SIDOARJO | Kades terpilih Sutikno Desa Bogempinggir Kecamatan Balongbendo satu-satunya kepala desa yang tidak dilantik dari total 83 yang dilantik  oleh Bupati Sidoarjo Gus Mudhlor pada  Selasa,26/07/2022 karena diduga menggunakan akte kelahiran aspal (asli tapi palsu).
Berita tersebut ramai diperbincangkan baik oleh masyarakat maupun warganet Sidoarjo, salah satunya pengamat hukum Evy Sukarno yang aktif mengamati perkembangan proses sosial,politik dan hukum di kabupaten Sidoarjo.
Sosok praktisi hukum yang ramah ini, saat ditemui awak media  sempat memberikan tanggapan yuridisnya berkenaan dengan tidak dilantiknya kades terpilih Bogempinggir karena diduga pada saat pendaftaran pilkades menggunakan akte kelahiran  aspal.
Evy mengingatkan kepada pemerintah  dan aparat penegak hukum di Sidoarjo  agar selalu profesional dalam menangani kasus tersebut dengan mengedepankan asas praduga tidak bersalah setiap proses hukumnya, dan itu adalah hak asasi setiap orang.
"Seperti kasus akte kelahiran kades terpilih Bogempinggir yang diduga palsu, maka  siapapun wajib bersikap akta kelahiran yang dikeluarkan tersebut harus tetap dianggap benar kebenaran isinya, sampai ada putusan pengadilan yang telah inkracht dan ini artinya kades tersebut masih mempunyai hak yang sama dengan kepala desa yang dilantik, " tegas Evy, praktisi hukum dari Evy Soekarno & Partners yang berdomisili di Sidoarjo.
Evy juga menjelaskan secara beruntun jeratan hukum, pasal demi pasal berkenaan dengan perbuatan membuat, mengubah dan menggunakan akte kelahiran yang diduga palsu.
"Setiap perbuatan yang mengubah keterangan Akta Kelahiran akan dijerat pasal 266 Kitab Undang Undang  Hukum Pidana (KUHP) dengan ancaman kurungan 7 tahun dan pasal 93 UU Administrasi Kependudukan (Adminduk) ancaman hukumannya 6 tahun, " jelas Evy sekaligus sekretaris Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN) Kabupaten Sidoarjo, Kamis,28/07/2022.
Diterangkan, bunyi pasal 266 KUHP adalah
- Barangsiapa menyuruh memasukan keterangan palsu ke dalam sebuah akta otentik mengenai sesuatu hal yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akta itu, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain pakai akta itu seolah-olah keterangannya sesuai dengan kebenaran, diancam, jika pemakaian itu menimbulkan kerugian, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
- Diancam dengan pidana yang sama barangsiapa dengan sengaja memakai akta tersebut seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran, jika karena pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian.
Dan perbuatan pidana tersebut juga dijerat  dengan pasal 93 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006  tentang Adminduk  sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 yang berbunyi, "Setiap Penduduk yang dengan sengaja memalsukan surat dan/atau dokumen kepada Instansi Pelaksana dalam melaporkan Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 50 juta." (EV/RH)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H