Peran BPDPKS Dalam Mencapai Target Net Zero Emission dan Kontribusinya pada Penerimaan NegaraNegara-negara di seluruh dunia gencar melakukan net zero emission, di mana suhu dapat dikurangi pada tahun 2060 atau lebih cepat. Indonesia merupakan negara peringkat ke-6 yang menghasilkan emisi karbon terbesar di dunia.
 Dilansir dari CNN Indonesia, kementerian ESDM menyebut Indonesia negara peringkat ke-14 yang terancam rusak karena perubahan iklim,. Direktur Konservasi Energi Ditjen Energi Baru (EBTKE) menyatakan,"Jadi,negara yang berpotensi terkena dampak terbesar akibat perubahan iklim, kita juara ke-14. Jadi, kita itu sangat beresikoberisiko terhadap perubahan iklim,".
Oleh karena itu, pemerintah mencari cara mengatasi masalah tersebut. Nyatanya, Indonesia yang disebut paru-paru dunia memiliki peran penting dalam kegiatan ini, terutama industri kelapa sawit.
 "Dalam semesta ini, Tuhan menciptakan tumbuhan yang mampu menyerap karbon yang terbesar,salah satunya adalah sawit, karena pohonnya besar dan produksinya besar, beda dengan pohon hutan yang sudah tua. Intinya, kita setiap tahun karbon dioksida dari atmosfer diserap sawit,"ungkap Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI) Tungkot Sipayung di Special Dialogue CNBC Indonesia.
Kelapa sawit dapat menyerap karbon 972,5 mtCO2eq, dilansir dari Data Statistik Perkebunan Unggul Nasional. Karbon masuk di tanaman kelapa sawit diserap melalui proses fotosintesis. Kelapa sawit menghasilkan minyak olahan yang disebut Crude Palm Oil, yang berpotensi dijadikan Energi Baru Terbarukan (EBT).Â
Beberapa penelitian membuktikan bahwa permintaan terhadap energi cenderung meningkat tajam pada tahun 2060."apbila kebutuhan ini dipenuhi melalui bahan bakar fosil, tentu dampaknya akan menjadi sangat berat terhadap emisi GRK dan pencemaran udara"," ungkap Deputi Kemaritiman dan SDA Bappenas.
Terhitung 10 tahun sudah Indonesia menerapkan mandatori biodiesel. Pada tahun 2023,Indonesia menerapkan Biodiesel 35% (B35). Sistem ini mengharuskan penggunaan campuran biodiesel dan solar dengan rasio 35-65%. Sistem ini terus dikembangkan guna mencapai target net zero emission 2060.
Dilansir dari Kompas.com, pemerintah melalui Kementerian ESDM telah mengeluarkan surat edaran tertulis Surat Edaran No 10.E/EK.05/DJE/2022 tentang Implementasi Penahapan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati Jenis Biodiesel sebagai Campuran Bahan Bakar Jenis Minyak Solar dalam Kerangka Pembiayaan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit, terkait pencampuran BBM nabati jenis biodiesel dengan prosentase 35% ke dalam BBM jenis solar atau biasa disebut B35.
Baru-baru ini, mulai diuji coba pada PT. KAI, yaitu Biodiesel 40% (B40) pada mesin genset KA Bogowonto trayek St. Lempuyangan -- St. Pasar Senen, yang rampung sekitar 2 bulan pada akhir bulan Desember. Mandatori Biodiesel 40% (B40) akan diterapkan pada tahun 2025.
Namun, pada perencanaan penerapan B40,memilikiterdapat banyak tantangan. Salah satu diantaranya adalah dana yang besar, dikarenakan berefek pada sesuatu yang besar (green energy). BPDPKS memutar kepala untuk mengelola dana yang dikumpulkan dari pungutan ekspor CPO sehingga sistem ini dapat berjalan dengan seksama.
Pengembangan SDM dari keluarga pekebun kelapa sawit merupakan langkah BPDPKS dalam meregenerasi tenaga terampil di bidang kelapa sawit. Diharapkan dapat mengimplementasikan green energy pada lingkungan pekebun kelapa sawit dan meneruskan pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT) pada masa yang akan datang.
Adanya program pengembangan riset dan teknologi rendah emisi yang diselenggarakan oleh BPDPKS menjadi wadah pengembangan riset dan teknologi kelapa sawit yang dapat meningkatkan potensi keberhasilan tahun 2060 atau lebih cepat. BPDPKS secara serius dan rutin melakukan pendanaan inovasi riset di bidang kelapa sawit secara berkelanjutan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H