Mengamati barang bawaan mereka juga mendatangkan rasa haru tersendiri. Kendaraan roda dua mereka desain sedemikian rupa hingga bisa memuat berbagai macam barang. Tas pakaian, kardus parsel, kantong plastik dan bahkan jerigen bensin pun mereka bawa sebagai jaga-jaga.
Mengapa mereka tidak memilih cara yang praktis? Membeli barang-barang di kampung biar perjalanan tidak repot? Tidak mudah untuk memberikan jawaban atas pertanyaan seperti ini. Karena segala kerepotan itu berhubungan erat dengan suasana batin. Bahwa ada kebanggaan tersendiri membawa oleh-oleh dari Jakarta untuk keluarga di kampung.
'Bapak Ibu.. anakmu pulang belum membawa calon mantu.. Terlalu banyak pilihan'
'Tidak apa-apa badan remuk demi mencium tangan Ibu'
'Yang di jalan hati-hati.. Yang di hati jangan jalan-jalan'
'Yakin mau mudik? Ngga takut ditanya kapan kawin?'
'Ngga nunggu kaya buat mudik'
Dan banyak lagi kalimat lucu-lucu yang bisa menjadi hiburan di saat kita penat menghadapi perjalanan. Namun semua itu menggambarkan satu semangat yang sama. Apapun akan ditempuh demi mudik.
Sekarang arus mudik dari Jakarta ke kota-kota di seluruh pulau Jawa sudah difasilitasi dengan jalan tol yang menyambung sampai ke Jawa Timur. Dimulai dengan tol Cipali sepanjang 116,75 kilometer yang diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 13 Juni 2016.Â
Di tahun itulah menjadi kenangan kejadian mudik horor karena kemacetan parah di pintu keluar tol Brebes Timur. Orang menyebutnya Tol Brexit. Jutaan orang terjebak dalam kemacetan panjang dan tidak bergerak selama puluhan jam. Euforia orang memanfaatkan Tol Cipali yang baru diresmikan, membuat kemacetan parah.Â
Infrastruktur yang belum sempurna tidak bisa menerima kedatangan jutaan mobil yang keluar tol dan masuk kota Brebes. Akibatnya perjalanan mudik Jakarta ke Jawa Tengah dan Jawa Timur menjadi berhari-hari. Tidak sedikit yang terpaksa harus sholat Ied di perjalanan karena tidak bisa mengejar 1 Syawal di rumah. Sungguh pengalaman yang tidak bisa dilupakan.
Dengan adanya jalan tol perjalanan mudik menjadi jauh lebih cepat. Namun memang ada rasa kehilangan momen-momen perjuangan para pemudik motor yang sungguh sangat banyak dan seperti laron yang terbang bergerombol. Menyaksikan semangat mereka adalah suatu bentuk instropeksi diri juga.
Bahwa sejauh-jauh orang merantau tidak akan melupakan asal usul. Kampung halaman dan keluarga adalah tempat pulang yang paling menyejukkan hati. Dengan segala keterbatasan masing-masing, semua orang berusaha memberikan yang terbaik untuk keluarga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H