“Seorang terpelajar itu harus adil, sejak dalam pikiran! [Bumi Manusia]” Pramudya Ananta Toer [Bumi Manusia]
Sepertinya saudara ASWAN Saleh yang menulis di kompasinana ini dengan judul "RR, MenKo : Menteri Komentator" (http://www.kompasiana.com/aswansaleh/rr-menko-menteri-komentator_56871815b47a611410a77dfd) dan teman-temannya perlu membaca beberapa hal tentang sepak terjang Rizal Ramli yang sejak mahasiswa sudah bersuara lantang menentang dan melawan praktek KKN. Tapi jika kak Aswan Saleh memang lebih mengedepankan subjektifitas ya tak apa, karena sejarah lah yang memberikan penilaian.
Namun demikian, setidaknya perlu juga penyeimbang atas opini diatas (jika juga boleh dikatakan sebagai opini yang layak ya...?).
TENTANG LISTRIK 35.000 MW
Sejak awal ternyata presiden Jokowi juga dibuat kawatir oleh Dirut PLN yang hingga bulan Agustus 2015 baru mencapai 600MW.
Ini setidaknya yang disampaikan oleh Presiden Jokowi saat memanggil sekitar 150an investor listrik di Istana Negara pada 22 Desember 2015 : "Saya panggil dirutnya, 600 MW ini angka apa? 35.000 MW hanya disodori 600 MW, kapan . Ternyata memang stepnya belum sampai, bapak lihat saja nanti akhir tahun, akhir Desember. Ya saya sabar, tapi saya ikuti, ada progres enggak, ada kemajuan enggak, angkanya meskipun saya tahu kemarin juga baru ditandatangani yang 8.000 MW bener kan, enggak apa-apa yang penting sudah 17.300 MW,” ujar Presiden (http://industri.bisnis.com/read/20151222/44/504319/presiden-jokowi-listrik-bukan-hanya-urusan-pln)
Apa yang sempat disampaikan oleh Rizal Ramli tentang kelebihan kapasitas listrik hingga 21.000MW bila proyek listrik dipaksankan 35 ribu megawatt sampai tahun 2019.
"Sesuai ketentuannya PLN harusnya membeli 72 persen listrik yang diproduksi swasta mau dipakai atau tidak. Dengan hitunga-hitungan ini, maka ada kewajiban PLN beli listrik swasta tidak kurang dari Rp 10.763 miliar per tahun. Ini bangkrut nanti," tegas Rizal
Apa yang disampaikan oleh Rizal Ramli sebetulnya juga bukan hal pertama. Ekonom Faisal Basri bahkan sempat menyatakan bahwa pembangkit 35.000 MW adalah tidak rasional. Pernyataan Faisal Basri itu disampaikan dalam suatu kegiatan "Indonesian Petroleum Association Convention and Exhibition" (IPA Convex), Mei 2015
"35.000 ribu megawatt, menurut saya itu mimpi. Ya mungkin bisa, pembangkitnya ada. Tapi kan harus membangun 42.000 kilometer transmisi, yang berarti lebih panjang dari diameter ekuator," Faisal Basri (http://www.antaranews.com/berita/497462/faisal-basri--pembangkit-35000-megawatt-tidak-rasional).
Selain Faisal Basri, ada juga opini dari Kepala LMK Litbang PLN 1993, Nengah Sudja, yang sempat dimuat dalam Kompas Cetak edisi 16 September 2015. Dalam opininya di Kompas Cetak, Nengah Sudja dengan terang menyatakan bahwa "Polemik Proyek 35.000 MW, RR Benar". Ini link beritanya jika ingin membacanya kembali : http://baranews.co/web/read/48881/polemik.proyek.35000.mw.rizal.ramli.benar.analisis.kompas.nengah.sudja#.VofTufl95D8
Jika ingin juga membaca opini dari kompasiana.com juga, ini dia : "Meskipun sempat di suatu acara Presiden Jokowi tampak masih membela proyek 35 ribu MW ini dan menyindir langsung si Rajawali, tapi belakangan pada suatu acara seminggu lalu, 22 Desember 2015, bersama para pengusaha listrik di istana, di mana telah ditandatangani kontrak 17.000 MW (yang diperkirakan hanya 75%-nya saja yang dapat jadi sebelum 2019 karena masalah pembiayaan dan pembebasan lahan) Presiden meralat bahwa “proyek 35 ribu adalah kebutuhan, bukan target”. Artinya kepretan tentang 35 ribu MW pun menuai sukses" Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/eldistri/resolusi-2016-1-tahun-tingkatkan-revolusi-mental-singkirkan-biang-biang-gadung-hitam_5680af88c222bd9810054a40
Rizal Ramli juga tidak asal mengkritik terhadap Program Listrik 35.000 MW. Rizal Ramli juga menawarkan solusi untuk mengejar target 35.000 MW. Jurus Rizal Ramli untuk mengejar target 35.000 MW tersebut adalah :
Pertama, Rizal Ramli mengatakan bahwa kementerian koordinator maritim akan merumuskan kembali penetapan harga jual beli listrik atau Power Purchase Agreement (PPA). Hal ini dilakukan karena selama ini, kesepakatan PPA berjalan lamban sehingga memicu keterlambatan proyek pembangkit listrik baru.
