Mohon tunggu...
Rakhmasari Kurnianingtyas
Rakhmasari Kurnianingtyas Mohon Tunggu... Lainnya - Mencoba melukis cerita lewat aksara

belajar dari mendengarkan dan melihat

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Memperjuangkan Mental Health Vs Budaya Organisasi

22 Juni 2022   22:07 Diperbarui: 23 Juni 2022   13:40 641
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Selamat yaa...Semoga sukses di tempat baru"

"Waaah mutasi yaa... Selamat yaa..."

Itu reaksi yang normal diperlihatkan bila rekan kerja mendapatkan penempatan baru. Entah itu masih di bagian yang sama atau bahkan di tempat lain yang berbeda jauh secara jenis pekerjaan.

Reaksi normal yang diungkapkan saat pertama mendengar berita semacam itu. Namun reaksi itu akan menjadi berbeda jika suatu ketika ada fakta lain terungkap tentang alasan kenapa seseorang dipindah tugaskan.

Rotasi atau mutasi adalah sesuatu yang wajar terjadi dalam suatu organisasi. Lebih khusus lagi institusi pemerintah atau kantor pelayanan. Di mana pekerjaan yang menjadi tugas utama tidak memerlukan keahlian khusus. Semua orang bisa berada di posisi tersebut dengan kompetensi yang bisa diusahakan.

Berbeda dengan kantor-kantor swasta yang memberikan jasa sesuai spesialisasi khusus, misalnya usaha desain interior. Tentunya hanya mereka yang mempunyai keahlian desain yang bisa diterima bekerja di situ. 

Atau butik yang hanya menerima karyawan dengan kemampuan yang lebih di bidang fashion. Sedangkan untuk pekerjaan yang bersifat supporting atau administrasi, bisa menerima orang dengan kualifikasi yang lebih fleksibel.

Kembali ke topik mutasi, setiap kantor memiliki kebijakan pola mutasi yang berbeda, walaupun tujuan yang ingin dicapai pasti sama.

Menurut Robins dalam Edwan (2013), “Rotasi kerja adalah perubahan periodik karyawan dari satu tugas ke tugas yang lain dengan tujuan untuk mengurangi kebosanan dan meningkatkan motivasi lewat penganekaragaman kegiatan karyawan”

Dari definisi di atas jelas kita bisa ambil kesimpulan bahwa mutasi atau rotasi dimaksudkan untuk lebih memperhatikan kesehatan mental pegawai. 

Seseorang yang berada dalam posisi sama dengan tanggung jawab yang tidak berubah dalam durasi waktu yang cukup panjang akan menimbulkan kejenuhan.

Hal positif yang ingin dicapai dengan program mutasi adalah motivasi yang terus meningkat dengan adanya semangat pegawai menghadapi hal baru. 

Suatu keadaan yang membutuhkan pengetahuan dan kemampuan lain untuk dipelajari, akan menimbulkan rasa yang berbeda dan semangat menyelesaikan tantangan.

Namun untuk definisi 'perubahan periodik', apakah sudah menjadi budaya semua organisasi untuk menerapkan kepada para pegawainya? Jawabannya adalah belum tentu.

Terlebih untuk instansi pemerintah, organisasi yang tidak berorientasi kepada keuntungan tetapi kinerja.  Dengan tujuan utama adalah pelayanan, maka yang dikejar adalah kinerja yang terjaga demi kepuasan pihak-pihak yang dilayani.

Dampak dari tujuan organisasi yang seperti itu, akan membawa pemikiran bahwa semua orang harus berlomba meningkatkan atau minimal mempertahankan kinerja yang telah terjaga selama ini agar dinilai memuaskan.

Apa yang kemudian terjadi? Atasan takut mendapatkan penilaian minus di kantor. Dengan berbagai indikator kinerja yang telah ditetapkan, mereka harus berusaha mencapai nilai tinggi agar tetap mendapat penilaian bagus.

Bagaimana dengan anak buah? Sama saja, mereka juga harus terus meningkatkan kemampuan dan pengetahuan untuk dapat menyesuaikan dengan kebutuhan kantor yang terus berkembang menyesuaikan kondisi demi melayani masyarakat.

Ilustrasi Mental Health (Foto : lifestyle.bisnis.com)
Ilustrasi Mental Health (Foto : lifestyle.bisnis.com)

Hal yang menjadi masalah adalah ketika seorang pegawai yang dianggap memiliki kemampuan dan kecakapan lebih, menjadi tumpuan di suatu bagian dan seolah tidak tergantikan. 

Kepandaiannya menyelesaikan semua tugas menjadi rekam jejak yang akhirnya turun temurun diwariskan kepada siapapun yang menjadi atasannya.

Dia seolah-olah melekat dengan suatu jenis pekerjaan. Kalau bukan dia yang mengerjakan maka akan kacau. Kalau dia dipindah akan mengguncang bagian tersebut dan kinerja akan menurun karena butuh waktu bagi penggantinya untuk menyesuaikan diri.

Sebenarnya berapa lama idealnya seseorang itu layak untuk dipindah tugaskan ke tempat baru?

Suzy Welch, seorang jurnalis bisnis dan penulis beberapa buku manajemen yang terkenal dari Amerika menyatakan bahwa waktu yang wajar untuk seseorang tetap berada dalam pekerjaan yang sama adalah 3 sampai 5 tahun.

Suasana Kantor yang Menyenangkan (Foto: Pixabay dalam inews.id)
Suasana Kantor yang Menyenangkan (Foto: Pixabay dalam inews.id)
Waktu yang dianggap masih bisa ditoleransi oleh seseorang untuk bertahan dari titik jenuh. Namun bagaimana jika kebijakan kantor belum memberi kesempatan seseorang untuk mendapat kesempatan rotasi atau mutasi?

Kemampuan seseorang untuk bertahan dalam berbagai situasi tidaklah sama. Karakter orang juga berbeda dalam menghadapi tekanan. Namun semua orang memiliki tujuan yang sama dalam bekerja, yaitu menikmati dan bahagia dengan pekerjaannya.

Suasana kerja yang monoton dengan pekerjaan yang itu-itu saja akan memberi dampak yang kurang bagus untuk pengembangan diri. 

Sekian tahun dengan jenis pekerjaan yang sama tanpa tantangan akan membuat orang menjadi 'robot' dan demotivasi.

Bagi sebagian orang mungkin itu bukan menjadi masalah besar dan dia bisa bertahan. Namun sebagian orang yang lain akan memilih untuk memperjuangkan mental health demi kehidupan yang lebih baik sesuai standar dirinya. 

Keadaan mental yang tidak seimbang karena memendam sesuatu akan berdampak kepada kesehatan fisiknya. 

Maka adalah sesuatu yang wajar jika akhirnya seseorang memilih untuk menyampaikan keluhannya dengan harapan akan mendapat kesempatan beralih tugas.

Namun tindakan seseorang yang memperjuangkan nasibnya sering dipandang tidak etis, terutama di institusi pemerintah. 

Status sebagai Aparatur Sipil Negara seolah memberi batas untuk menerima apapun tugas yang dibebankan kepadanya. 

Lantas bagaimana dengan mental health atau kesehatan mental?

Menurut WHO, kesehatan mental adalah kondisi sejahtera seseorang, ketika seseorang menyadari kemampuan dirinya, mampu untuk mengelola stres yang dimiliki serta beradaptasi dengan baik, dapat bekerja secara produktif, dan berkontribusi untuk lingkungannya.

Dari standar yang ditetapkan WHO di atas, dapat disimpulkan bahwa kesehatan mental diharapkan akan membuat orang menjadi lebih produktif sehingga bisa berkontribusi lebih banyak lagi. Bagaimana orang yang stres bisa bekerja dengan baik kan?

Jadi jangan takut untuk mengungkapkan segala keluhan dan beban mental yang dirasakan kepada pihak-pihak yang berwenang di kantor. 

Keadaan fisik dan mental yang sehat akan meningkatkan kinerja kita. Tentu saja itu akan memberi manfaat juga kepada kantor.

Adakalanya orang menganggap seseorang kurang berintegritas karena 'meminta' untuk dimutasi sebenarnya memiliki masalah yang sama namun tidak memiliki cukup keberanian untuk mengungkapkan.

Apa yang harus Anda lakukan menghadapi pandangan orang semacam itu? 

  1. Terimalah dengan lapang dada karena di manapun orang semacam itu akan selalu ada
  2. Tetaplah profesional dengan setiap pekerjaan yang ditugaskan di manapun Anda berada
  3. Buktikan bahwa keputusan Anda tepat dengan berusaha meningkatkan kemampuan dan pengetahuan 
  4. Selalu menjaga hubungan baik dan tetaplah bahagia

Mengapa kita harus bahagia? Karena indikator sukses kita di kantor bukan hanya diukur dari gaji dan jabatan. Tetapi kesehatan mental, kesehatan fisik, rasa penerimaan kita dengan pekerjaan yang kita lakukan dan memiliki cukup waktu luang yang bisa kita habiskan tanpa stres.

Jadi...berjuanglah untuk sehat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun