Mohon tunggu...
Rakhmat Basuki
Rakhmat Basuki Mohon Tunggu... -

Warga Negara Biasa

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama FEATURED

Statistik, Apakah Alat untuk Berbohong?

16 Agustus 2018   15:41 Diperbarui: 26 September 2020   11:59 4915
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Polling umumnya hanya menanyakan tentang satu permasalahan dengan menyediakan beberapa alternatif jawaban (multiple choice) sedangkan survei umumnya menanyakan lebih dari satu pertanyaan. Kompleksitas jawaban yang diinginkan dalam sebuah polling umumnya sederhana sedangkan dalam survei lebih kompleks.

Survei dan polling ditengarai oleh sebagian kalangan juga merupakan sarana pembohongan publik. Kok bisa ?

Salah satu cara untuk meyakinkan orang lain terkait pendapat, cara pandang, menentukan pilihan dan sebagainya adalah dengan menyajikan data hasil survei atau polling. Dengan hasil survei atau polling yang sejalan atau mendukung pendapat, cara pandang, pilihan dan sebagainya tersebut tentunya akan menjadikan orang yang awalnya tidak percaya menjadi percaya atau ragu. Orang yang masih ragu menjadi percaya. 

Dengan demikian pendirinnya akan berubah mengikuti apa yang diinginkan oleh si penyaji hasil survei/polling tersebut. Survei/polling semacam ini bisa disebut sebagai penelitian anggapan umum (Common sense research). Yakni mengarahkan hasil penelitian sesuai keinginan untuk suatu kepentingan (menggiring opini publik).

Tentunya tidak keliru manakala kita berpendapat dan kemudian untuk memperkuat pendapat kita, lalu kita tampilkan hasil survei atau polling yang dilakukan sendiri atau dilakukan pihak lain yang hasilnya sejalan dan mendukung pendapat kita. 

Namun yang menjadi kurang bijaksana adalah manakala dengan sengaja menyembunyikan atau menutupi metodologi dari survei yang dijadikan rujukan tersebut. Metodologi merupakan ruh dari sebuah survei/polling. Metodologi yang tepat akan mendukung diperolehnya statistik yang tepat pula.

Contoh kasus, seorang penulis  di media ingin meyakinkan kepada pembacanya betapa minuman keras sebenarnya banyak mudharat dan penentangnya. Karena itu ditampilkanlah dalam artikelnya hasil polling di sebuah website yang menunjukkan bahwa 96 % responden yang ikut polling menentang minuman keras di indonesia. 

Maka kemudian muncul tulisan tandingan yang mengkonfrontir pendapat tersebut dengan juga menyajikan hasil polling di website yang lain yang menunjukkan justru ada 95% responden peserta polling mendukung minuman keras di indonesia. Siapa yang benar ? Siapa yang bohong ?

Sebagai pembaca yang cerdas dan agar tidak merasa dibohongi, seharusnya kita tidak lantas begitu saja percaya. Kita cari tahu kedua website tersebut. Metodologi seperti apa yang dipakai pada kedua website tersebut. 

Ternyata, penulis pertama merujuk hasil polling pada website bernuansa "agamis" yang tentunya pengunjungnya umumnya menentang minuman keras. Adapun penulis kedua merujuk pada website bernuansa "gaul" yang sebagian besarnya mendukung minuman keras. Kedua penulis terlalu sederhana dan terlalu mudah menjeneralisir hasil polling menjadi gambaran yang mewakili masyarakat indonesia.

Apakah statistik berbohong ?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun