Sesaat kemudian, Pak Hasan dan lelaki bernama Tri tampak larut dalam obrolan. Sesekali terdegar gelak tawa sang Kakek yang diiringi batuk. Disusul dengan cerita yang tampak seru yang diutarakan oleh Tri. Hingga beberapa menit kemudian, obrolan menjadi lebih serius.
Samar-samar terdengar oleh Rocky, lelaki bernama Tri sedang merayu sang Kakek untuk mejual roda tua-nya pada Tri. Bahkan, sampai berkali-kali menawarkan harga yang lumayan tinggi. Hal tersebut tentunya semakin membuat penasaran Rocky yang tengah menguping di sudut ruangan lainnya.
"Pak Hasan, Bapak kan tahu kalau saya sahabat baik Rudy, putra Bapak. Saya berjanji akan merawat dan memperbaiki roda tua milik Rudy, Pak!" ujar Tri saat meyakinkan Pak Hasan
"Baiklah, jika Pak Hasan berniat untuk menjualnya, Bapak hubungi saya, ya!" tambahnya, seraya Tri berpamitan pada Pak Hasan.
Saat suara jangkrik mulai menghidupkan suasana malam, selepas Adzan Isya berkumandang, Rocky memberanikan diri bertanya mengenai maksud kedatangan Tri yang berulang kali menanyakan roda tua milik kakeknya tersebut.
"Kek, kok si bapak yang tadi penasaran sekali sama roda tua Kakek? Memangnya kakek punya roda tua yang dimaksud?" tanya Rocky dengan antusias kepada kakeknya
Sang Kakek hanya berdiam diri, dia menatap keluar jendela sambil terbaring di atas kasuk kapuk, tempatnya beristirahat selama beberapa waktu.
Lalu hening untuk beberapa saat, hanya bunyi jangkrik yang terdengar lantang di luar sana, sesekali terdengar suara bueuk atawa burung hantu.
"Rocky, bantu Kakek! Antar Kakek ke Pipir" (ruang di samping rumah, bahasa Sunda) ajak sang Kakek.
Setiba di depan ruang Pipir, sang Kakek meminta Rocky untuk merogoh kunci yang ada di dalam sebuah jaket kulit usang yang tergantung di balik pintu yang penuh debu.