Seperti diberitakan oleh detik.com pada 13 Agustus 2015, Rizal Ramli menyatakan bahwa "Pembiayaan oleh PLN sudah nggak bisa. Makanya melibatkan swasta dan asing. Nego PPA biasanya lama, 2-3 tahun padahal pemplet ada. Kami uber standar 3 bulan nego PPA". (http://finance.detik.com/read/2015/08/13/121041/2990927/1034/jurus-rizal-ramli-kebut-mega-proyek-listrik-35000-mw-jokowi)
Kedua, tentang lahan. Rizal Ramli dan jajarannya akan merumuskan besaran alokasi anggaran untuk pengadaan lahan. Lahan baginya berperan penting dalam percepatan pembangunan pembangkit listrik baru. "Soal tanah, selalu ribet. Pak Jokowi bilang, jangan pakai istilah ganti rugi tapi ganti untung. Proyek besar bikin harga naik. Di India ribetnya kayak Indonesia. Pemerintah India beri insentif selain biaya lahan. Warga dikasih saham kecil-kecilan selama 20-30 tahun. Kita nanti ganti untung dari 17%, terus ditambahan dikit jadi 20% untuk biaya lahan dari total nilai proyek," kata Rizal Ramli seperti yang diberitakan dalam detik.com, 13 Agustus 2015.
TENTANG DWELLING TIME
Tentang Dwelling Time. Soal dwelling time ini, sejak awal Rizal Ramli telah mengeluarkan kebijakan 7 Langkah Membenahi Dwelling Time. Tujuh Langkah tersebut adalah (http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2015/08/24/094000826/Ini.7.Langkah.Rizal.Ramli.untuk.Memangkas.Dwell.Time.)
1. Pembenahan Jalur Hijau dan Jalur Merah.
Ini dilakukan dgn cara memperbanyak jalur hijau bagi barang-barang ekspor impor yang telah memenuhi syarat dan ketentuan yang berlaku. Untuk itu, Kemenko Maritim kementeriannya akan menjalin koordinasi dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan
2. Membangun Jalur Kereta Api ke Lokasi Peti Kemas
Menurut Rizal Ramli, di negara-negara maju, akses jalur kereta api memang sampai ke pelabuhan. Dengan akses kereta api ke pelabuhan, arus barang akan lebih cepat dan murah serta mengurangi beban jalan dan kemacetan arus lalu lintas. Kendati diakui bahwa rencana tersebut akan berbenturan dengan banyak pihak yang mengambil keuntungan, ia bertekad untuk tetap merealisasikan rencana itu. Faktanya memang jelas, terdapat mantan Dirut Pelindo 2 sendiri yang menyatakan menentang pembangunan jalur kereta api pelabuhan ini.
Menurut Rizal Ramli, kalau kondisi sekarang dibiarkan berlanjut, maka Tanjung Priok akan terus didera persoalan yang sama dengan keruwetan dan kerumitan yang makin eskalatif (meningkat).
3. Menambah Kapasitas Crane
Menurut Rizal Ramli, sudah saatnya Tanjung Priok menambah kapasitas crane(derek). Jumlah yang ada saat ini sudah tidak memadai sehingga kurang memberi daya dukung.
4. Meningkatkan Denda untuk Kontainer yang Lewati Masa Simpan
Selama ini tarif denda yang berlaku sangat rendah, yaitu hanya Rp 27.500 per hari per kontainer seukuran 20 kaki. Akibatnya, sebagian pengusaha lebih suka menyimpan barang mereka di pelabuhan ketimbang membayar sewa gudang di luar pelabuhan yang jauh lebih mahal. Tapi, Lagi-lagi ini pernah ditentang oleh RJ Lino.
5. Meningkatkan Sistem TI Pengelolaan Terminal Peti Kemas
Peningkatan sistem teknologi informasi mempermudah pengusaha karena bisa dengan mudah mengetahui posisi peti kemas secara detail dan akurat. Dengan demikian, penanganan dan relokasi peti kemas bisa dilakukan dengan cepat dan murah.
6. Penyederhanaan Peraturan dan Perizinan di Pelabuhan
Kemenko Maritim telah menjalin koordinasi dengan pihak-pihak terkait, seperti Kementerian Perdagangan, PT Pelindo II, Kementerian Pertanian, Badan Karantina, Ditjen Bea & Cukai, Kepolisian, dan TNI Angkatan Laut. Per 27 Oktober 2015, dari 32 aturan, 16 peraturan sudah berhasil dihapus dan dilakukan perbaikan atau revisi dan terdapat 12 aturan lagi dalam proses penandatanganan. Sementara ada empat aturan lain terkait besi baja, gula, printer fotocopy berwarna dan garam masih memerlukan negoisiasi dan hitungan yang lebih rinci. (http://ekbis.rmol.co/read/2015/10/26/222165/Inilah-Daftar-Capaian-Kerja-Satgas-Dwelling-Time-)
7. Memberantas Mafia Pelabuhan
Menurut Rizal Ramli, yang tidak kalah penting adalah memberantas mafia yang selama ini bermain di pelabuhan. Mereka inilah yang secara langsung ataupun tidak langsung telah membuat Tanjung Priok menjadi pelabuhan yang lamban, tidak efisien, dan berbiaya tinggi. Rizal juga mengaku tak gentar jika harus berhadapan dengan backing para mafia tersebut. "Saya sadar betul risikonya pasti ada. Saya siap menghadapi siapa pun mereka. Itulah sebabnya saya menggandeng KSAL bahkan Panglima TNI untuk memberantas para mafia," ujarnya
Tentang perkembangan dwelling time di Tanjung Priok ini, kita semua sesungguhnya dapat dilihat secara berkala melalui website http://dwelling.indonesiaport.co.id/
[caption caption="infografis diambil dari akun @Jokopedia ID"][/caption]
TENTANG FREEPORT
Kasus ini (kisah dibalik perpanjangan kontrak Freeport) mengingatkan kita ke tahun 1991, saat menteri ESDM kala itu, Ginandjar Kartasasmita, mempercepat perpanjangan kontrak Freeport yang akhirnya menghasilkan Kontrak Karya (KK) Jilid 2. Dalam kasus perpanjangan kontrak Freeport saat ini, untungnya surat-surat si menteri ESDM tersebar luas ke publik, sehingga publik menjadi sadar betapa bermental inlandernya pejabat kita. Si menteri ESDM dan timya pun sempat membela diri beberapa saat, menyerang si Rajawali secara terbuka dalam berbagai aspek, hingga kesalahan penyebutan satuan cadangan emas (troy onz disebut ton) yang memang selip dilakukan si Rajawali sempat menjadi bulan-bulannya tim mereka. Meskipun dari tim mereka juga kelimpungan tak bisa menjawab, saat dibongkar bahwa angka 18 milyar dollar AS yang dijanjikan Freeport (juga dikutip oleh menteri ESDM di surat-suratnya) sebagai investasi bila kontraknya diperpanjang tak lebih dari penjumlahan capex yang disisihkan dari revenue penjualan tambang Freeport yang setiap tahunnya berkisar 900an ribu dollar AS sejak 2021 hingga 2041. Lucunya, seorang pejabat yang baru dilantik sebagai Kepala KSP malah sempat menyatakan (sebelum kemudian dicabutnya), bahwa bila investasi Freeport yang 18 milyar dollar AS tersebut batal maka 25% APBN akan jebol (!!??).
Jadi apakah ini kemudian yang disebut sebagai perlawanan balik dari barisan komprador, pemburu rente, penghambat amanat reformasi?
Sejarah yang akan membuktikannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H