember 2017   13:50 2768
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Jokowi dan SBY dalam sebuah kesempatan di Istana Negara (Sumber Gambar : Tribunnews.com)

"Mematikan Karir Dardak"

Walaupun beberapa pihak menghembus-hembuskan bahwa Khofifah mampu memecah suara NU, namun perlu diperhatikan bahwa pertama-tama posisi NU sekarang amat dekat dengan Pemerintahan Jokowi dan secara naluri politis masih merapat ke PDIP. Sementara yang dimanfaatkan Khofifah hanya kubu NU garis tepi yang berseberangan posisinya dengan KH Agil Siradj. 

Seperti diketahui saat KH Agil Siradj sendiri bertemu dengan Ketum PDIP sehari sebelum penetapan Gus Ipul dan Anas oleh pihak PDIP sebagai pihak yang mendapat rekomendasi untuk maju. Kekuatan kultural NU ini mendapatkan gong-nya saat Cak Imin memberikan dukungan penuh. Perlu diketahui mesin partai PKB paling keras putarannya berada di Jatim. Ini artinya kekuatan Gus Ipul dan Anas adalah kekuatan besar dengan tingkat koalisi partai full speed. 

Kekuatan Gus Ipul dan Anas menguasai seluruh kantong kantong politik di Jatim. Apalagi PDIP sendiri memasang Untari sebagai sekretaris tim sukses, pengaruh Untari menguasai pemilih perempuan di seluruh kantong kantong politik Mataraman. Belum lagi Risma yang akan menjadi mesin pendorong ibu-ibu dalam membangkitkan emosional pemilih, di awal kekuatan suara perempuan Khofifah sudah dilumpuhkan oleh sosok Risma. Sementara diangkatnya Hikmah Bafaqih, ketua Fatayat NU adalah kemenangan di pertempuran para perempuan NU dalam memperebutkan suara di Jatim, Khofifah harus bekerja keras menguasai suara perempuan NU. 

Sosok Risma sebagai buldoser bagi suara perempuan di Jawa Timur di identifikasi sebagai "suara NU sendiri" karena bagaimanapun Risma masih memiliki 'trah NU" dalam dirinya. Inilah yang kemudian bisa mematikan langkah langkah Khofifah di awal. Sementara suara Dardak bisa dikatakan sedikit banyak bergantung pada kemampuan isterinya yang artis dan cantik rupawan itu untuk memikah perempuan perempuan di wilayah yang masih dinilai menggemari tontonan sinetron. 

Melihat peluang besar Gus Ipul dan Anas, maka Emil Dardak bisa dikatakan "mati muda" padahal ia punya potensi besar bila sedikit saja mau bersabar.  Jadi kekesalan PDIP soal Emil Dardak sebenarnya kekesalan yang patut disyukuri karena PDIP mampu melepas Emil Dardak dan mencari tokoh muda lain yang nilai loyalitasnya tinggi. Di Jawa Timur sebenarnya PDIP memiliki ukuran loyalitas yang jelas. 

Sosok itu ada pada Djarot yang namanya melambung di Pilkada DKI, walaupun kalah tapi sesungguhnya Djarot telah memenangkan integritasnya, ia setia pada perintah Partai dan sama sekali tidak menunjukkan politik kutu loncat, karena Djarot memang dibesarkan dalam pertarungan demi pertarungan politis PDIP, dari jaman ke jaman. Inilah yang seharusnya diwujudkan oleh PDIP sebagai Partai ideologis yang paham bagaimana tujuan tujuan Sukarno dimainkan dalam dialektika sejarah. 

Pilkada Jatim juga menjadi pembuka bagi pengaruh pemilu 2019. Ini pertarungan politik yang menarik. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun